Dinasti Mughal Hormati dan Lindungi Kebebasan Agama di India
Padahal, di saat yang sama, Eropa masih belum mengenal toleransi sama sekali. Barat baru menyemarakkan tenggang rasa antar-dan-internal umat beragama belakangan ini pada zaman modern.
Salah satu dinasti Islam yang menjaga betul toleransi kehidupan beragama adalah Dinasti Mughal di India. Michael H Fisher dalam A Short History of the Mughal Empire mengungkapkan, kesultanan Mughal bertahan tiga abad lamanya dengan jumlah penduduk yang mencapai 150 juta jiwa.
Mereka bukan hanya umat Islam, melainkan juga umat agama-agama lain. Di era kejayaannya, Kesultanan Mughal sangat bineka dan kaya sehingga mengendalikan hampir seperempat total nilai produksi dunia (gross domestic product/GDP).
Pendiri Dinasti Mughal adalah Zahirud din Muhammad bin Omar Syekh alias Sultan Babur. Saat pertama kali menaklukkan Hindustan (India), komunitas Muslim adalah minoritas, sedangkan mayoritasnya memeluk Hindu. Sebagai informasi, Islam tersebar di Anak Benua India antara lain berkat dakwah para sufi dan kaum pedagang asal Arab Selatan.
Fisher menjelaskan, Sultan Babur tidak menganggap kaum Hindu sebagai musuh. Bagi sang penakluk itu, status mereka dapat disetarakan dengan ahl al-kitab, yakni kaum Kristen dan Yahudi. Oleh karena itu, mereka dilindungi dan berhak mengadakan pemerintahan otonom sembari setia membayar pajak jizyah.
Posisi sosial kaum itu juga naik lantaran beberapa keturunan Sultan Babur memperistri kalangan rajput yang beragama Hindu. Sepeninggalan Babur, para penguasa Mughal justru lebih longgar dalam memberlakukan aturan. Sebagai contoh, negara tidak lagi menarik jizyah dari rakyatnya yang non-Muslim.
Pemimpin berikutnya yang terkenal akan sikap tolerannya adalah Abul Fatah Jalaluddin Muhammad alias Sultan Akbar. Selama 50 tahun dia berkuasa, wilayah Kerajaan Mughal meliputi hampir seluruh Anak Benua India. Sultan Akbar mengenal betul karakteristik masyarakat India yang berbineka.
Untuk menjamin ketenteraman rakyat dan stabilitas negara, dia merangkul kelompok-kelompok rajput Hindu. Pada 1579, dihapusnya aturan pajak atas kafir dzimmi. Sultan Akbar juga menjalankan sistem birokrasi yang lebih menghargai kemampuan dan prestasi individual, alih-alih identitas suku dan agama.
Maka dari itu, banyak penasihat kerajaan yang berasal dari kalangan Hindu serta non-Muslim lainnya. Kebijakannya di tengah rakyat pun sarat nilai toleransi. Misalnya, orang-orang yang berperkara akan diadili sesuai dengan kitab suci agama mereka masing-masing. Dalam masa kekuasaannya, luas wilayah Kesultanan Mughal bertambah tiga kali lipat dari semula.
Semasa hidupnya, Sultan Akbar membangun banyak infrastruktur publik yang terbuka, tanpa memandang identitas agama. Ribuan madrasah dibangun untuk anak-anak Muslim maupun non-Muslim. Pusat-pusat kerajaan berdiri di Agra, Fatehpur Sikri, dan Delhi.
Semuanya menjadi mercusuar peradaban Islam. Para sarjana dari lintas agama dan mancanegara banyak yang hijrah ke Kesultanan Mughal untuk ikut mengembangkan ilmu pengetahuan. Di antara bidang yang menjadi konsennya adalah matematika, geografi, astronomi, dan sejarah.
Sultan Akbar menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan sains. Dia memerintahkan pembangunan banyak perpustakaan di kota-kota seluruh wilayah kekuasaannya. Di Fatehpur Sikri, misalnya, sebuah perpustakaan besar dibangun khusus bagi perempuan.
Adapun perpustakaan pribadinya menyimpan lebih dari 24 ribu buku dengan rupa-rupa bahasa, antara lain Urdu, Sanskerta, Persia, Yunani, Latin, dan Arab. Dengan digaji negara, para sarjana setempat aktif menerjemahkan banyak teks dari Sanskerta, Portugis, dan lainlain ke dalam Persia, bahasa resmi Kesultanan Mughal. Di antara teks besar yang berhasil dialihbahasakan adalah epos Mahabharata dan Ramayana. Bahkan, Sultan Akbar sendiri terlibat dalam aktivitas penerjemahan itu.
No comments:
Post a Comment