Ubaidillah bin Ziyad, Minta Dibai'at sebagai Khalifah, Mati dengan Kepala Dipenggal
Sejak Muawiyah bin Abu Sufyan memaksakan putranya yang sama sekali tidak kompeten, bahkan berbanding terbalik dengan kualifikasi para sahabat utama Nabi SAW, kewibawaan kursi khalifah terjun bebas. Hal ini digenapi pula dengan kebijakan-kebijakan Yazid bin Muawiyah yang kontra-produktif bahkan ngawur selama periode masa pemerintahannya.
Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya "The History Of Islam" menyebutkan tak ayal, semua orang akhirnya merasa layak menjadi khalifah, tak terkecuali Ubaidillah bin Ziyad, sosok yang kekejamannya sangat masyur di panggung sejarah.
Tanpa malu ia mendapuk dirinya sendiri menjadi khalifah kaum Muslimin dan mengambil bai’at dari masyarakat di Basrah dan Kufah, yang umumnya adalah mendukung Husein bin Ali.
Ibnu Ziyad jelas nekad. Luka atas tindakan dirinya dan pasukannya di Karbala belum lagi sembuh, dan sekarang mereka diminta untuk memberikan bai’atnya pada pembunuh junjungannya. Ini jelas kesalahan yang fatal.
Di Basrah, Ibn Ziyad berhasil mendapatkan bai’at. Tapi semua tahu, termasuk Ibn Ziyad sendiri, bahwa mereka tidak benar-benar tulus memberikannya. Sedang di Kufah, masyarakatnya terang-terangan menolak. Di tolak di Kufah, akhirnya ia berangkat ke Damaskus.
Gubernur Kufah dan Bashrah
Ibnu Ziyad adalah gubernur Umayyah di Basra, Kufah dan Khurasan selama masa pemerintahan khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan dan Yazid bin Muawiyah.
Sayyid Hasan al-Husaini dalam buku berjudul "Hasan dan Husain the Untold Story" menjelaskan Ibnu Ziyad, adalah sosok gubernur yang zalim, berhati busuk, suka mencela para sahabat, dan membenci Ahlul Bait. Dialah yang menolak semua tawaran al-Husein karena lebih suka melihat cucu Nabi itu mati.
Dia pula yang mencocok-cocok dan memukul-mukul kepala al-Husain dengan tombak kecil miliknya. Setelah al-Mukhtar ats-Tsaqafi berhasil memerangi penduduk Kufah pada akhir tahun 61 Hijriyah, dia pun mengutus Ibrahim bin al-Asytar menyerang pasukan Ubaidillah bin Ziyad.
Dalam Tarikh Ibnu Khaldun disebutkan, pasukan Ibrahim kemudian berhadapan dengan pasukan Ubaidillah hingga peperangan hebat pun tidak bisa dielakkan. Dalam pertempuran itu pasukan Ubaidillah kalah.
Ubaidillah dan para pengikutnya mati terbunuh, di antaranya Hushain bin Numair. Kepala Ubaidillah kemudian dipenggal dan dibawa ke hadapan al-Mukhtar ats-Tsaqafi.
Allah Ta'ala menakdirkan Ibnu Ziyad terbunuh pada hari Asyura (10 Muharram) tahun 67 Hijriyah, persis seperti hari kematian al-Husein di Karbala. Al-Mukhtar kemudian mengirim kepala Ibnu Ziyah ke Abdullah bin Zubair, lalu kepala itu dikirimkan kepada Ali bin al-Husein (Ali Zainal Abidin) (Al-Istii'ab).
Saat kepala Ubaidillah bin Ziyad dan para pengikutnya tiba, kepala-kepala tersebut disusun di pelataran masjid. Umarah bin Umari yang menuturkan kisah ini mengatakan, "Aku pun segera menghampiri kerumunan massa saat mereka mengatakan: "Ada ular datang, ada ular!"
Tanpa diduga, seekor ular datang lalu menyelinap di antara kepala-kepala tersebut hingga masuk ke dalam lubang hidung Ibnu Ziyad selama beberapa saat, lalu keluar lagi dan pergi entah ke mana. Tidak lama berselang, orang-orang kembali berteriak: "Ada ular, ada ular datang!" Ular itu melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, dan kejadian ini berulang hingga dua atau tiga kali" (At-Tirmidzi).
Kisah Tragis
Ada banyak riwayat yang mengisahkan hukuman Allah terhadap para pembunuh al-Husein bin Ali bin Abi Thalib, dan sebagian besarnya merupakan kisah sahih.
Ibnu Katsir dalam bukunya berjudul al-Bidayah wan Nihayah menuturkan, sebagian besar riwayat tentang petaka yang menimpa para pembunuh al-Husein adalah sahih. Sedikit sekali dari mereka yang berhasil selamat dari petaka dunia. Tidak seorang pun dari mereka yang mati tanpa menderita sakit sebelumnya, dan kebanyakan mereka menderita penyakit gila."
"Aku mendengar perihal seorang laki-laki yang sengaja buang air besar di atas makam al-Husein bin Ali. Maka Allah menimpakan penyakit gila, lepra, sopak, dan berbagai penyakit serta musibah kepada keluarganya," tutur Al-A'masy dalam Tarikh Dimasyq.
Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya "The History Of Islam" menyebutkan tak ayal, semua orang akhirnya merasa layak menjadi khalifah, tak terkecuali Ubaidillah bin Ziyad, sosok yang kekejamannya sangat masyur di panggung sejarah.
Tanpa malu ia mendapuk dirinya sendiri menjadi khalifah kaum Muslimin dan mengambil bai’at dari masyarakat di Basrah dan Kufah, yang umumnya adalah mendukung Husein bin Ali.
Ibnu Ziyad jelas nekad. Luka atas tindakan dirinya dan pasukannya di Karbala belum lagi sembuh, dan sekarang mereka diminta untuk memberikan bai’atnya pada pembunuh junjungannya. Ini jelas kesalahan yang fatal.
Di Basrah, Ibn Ziyad berhasil mendapatkan bai’at. Tapi semua tahu, termasuk Ibn Ziyad sendiri, bahwa mereka tidak benar-benar tulus memberikannya. Sedang di Kufah, masyarakatnya terang-terangan menolak. Di tolak di Kufah, akhirnya ia berangkat ke Damaskus.
Gubernur Kufah dan Bashrah
Ibnu Ziyad adalah gubernur Umayyah di Basra, Kufah dan Khurasan selama masa pemerintahan khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan dan Yazid bin Muawiyah.
Sayyid Hasan al-Husaini dalam buku berjudul "Hasan dan Husain the Untold Story" menjelaskan Ibnu Ziyad, adalah sosok gubernur yang zalim, berhati busuk, suka mencela para sahabat, dan membenci Ahlul Bait. Dialah yang menolak semua tawaran al-Husein karena lebih suka melihat cucu Nabi itu mati.
Dia pula yang mencocok-cocok dan memukul-mukul kepala al-Husain dengan tombak kecil miliknya. Setelah al-Mukhtar ats-Tsaqafi berhasil memerangi penduduk Kufah pada akhir tahun 61 Hijriyah, dia pun mengutus Ibrahim bin al-Asytar menyerang pasukan Ubaidillah bin Ziyad.
Dalam Tarikh Ibnu Khaldun disebutkan, pasukan Ibrahim kemudian berhadapan dengan pasukan Ubaidillah hingga peperangan hebat pun tidak bisa dielakkan. Dalam pertempuran itu pasukan Ubaidillah kalah.
Ubaidillah dan para pengikutnya mati terbunuh, di antaranya Hushain bin Numair. Kepala Ubaidillah kemudian dipenggal dan dibawa ke hadapan al-Mukhtar ats-Tsaqafi.
Allah Ta'ala menakdirkan Ibnu Ziyad terbunuh pada hari Asyura (10 Muharram) tahun 67 Hijriyah, persis seperti hari kematian al-Husein di Karbala. Al-Mukhtar kemudian mengirim kepala Ibnu Ziyah ke Abdullah bin Zubair, lalu kepala itu dikirimkan kepada Ali bin al-Husein (Ali Zainal Abidin) (Al-Istii'ab).
Saat kepala Ubaidillah bin Ziyad dan para pengikutnya tiba, kepala-kepala tersebut disusun di pelataran masjid. Umarah bin Umari yang menuturkan kisah ini mengatakan, "Aku pun segera menghampiri kerumunan massa saat mereka mengatakan: "Ada ular datang, ada ular!"
Tanpa diduga, seekor ular datang lalu menyelinap di antara kepala-kepala tersebut hingga masuk ke dalam lubang hidung Ibnu Ziyad selama beberapa saat, lalu keluar lagi dan pergi entah ke mana. Tidak lama berselang, orang-orang kembali berteriak: "Ada ular, ada ular datang!" Ular itu melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, dan kejadian ini berulang hingga dua atau tiga kali" (At-Tirmidzi).
Kisah Tragis
Ada banyak riwayat yang mengisahkan hukuman Allah terhadap para pembunuh al-Husein bin Ali bin Abi Thalib, dan sebagian besarnya merupakan kisah sahih.
Ibnu Katsir dalam bukunya berjudul al-Bidayah wan Nihayah menuturkan, sebagian besar riwayat tentang petaka yang menimpa para pembunuh al-Husein adalah sahih. Sedikit sekali dari mereka yang berhasil selamat dari petaka dunia. Tidak seorang pun dari mereka yang mati tanpa menderita sakit sebelumnya, dan kebanyakan mereka menderita penyakit gila."
"Aku mendengar perihal seorang laki-laki yang sengaja buang air besar di atas makam al-Husein bin Ali. Maka Allah menimpakan penyakit gila, lepra, sopak, dan berbagai penyakit serta musibah kepada keluarganya," tutur Al-A'masy dalam Tarikh Dimasyq.
Menurut Ibnu Katsir, para pembunuh al-Husein dan ahlul baitnya juga menjadi buronan yang terus dikejar pasukan al-Mukhtar bin Abu Ubaid ats-Tsaqafi, seorang yang ingin menuntut balas atas kematian al-Husein dan ahlul baitnya pada tragedi Karbala. Akhirnya, pasukan ini berhasil menggelandang mereka satu per satu ke hadapan al-Mukhtar. Al-Mukhtar lantas memerintahkan untuk membunuh mereka dengan cara yang berbeda-beda, sesuai dengan kekejian mereka terhadap al-Husein ketika itu.
Salah seorang pembunuh bernama Syamr bin Dzul Jausyan, menurut az- Zarkali dalam al-Alam, dibunuh dalam sebuah penyergapan yang dilakukan pasukan al-Mukhtar. Ketika itu, Syamr menghadapi pasukan tersebut tanpa sempat mengenakan baju atau menyentuh pedangnya. Syamr memang sempat melukai mereka, namun Abu Umarah kemudian berhasil membunuhnya. Jasadnya lalu dilemparkan untuk makanan anjing.
Khauli bin Yazid al-Ashbahi juga mengalami nasib yang sama, ia dibunuh lalu jasadnya dibakar. Pasukan al-Mukhtar menghukumnya demikian karena dialah yang membawa kepala al-Husein.
Umar bin Sa'ad bin Abu Waqqash juga mati dibunuh. Ia adalah komandan pasukan yang membunuh al-Husein. Anaknya, Hafsh, juga ikut dibunuh.
Sedangkan Sinan bin Anas, laki-laki yang dituduh sebagai pembunuh al-Husain lari dan menjadi buronan, namun rumahnya dirobohkan.
Adapun Hakim bin Thufail ath-Tha-i, orang yang memanah al-Husein, ia juga dibunuh pasukan al-Mukhtar. Demikian pula dengan nasib Umar bin Shabah ash-Shad.
Menurut catatan Ibnu Khaldun dalam Tarikhnya, al-Mukhtar terus memburu para pembunuh al-Husein. Setelah mendapat informasi tentang keberadaan Ubaidillah bin Asad al-Juhani, Malik bin Nasir al- Kindi, dan Haml bin Malik al-Muharibi, yaitu di wilayah Qadisiyah, ia langsung meringkus dan membunuh mereka.
Dia juga menangkap Ziyad bin Malik Adh Dhuba'i, Imran bin Khalid al- Atsari, Abdurrahman bin Abu Hasykah al-Bajali, dan Abdullah bin Qais al-Khaulani. Orang-orang inilah yang dahulu merampas bahan pewarna pakaian yang dibawa al-Husein.
Al-Mukhtar lalu membunuh mereka semua. Abdullah (atau Abdurrahman) bin Thalhah dan Abdullah bin Wuhaib al-Hamdani, yaitu sepupu al-A'masy, juga ditangkap dan dibunuh.
Utsman bin Khalid al-Juhani dan Abu Asma' Bisyr bin Samith al-Qabisi juga bernasib sama. Keduanya terlibat dalam pembunuhan Abdurrahman bin Aqil dan merampas barang-barang miliknya. Setelah ditangkap, keduanya dibunuh dan dibakar.
Para pembunuh al-Husein terus diburu dan dibunuh dengan cara yang berbeda-beda. Jika si pelaku tidak ditemukan, rumahnya pasti dirobohkan.
Salah seorang pembunuh bernama Syamr bin Dzul Jausyan, menurut az- Zarkali dalam al-Alam, dibunuh dalam sebuah penyergapan yang dilakukan pasukan al-Mukhtar. Ketika itu, Syamr menghadapi pasukan tersebut tanpa sempat mengenakan baju atau menyentuh pedangnya. Syamr memang sempat melukai mereka, namun Abu Umarah kemudian berhasil membunuhnya. Jasadnya lalu dilemparkan untuk makanan anjing.
Khauli bin Yazid al-Ashbahi juga mengalami nasib yang sama, ia dibunuh lalu jasadnya dibakar. Pasukan al-Mukhtar menghukumnya demikian karena dialah yang membawa kepala al-Husein.
Umar bin Sa'ad bin Abu Waqqash juga mati dibunuh. Ia adalah komandan pasukan yang membunuh al-Husein. Anaknya, Hafsh, juga ikut dibunuh.
Sedangkan Sinan bin Anas, laki-laki yang dituduh sebagai pembunuh al-Husain lari dan menjadi buronan, namun rumahnya dirobohkan.
Adapun Hakim bin Thufail ath-Tha-i, orang yang memanah al-Husein, ia juga dibunuh pasukan al-Mukhtar. Demikian pula dengan nasib Umar bin Shabah ash-Shad.
Menurut catatan Ibnu Khaldun dalam Tarikhnya, al-Mukhtar terus memburu para pembunuh al-Husein. Setelah mendapat informasi tentang keberadaan Ubaidillah bin Asad al-Juhani, Malik bin Nasir al- Kindi, dan Haml bin Malik al-Muharibi, yaitu di wilayah Qadisiyah, ia langsung meringkus dan membunuh mereka.
Dia juga menangkap Ziyad bin Malik Adh Dhuba'i, Imran bin Khalid al- Atsari, Abdurrahman bin Abu Hasykah al-Bajali, dan Abdullah bin Qais al-Khaulani. Orang-orang inilah yang dahulu merampas bahan pewarna pakaian yang dibawa al-Husein.
Al-Mukhtar lalu membunuh mereka semua. Abdullah (atau Abdurrahman) bin Thalhah dan Abdullah bin Wuhaib al-Hamdani, yaitu sepupu al-A'masy, juga ditangkap dan dibunuh.
Utsman bin Khalid al-Juhani dan Abu Asma' Bisyr bin Samith al-Qabisi juga bernasib sama. Keduanya terlibat dalam pembunuhan Abdurrahman bin Aqil dan merampas barang-barang miliknya. Setelah ditangkap, keduanya dibunuh dan dibakar.
Para pembunuh al-Husein terus diburu dan dibunuh dengan cara yang berbeda-beda. Jika si pelaku tidak ditemukan, rumahnya pasti dirobohkan.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment