Islam Bukan Agama Takhayul

Patung seorang ilmuwan Muslim bernama Al Khawarizmi. | Pinterest

Dalam Islam, disiplin sains dan semua bidang ilmu lain terkoneksi dengan satu konsep yakni tauhid.

A SYALABY ICHSAN

Dalam sebuah program talkshow di salah satu stasiun televisi nasional bertajuk "Heboh dari Nikah Hingga Haji di Metaverse", seorang pembicara mengungkap tentang dua kutub yang berbeda antara agama dan sains.

Kutipan dari pembicara tersebut yakni: “Soal sains dan agama memang sulit bersatu karena memang dua mainstream-nya berbeda. Satu nyata kemudian yang satu ini mohon maaf. Kalau mengacu pada orientalis Barat mengatakan agama itu takhayul, sains itu hal yang nyata.”

Lantas, apakah benar agama termasuk Islam merupakan takhayul? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takhayul adalah (sesuatu yang) hanya ada dalam khayal belaka. Kata yang dalam bahasa Inggris superstition ini kerap menjadi lawan rasional. Pemicunya, yakni gerakan kaum rasionalis Abad Pertengahan yang menentang dominasi para agamawan.

Perspektif yang mengutubkan antara agama dan sains berakar pada masa kegelapan Eropa. Ketika Abad Pertengahan (abad ke-5 hingga abad ke-15), Eropa yang terpecah menjadi banyak kerajaan dipersatukan oleh agama, yakni Katolik Roma.

photo
Abu Rayhan al-Biruni, ilmuwan Muslim dari zaman keemasan Islam. Sang polymath genius itu merintis banyak cabang ilmu pengetahuan, termasuk Indologi. - (DOK WIKIPEDIA)

Saat itu, peran gereja begitu sentral sehingga Paus juga mengintervensi banyak keputusan politik dan geliat para ilmuwan. Ilmu pengetahuan memang coba dikembangkan, tetapi sebatas yang sudah digariskan gereja. Jika melanggar, maka nyawa taruhannya.

Fenomena tersebut memicu trauma kalangan ilmuwan terhadap agama. Pada gilirannya, Eropa modern pun membuat garis merah antara agama dan ilmu pengetahun.

Apa yang terjadi di Barat tak sama dengan dunia Islam. Abad Kegelapan Barat merupakan abad kejayaan kaum Muslimin. Ketika itu, sejarah mencatat betapa agama dan ilmu bisa berkolaborasi melahirkan peradaban. Warisannya bahkan masih bisa dirasakan sains modern hingga saat ini.

 
Perspektif yang mengutubkan antara agama dan sains berakar  pada masa kegelapan Eropa.

Nama-nama besar seperti Ibnu Sinna, Ibnu Rusyd, Al Khawarizmi, Ibnu Haytam, Al Ghazali, Al Kindi, Al Jazari, Al Biruni dan banyak nama besar lain memiliki kontribusi yang amat besar dalam meletakkan fondasi sains modern. Selain dikenal karena kepakarannya di bidang ilmu alam, astronomi, matematika, hingga kedokteran, banyak di antara mereka juga merupakan ulama.

Tidak heran jika seorang cendekiawan Muslim kelahiran Pakistan, Muzaffar Iqbal, dalam bukunya Islam and Science menjelaskan jika Islam memandang ilmu pengetahuan bukan sebagai entitas tersendiri. Dalam klasifikasi ilmu pengetahuan, disiplin sains dan semua bidang ilmu lain terkoneksi dengan satu konsep yakni tauhid. Berbeda dengan agama Ibrahim lainnya, kita bisa melihat betapa Islam lewat Alquran dan Sunnah kaya dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan.

Alquran telah memberikan informasi tentang alam semesta. Ayat-ayat ini berhubungan dengan matahari, bulan, dan bumi. Ada 20 ayat yang menyebut kata matahari, dan sebanyak 463 ayat yang menyebut kata bumi serta ada lima ayat yang menyebut kata bulan.

 
Dalam klasifikasi ilmu pengetahuan, disiplin sains dan semua bidang ilmu lain terkoneksi dengan satu konsep yakni tauhid.
 
 

Belum lagi ayat yang menjelaskan tentang langit, pergantian siang dan malam, serta ayat yang menyebut tentang bintang-bintang. Tak sekadar itu, Alquran juga menstimulus para pembacanya untuk merenungi tanda-tanda tersebut.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (QS Ali Imran: 90).

Lantas, siapakah orang-orang yang berakal itu? Dalam ayat selanjutnya, Alquran menjelaskan, “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka'.” (QS Ali Imran: 91).

Dalam menafsirkan ayat tentang penciptaan langit dan bumi, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, mereka memahami semua hikmah yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan kepada kebesaran Penciptanya, kekuasaan-Nya, pengetahuan-Nya, hikmah-Nya, pilihan-Nya, dan rahmat-Nya.

Tidak heran jika ayat pertama Alquran berisi pesan literasi. "Iqra. Bismirabbikalladzi khalaq." Artinya: "Bacalah. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan."

 
Tidak heran jika ayat pertama Alquran berisi pesan literasi. "Iqra. Bismirabbikalladzi khalaq."
 
 

Prof Quraish Shihab dalam Wawasan Alquran menjelaskan, substansi Alquran sebagai sumber utama agama Islam menjadi bukti bahwa Islam sangat mengapresiasi ilmu pengetahuan. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan objek yang harus dibaca karena Alquran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut "bismi Rabbik", dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan.

Menurut Quraish Shihab, kata iqra berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri sendiri, baik yang tertulis maupun tidak.

Makna yang terkandung dalam kitab suci ini sangat dipahami dan diaktualisasikan oleh umat Islam pada masa dahulu sehingga banyak karya-karya besar yang dihasilkan oleh mereka.

Untuk itu, Buya Hamka dalam Pelajaran Agama Islam mengungkapkan, iman dan akal memiliki hubungan yang tak bisa dielakkan. Semakin tinggi perjalanan akal maka bertambah banyak pula alat pengetahuan yang dipakai.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Pada akhirnya, bertambah tinggi pula martabat iman dan Islam seseorang. Ilmu menjadi satu alat untuk mencapai kebenaran sejati yang tidak lain adalah bukti keberadaan dan kebesaran Allah SWT (tauhid). Saat itulah jiwa kita terpuaskan sehingga iman kita bertambah.

Meski tidak bisa dipungkiri, ada konsep agama termasuk Islam yang tidak bisa diraih dengan akal dan ilmu pengetahuan seperti konsep surga-neraka, peristiwa setelah kematian, hingga takdir Allah. Apa yang tidak bisa dijangkau tersebut bisa dijawab oleh agama yang mengedepankan iman.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman (percaya) dan orang-orang yang bergama Yahudi, dan Nasrani, dan Shabi'in, siapa yang percaya dengan Allah dan hari yang akhir, dan mengerjakan amal yang saleh, maka bagi mereka itu pahala di sisi Tuhan; dan tidaklah ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka itu akan berdukacita.” (QS al-Baqarah: 62).

Wallahu a’lam.Rol

No comments: