Nasihat-Nasihat Imam Ghazali Untuk Penguasa

 Nizamuddin Fakhrul Mulk merupakan seorang perdana menteri dari Kesultanan Seljuk yang mengangkat Abu Hamid Muhammad Al Ghazali sebagai seorang mufti di Baghdad. Tidak hanya itu, Al Ghazali pun diberikan posisi sebagai seorang rektor di Universitas Nizamiah.

Meski demikian, sang imam tidak ragu untuk mengingatkan Nizamuddin agar selalu bertakwa kepada Allah SWT. Kepada Nizamuddin, Al Ghazali mengingatkan untuk menghindari pemakaian gelar-gelar yang sifatnya memuji. Dia pun mengutip salah satu sabda Rasulullah SAW. “Saya sebagaimana juga orang-orang yang rendah hati dan takwa di antara umatku, membenci gelar-gelar dan julukan yang muluk-muluk.”

Imam Al Ghazali mengungkapkan makna sebenarnya dari seorang Amir. Al Ghazali menjelaskan, Amir memiliki arti harfiah di dalam Islam, yakni seseorang yang dapat menguasai nafsu dan syahwatnya secara mutlak. Bagi Al Ghazali, hanya orang dengan keutamaan Amir sejati yang menjadi Amir sesungguhnya meski semua manusia tidak memanggilnya dengan sebutan Amir. Sebaliknya, seorang tanpa kualitas Amir bukanlah Amir sesungguhnya meski dia dipanggil Amir.
Dalam suratnya yang kedua, Imam Al Ghazali mengingatkan kepada Nizamudin tentang bencana besar yang akan terjadi jika dia menunjuk seorang hakim berakhlak buruk. Mereka pergi ke Tanah Suci di Makkah, tetapi saat berada di Baghdad, mereka menghabiskan hari-harinya dengan anggur dan objek kesenangan yang haram.

Menurut sang imam, peradilan merupakan lembaga yang diharapkan dapat menyelenggarakan tugas-tugas warisan Nabi SAW. Hakim-hakim pun dituntut untuk mengambil keputusan sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah. Dia mesti mengadili sesuai dengan ajaran Allah tentang keadilan yang diwahyukan dalam Alquran.

“Jika Anda tidak mau luput dari kasih sayang dan penghargaan sejati yang semestinya Anda berikan kepada Nabi Muhammad SAW, dan berkehendak untuk melayani orang-orang Islam dengan hati yang ikhlas, tentu Anda hanya akan mengangkat seseorang yang sudah dikenal rasa tanggung jawab, ketulusan dan kesalehannya untuk menempati jabatan hakim.”

Imam Al Ghazali pun memberi gambaran bahwa salah satu tugas utama hakim adalah menjaga hak milik anak yatim. Jika seorang hakim tidak melaksanakan tugas-tugas dengan jujur dan tulus terhadap anak yatim, bagaimana dia bisa diharapkan untuk melaksanakan keadilan secara baik terhadap orang lain. Lain halnya hakim-hakim jujur dan saleh. Dengan keputusan mereka yang baik, mereka akan menghibur orang-orang patah hati. Hakim-hakim ini pun akan menaungi orang-orang miskin tertindas yang dicampakkan oleh ketidakadilan dan kejahatan pegawai negara.

Dalam surat lainnya, Imam Al Ghazali menekankan keharusan penguasa untuk memihak kepada rakyat miskin. Di dalam surat ini, secara khusus imam Al Ghazali meminta Nizamuddin untuk bertafakkur selama satu hingga dua jam. Perdana menteri itu diminta untuk bertafakur tentang orang-orang miskin yang darah dan keringatnya telah dihisap oleh pegawai-pegawai pemerintah. Imam berjuluk Hujjatul Islam ini pun merumuskan satu doa untuk dibaca oleh Nizamuddin.

‘Ya Rabbi! Saya berdoa kepada-Mu untuk melindungi saya dari kejahatan-kejahatan yang Engkau ketahui. Pencipta segala, Yang Maha Kuasa dan bijaksana, bantulah saya di dalam zikir kepada-Mu, dan agar menjadi orang yang sungguh bersyukur kepada-Mu atas keadaan saya sekarang dan apa yang saya harapkan terjadi. Penguasa bumi, Yang Mempunyai Kerajaan Yang Kekal dan Yang Kedaulatan-Nya Abadi, kasihanilah raja-raja yang kerajaannya berada di tepi bencana yang paling mengerikan. Bangunkan dia dari tekanan jiwa, dan mampukan dia untuk bekerja dengan jujur dan penuh semangat bagi rakyat banyak, baik secara moral maupun ekonomi. ‘

‘Tahun-tahun saya diliputi dengan kegelisahan tentang masa depan Kerajaan Seljuq. Engkau adalah penolong bagi orang yang menderita dan penawar semua kegetiran. Tawarkanlah kegelisahan-kegelisahan saya. Jika tidak Engkau ulurkan kasih- Mu kepada diri yang ikhlas seperti ini, tidak akan ada lagi bantuan lain bagi suatu jiwa yang patah, dan tidak ada lagi pelipur bagi hati yang terluka.’


Al Ghazali pun berkata, sedikit kemurahan di dalam kerajaan duniawi ini di anugerahkan kepada abdi-abdi-Nya. Rasa syukur terbaik yang bisa disampaikan adalah dengan menegakkan kebenaran, menghapus kekejaman, dan penindasan. Berbelas kasih kepada orang-orang yang hina dan miskin. Allah SWT pun telah meng isyaratkan ini di dalam Alquran. “Hai Daud! Sesungguhnya Kami jadikan kamu khalifah di muka bumi. Maka, berilah keputusan di antara manusia dengan adil. Dan, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (QS 38:26).

Dalam surat terakhirnya kepada Nizamuddin, Imam Al Ghazali mengungkapkan, penolakannya untuk kembali menerima jabatan sebagai imam besar di Universitas Nizamiah di Baghdad. Al Ghazali mengaku, sudah bahagia berada di Thus. Berkumpul dengan murid dan keluarganya. Jika pergi ke Baghdad, Al Ghazali mengatakan, kepergiannya itu hanya akan didasari satu di antara dua alasan. Pertama, demi kekayaan dan kemuliaan duniawi. Kedua, demi menambah prestasi-prestasi keagamaannya.

Lagi pula, Imam Al Ghazali mengungkapkan, dia telah mengucap janji saat mengunjungi makam Hadrat Ibrahim AS. Pertama, dia tidak akan mendatangi istana raja. Kedua, tidak akan menerima segala bentuk pembayaran dari pemerintah. Ketiga, tidak akan menyibukkan diri dalam segala bentuk perselisihan keagamaan. (Disarikan dari buku Surat-Surat Al Gha zali Kepada Para Penguasa, Pejabat Negara dan Ulama karya Abdul Qayyum).(kl/rol)

No comments: