Surat An-Najm Ayat 13-18: Ketika Rasulullah SAW di Sidratul Muntaha Bersama Jibril
Surat An-Najm ayat 13-18 menceritakan kisah tentang bagaimana Rasulullah SAW naik ke langit hingga ke sidratul muntaha dan melihat wujud malaikat Jibril dalam keadaan aslinya. Umumnya para ulama tafsir menyebutkan bahwa ayat inilah yang menyebutkan dengan tegas peristiwa miraj Nabi Muhammad SAW .
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17) لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (18)
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratilmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. ( QS An-Najm : 13-18)
Ibnu Katsir mengutip Imam Ahmad dari Ibnu Mas'ud r.a. sehubungan dengan makna ayat ini: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.
Bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: Aku melihat Jibril (dalam rupa aslinya), ia memiliki enam ratus sayap, dari bulu-bulu sayapnya bertebaran beraneka warna mutiara dan yaqut.
Ibnu Katsir mengatakan sanad hadis ini jayyid (baik) lagi kuat.
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Jibril datang kepadaku dengan mengenakan pakaian yang bertaburan penuh dengan mutiara."
Melihat Tuhan
Di sisi lain, Ibnu Katsir juga memaparkan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ismail yang mengatakan bahwa Masruq datang kepada Aisyah ra, lalu bertanya: "Wahai Ummul Mu’minin, apakah Muhammad SAW telah melihat Tuhannya?"
Aisyah menjawab, "Subhanallah, sesungguhnya bulu kudukku berdiri mendengar pertanyaanmu itu, lalu di manakah akalmu dari tiga perkara yang barang siapa mengatakannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Yaitu orang yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta."
Kemudian Aisyah ra membaca firman Allah SWT: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. (QS Al-An'am: 103)
Dan firman Allah SWT: Dan tiada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir. ( QS Asy-Syura : 51) Dan barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa dirinya mengetahui apa yang akan terjadi besok, maka sesungguhnya dia telah berdusta.
Kemudian Aisyah ra membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. ( QS Luqman : 34), hingga akhir ayat.
Dan barang siapa yang menceritakan kepadamu bahwa Muhammad telah menyembunyikan sesuatu, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Kemudian Aisyah membaca firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (QS Al-Maidah: 67) Akan tetapi, dia hanya melihat Jibril dalam rupanya yang asli sebanyak dua kali.
Dua Kali Melihat Jibril
Selanjutnya Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari dari Masruq yang mengatakan bahwa ketika ia ada di hadapan Aisyah, ia bertanya bahwa bukankah Allah SWT telah berfirman: Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. ( QS At-Takwir : 23) Dan firman Allah SWT: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (QS An-Najm: 13)
Maka Siti Aisyah menjawab bahwa dialah orang pertama dari umat ini yang menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau SAW menjawab: Sesungguhnya dia itu hanyalah Jibril. Nabi SAW tidak melihat Jibril dalam rupanya yang asli kecuali hanya sebanyak dua kali. Nabi SAW melihat Jibril as turun dari langit ke bumi, sedangkan cakrawala yang ada antara langit dan bumi tertutup oleh kebesaran tubuhnya.
Begitu pula menurut apa yang telah diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Asy-Sya'bi dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Abdullah ibnu Syaqiq yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Dzar , bahwa seandainya dirinya menjumpai Rasulullah SAW, tentulah dia akan bertanya.
Abu Dzar bertanya, "Pertanyaan apakah yang akan engkau ajukan kepada beliau?"
Aku menjawab, "Apakah dia pernah melihat Tuhannya?"
Abu Dzar berkata, "Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, lalu beliau SAW menjawab: 'Sesungguhnya aku telah melihat-Nya berupa nur (cahaya), lalu mana mungkin aku dapat melihat-Nya'?”
Demikianlah menurut bunyi teks yang ada pada Imam Ahmad.
Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur dengan dua lafaz. Dari Abu Dzar yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?"
Nabi SAW menjawab: "Yang kulihat hanya nur, mana mungkin aku dapat melihat-Nya."
Al-Khalal telah meriwayatkan suatu pendapat yang menilai hadis ini mengandung kelemahan, bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang hadits ini, maka ia menjawab, "Aku masih tetap menganggapnya berpredikat munkar," tetapi aku tidak mengetahui apa alasannya.
Ibnu Abu Hatim juga meriwayatkan dari Abu Dzar yang mengatakan bahwa Nabi SAW telah melihat Tuhannya dengan pandangan hatinya dan tidak melihat-Nya dengan pandangan matanya.
Ibnu Khuzaimah berupaya membuktikan bahwa hadis ini munqati' (ada mata rantai perawi yang terputus). Sedangkan Ibnul Juzi' menakwilkan hadis ini dengan pengertian bahwa barangkali Abu Dzar menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW sebelum beliau menjalani Isra. Karena itulah maka Abu Dzar ra menjawab Abdullah ibnu Syaqiq dengan jawaban tersebut. Tetapi seandainya Abu Dzar menanyakan hal itu kepada Nabi SAW setelah peristiwa" Isra, niscaya Nabi SAW akan menjawabnya dengan jawaban positif (ya).
Ibnu Katsir mengatakan takwil Ibnul Juzi dinilai lemah karena sesungguhnya Aisyah ra telah menanyakan hal itu sesudah peristiwa Isra. Ternyata jawaban beliau SAW tidak menguatkan bahwa beliau telah melihat-Nya dengan terang-terangan. Dan mengenai orang yang berpendapat bahwa Nabi SAW berbicara kepada Aisyah ra disesuaikan dengan kemampuan daya tangkapnya, atau berupaya untuk menyalahkan pendapat Aisyah.
Seperti Ibnu Khuzaimah di dalam kitab Tauhid-nya, maka sesungguhnya dia sendirilah yang keliru, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa aslinya) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13), Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Nabi SAW telah melihat Jibril as.
Mujahid juga mengatakan Rasulullah SAW telah melihat Jibril as dalam bentuknya yang asli sebanyak dua kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya.
Sidratul Muntaha
Firman Allah SWT:
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (QS An-Najm: 16)
Ibnu Katsir mengatakan Sidratul Muntaha itu diliputi oleh para malaikat seperti halnya burung-burung gagak (yang menghinggapi sebuah pohon), dan Sidratul Muntaha diliputi oleh nur Tuhan Yang Maha Agung, diliputi pula oleh beraneka warna yang hakikatnya tidak aku ketahui.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah SAW menjalani Isra, sampailah beliau di Sidratul Muntaha yang ada di langit yang ketujuh. Dari situlah berhenti semua yang naik dari bumi, lalu diambil darinya; dan darinya pula berhenti segala sesuatu yang turun dari atasnya, lalu diambil darinya. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Bahwa yang meliputinya itu adalah kupu-kupu emas. Dan Rasulullah SAW diberi tiga perkara, yaitu sholat lima waktu, ayat-ayat yang terakhir dari surat Al-Baqarah, dan diberi ampunan bagi orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun dari kalangan umatnya, yang semuanya itu merupakan hal-hal yang pasti.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal). Abu Ja’far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Abu Hurairah atau lainnya —Abu Ja'far ragu—yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW menjalani Isra, sampailah beliau di Sidratul Muntaha, lalu dikatakan kepadanya, ''Inilah Sidrah," dan tiba-tiba Sidrah diliputi oleh cahaya Tuhan Yang Maha Pencipta, lalu diliputi pula oleh para malaikat yang pemandangannya seperti burung-burung gagak yang menghinggapi sebuah pohon. Maka Allah SWT berbicara kepadanya di tempat itu. Untuk itu Allah SWT berfirman, "Mintalah!"
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid terkait surat An-Najm: 16 ini bahwa dahan-dahan Sidrah terdiri dari mutiara, yaqut, dan zabarjad. Maka Muhammad SAW melihatnya dan melihat Tuhannya dengan mata hatinya.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa pernah ditanyakan, "Wahai Rasulullah, sesuatu apakah yang engkau lihat menutupi Sidrah itu?"
Nabi SAW menjawab: "Aku melihat kupu-kupu emas menutupi Sidratil Muntaha, dan aku melihat pada tiap-tiap daunnya terdapat malaikat yang berdiri seraya bertasbih menyucikan Allah SWT."
Firman Allah SWT:
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى
Penglihatan (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (QS An-Najm: 17)
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa pandangan mata Nabi SAW tidak ditolehkan ke arah kanan dan tidak pula ke arah kiri.
{وَمَا طَغَى}
dan tidak (pula) melampauinya (An-Najm: 17). Yakni melampaui dari apa yang diperintahkan kepadanya. Ini merupakan sifat yang agung yang menggambarkan keteguhan hati dan ketaatan, karena sesungguhnya Nabi SAW tidak berbuat melainkan berdasarkan apa yang diperintahkan kepadanya, tidak pula pernah meminta lebih dari apa yang diberikan kepadanya.
Firman Allah SWT:
لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang paling besar. (QS An-Najm: 18)
Menurut Ibnu Katsir, ayat tersebut semakna dengan firman-Nya:
لِنُرِيَكَ مِنْ آيَاتِنَا
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. ( QS Al-Isra : 1) yang menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran Kami.
Berdasarkan kedua ayat ini sebagian ulama ahli sunnah wal jama'ah mengatakan bahwa penglihatan di malam itu tidak terjadi, karena Allah SWT menyebutkan dalam firman-Nya: Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang paling besar. Ibnu Katsir mengatakan seandainya dia melihat Tuhannya, niscaya hal tersebut diberitakan dan orang-orang pun mengatakan hal yang sama.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment