Ketika Kaum Kafir Tawarkan Jalan Tengah: Tahun Ini Menyembah Allah, Tahun Berikutnya Berhala
Merasa berat membendung dakwah Nabi Muhammad SAW , kaum kafir Quraisy sempat mengajak kompromi kepada Rasulullah. Kaum kafir itu mengajukan penawaran untuk mempertemukan Islam dan Jahiliyah di jalan tengah.
Mereka meminta agar Rasulullah menyembah sesembahan mereka selama setahun, dan untuk setahun berikutnya barulah mereka menyembah Tuhannya Muhammad.
Ath-Thabari dalam bukunya berjudul "Tarikh al-Rusul wa al-Muluk" menyebutkan tiga tahun setelah penetapan misinya (sebagai Nabi), Allah Taala memerintahkan Nabi-Nya untuk memberitakan pesan ilahi yang telah diterimanya, untuk menyatakannya di depan umum kepada orang-orang, dan menyeru mereka kepada hal itu. Allah berfirman kepadanya:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
"Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik". ( QS Al-Hijr : 94)
Menurut Ath-Thabari, dalam tiga tahun misi sebelumnya, sampai beliau diperintahkan untuk menyeru orang-orang secara terbuka kepada Allah, beliau tetap merahasiakan dakwahnya dan (melakukannya) secara diam-diam. Kemudian Allah mewahyukan:
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: ‘Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.’.” ( QS Asy-Syuara : 214-216)
Setelah Rasulullah SAW mulai melancarkan dakwahnya secara terang-terangan di Mekkah. Pada awalnya orang-orang kafir Quraisy mencoba membendung dakwah Rasulullah dengan cara-cara yang relatif “sopan”, dalam artian tidak melampaui batas sampai ke arah fisik.
Mereka melontarkan ejekan, menghina, mengolok-olok, dan menjadikan Muslim sebagai bahan tertawaan. Mereka juga menjelek-jelekkan ajaran Rasulullah, membangkitkan keraguan-keraguan, dan menyebarkan anggapan-anggapan yang menyangsikan ajaran Islam.
Selain itu, mereka menyebarkan dongeng-dongeng terdahulu agar orang-orang yang sudah pernah mendengarkan ayat Al-Quran melupakan isinya. Dengan dongeng-dongeng ini mereka berusaha membuat sibuk orang-orang agar mereka meninggalkan Al-Quran.
Dan yang terakhir, mereka berusaha membuat beberapa penawaran, atau kompromi. Orang-orang Quraisy mengajukan penawaran kepada Nabi Muhammad untuk mempertemukan Islam dan Jahiliyah di jalan tengah.
Di antaranya, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan ath-Thabrani, mereka meminta agar Rasulullah menyembah sesembahan mereka selama setahun, dan untuk setahun berikutnya barulah mereka menyembah Tuhannya Muhammad.
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dalam "Sirah Nabawiyah" memaparkan setelah berbulan-bulan cara-cara di atas dinilai tidak membuahkan hasil, dan dakwah Islam tetap berjalan, maka orang-orang kafir Quraisy berkumpul kembali, dan bahkan membentuk kepanitiaan khusus yang terdiri dari 25 orang pemuka Quraisy. Pemimpin mereka adalah Abu Lahab, paman Rasulullah sendiri.
Setelah bermusyawarah dan beradu argumentasi, akhirnya mereka membuat keputusan bulat untuk menghadang Rasulullah dan sahabat-sahabatnya dengan cara baru, yakni dengan mengganggu Rasulullah, menyiksa orang-orang yang masuk Islam, dan menghadang mereka dengan berbagai siasat dan cara.
Khalid Muhammad Khalid dalam "Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah" menyebut salah satu pemuka Quraisy, Abu Jahal, kemudian melancarkan ancaman dan gertakan kepada Muslim, “Engkau berani meninggalkan agama nenek moyangmu padahal mereka lebih baik daripadamu! Akan kamu uji sampai di mana ketabahanmu, akan kami jatuhkan kehormatanmu, akan kami rusak perniagaanmu, dan akan kami rusak harta bendamu!”
Kepada Rasulullah sendiri, yang tadinya mereka masih berusaha menghormati karena beliau dilindungi oleh Abu Thalib , paman Rasulullah yang merupakan tokoh Mekkah dan keberadaannya sangat diperhitungkan, kini mulai berani. Mulai dari mengumpat, melempari batu, hingga melempari kotoran, itu semua mereka lakukan terhadap Rasulullah SAW .
Pernah suatu waktu, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud, Nabi Muhammad sholat di dekat Kabah, sedangkan Abu Jahal dan teman-temannya sedang duduk-duduk. Sebagian di antara mereka ada yang berkata kepada sebagian yang lain, “Siapakah di antara kalian yang berani mengambil kotoran unta yang disembelih di Bani Fulan, dan meletakkannya di punggung Muhammad selagi sedang sholat?”
Maka manusia yang paling celaka, Uqbah bin Abu Muith yang melaksanakannya. Dia menunggu dan mengintai. Tatkala beliau sedang sujud kepada Allah, maka dia meletakkan kotoran itu di antara pundak beliau. Mereka kemudian tertawa terbahak-bahak, sampai badan mereka terguncang-guncang mengenai teman di sampingnya.
Saat itu Rasulullah yang sedang bersujud tetap bersujud dan tidak mengangkat kepalanya, hingga putri Rasulullah, Fatimah, datang menghampiri beliau, lalu membuang kotoran itu dari punggungnya. Baru setelah itu beliau mengangkat kepala.
Meski demikian, gangguan-gangguan semacam itu tidak begitu berarti bagi Rasulullah karena beliau memiliki kepribadian yang tiada duanya, berwibawa, dan dihormati oleh setiap orang. Di samping itu, bagaimanapun beliau masih mendapat perlindungan dari Abu Thalib, pamannya, sekaligus orang yang paling dihormati dan disegani di Makkah.
Tetapi lain halnya dengan orang-orang beriman yang berasal dari kalangan penduduk Mekkah yang lemah dan miskin, atau dari golongan budak belian, orang-orang Quraisy bisa melakukan hal yang jauh melampaui batas terhadap mereka.
Setiap kabilah menyiksa siapapun yang condong kepada Islam dengan berbagai macam siksaan. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak memiliki kabilah, maka mereka akan diserahkan kepada para pemuka kaum, untuk mendapatkan berbagai macam tekanan.
Beberapa budak yang telah masuk Islam juga mengalami penyiksaan dari orang-orang Quraisy, salah satunya adalah Bilal bin Rabah. Setelah berhari-hari disiksa, Bilal digelandang menuju padang pasir, ditelanjangi kemudian ditindih dengan batu panas.
Sementara dia disiksa, datanglah Abu Bakar as-Shiddiq , dia berseru, “Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki karena mengatakan bahwa Tuhanku ialah Allah?”
Kemudian dia berkata kepada Umayyah bin Khalaf, tuan pemilik Bilal, “Terimalah ini untuk tebusannya, lebih tinggi dari harganya, dan bebaskan dia!”
Umayyah adalah seorang saudagar, dia melihat peluang keuntungan di sana, ketimbang membunuhnya, lebih baik dia menjualnya karena akan mendatangkan uang. Umayyah setuju dengan penawaran Abu Bakar.
“Bawahlah dia! Demi Lata dan Uzza, seandainya harga tebusannya tak lebih dari satu ugia, pastilah dia akan kulepas juga,” kata Umayyah.
Abu Bakar kemudian menjawab, “Demi Allah, seandainya kalian tidak hendak menjualnya kecuali seratus ugia, pastilah akan kubayar juga!” Demikianlah akhirnya Bilal memperoleh kebebasannya.
Kemudian pergilah Abu Bakar sambil mengepit Bilal untuk menemui Nabi Muhammad SAW, dan menyampaikan berita gembira tentang kebebasan Bilal sebagai orang merdeka.
Dalam riwayat terkait, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Masud mengatakan bahwa Abu Bakar membeli Bilal dari Umayyah bin Khalaf dan Ubayy bin Khalaf dengan jubah dan sepuluh keping perak (masing-masing kira-kira satu ons), kemudian membebaskannya untuk Allah.
Kemudian Allah menurunkan wahyu, “Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)…. (dan seterusnya hingga ayat ke-3)…. sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.” ( QS Al-Lail [92]: 1-4), yang berarti usaha Abu Bakar, Umayyah, dan Ubayy.
Dalam riwayat lainnya Ibnu Abi Hatim dan at-Tabarani meriwayatkan, Urwah mengatakan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq membebaskan tujuh orang (budak), yang masing-masing disiksa karena Allah, dan ayat tentangnya kemudian turun, “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu….” ( QS Al-Lail [92]: 17-21), sampai dengan akhir surat itu.
Hijrah
Berbagai tekanan yang dilancarkan oleh Kaum Quraisy dimulai pada pertengahan atau akhir tahun keempat dari kenabian, terutama diarahkan kepada orang-orang Muslim yang lemah. Hari demi hari tekanan mereka semakin keras hingga pertengahan tahun kelima.
Mekkah terasa makin menyesakkan bagi golongan Muslim yang lemah itu, sehingga mereka mulai berpikir untuk mencari jalan keluar. Dalam kondisi yang terjepit ini, akhirnya turunlah firman Allah yang mengisyaratkan untuk hijrah:
“Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” ( QS Az-Zumar : 10)
Rasulullah SAW sudah tahu bahwa Negus, raja yang berkuasa di Habasyah adalah seorang raja yang adil, tak bakal seorangpun yang teraniaya di sisinya. Oleh karena itu beliau memerintahkan agar beberapa Muslim hijrah ke Habasyah.
Dituduh Tukang Sihir
Al-Tabari dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk berkata:
Ketika para sahabat Rasulullah yang hijrah ke Habasyah telah berangkat, Rasulullah tetap tinggal di Mekkah berdakwah secara tertutup dan terbuka, dilindungi oleh Allah melalui pamannya Abu Thalib dan oleh kabilahnya yang memberikan dukungan atas permintaannya.
Ketika Kaum Quraisy melihat bahwa mereka tidak punya jalan untuk menyerangnya secara fisik, mereka menuduhnya sebagai tukang sihir, peramal, dan (mengalami) kegilaan, dan sebagai penyair. Mereka (orang-orang Mekkah) mulai menjauh darinya, bagi mereka yang takut (karena mempercayai tuduhan orang-orang Quraisy terhadap Nabi-pen) mungkin akan mendengar dan mengikutinya.
Langkah paling serius yang dilakukan (oleh orang Quraisy terhadap Nabi Muhammad) pada waktu itu, yang telah diriwayatkan, adalah sebagai berikut ini.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin al-Ash:
Aku (Abu Salamah bin Abdurrahman) berkata kepadanya (Abdullah bin Amr bin al-Ash), “Apa serangan terburuk yang pernah engkau lihat oleh Quraisy terhadap Rasulullah ketika mereka secara terbuka menunjukkan permusuhan mereka kepadanya?”
Dia menjawab, “Aku bersama mereka ketika para bangsawan mereka berkumpul suatu hari di Hijr dan membahas Rasulullah.
“Mereka berkata, ‘Kita belum pernah melihat seperti apa yang kita alami dari orang ini. Dia telah mencemooh nilai-nilai tradisional kita, melecehkan leluhur kita, mencaci maki agama kita, menyebabkan perpecahan di antara kita, dan menghina tuhan-tuhan kita. Kita telah menanggung banyak hal darinya,’ atau kata-kata semacam itu.
“Sementara mereka mengatakan ini, Rasulullah tiba-tiba muncul dan berjalan dan mencium Hajar Aswad. Kemudian beliau melewati mereka sambil bertawaf (mengelilingi Kabah), dan ketika beliau melakukannya mereka mengata-ngatai hal buruk tentangnya.
“Aku dapat melihat dari wajah Rasulullah bahwa beliau mendengar mereka, tetapi beliau tetap melanjutkan. Ketika beliau melewati untuk kedua kalinya mereka mengata-ngatainya hal yang sama, dan aku bisa melihat dari wajahnya bahwa beliau mendengar mereka, tetapi sekali lagi beliau melanjutkan.
“Kemudian beliau melewati mereka untuk ketiga kalinya, dan mereka mengata-ngatainya hal yang sama; tetapi kali ini dia berhenti dan berkata, ‘Dengar, orang-orang Quraisy. Demi Dia, yang berada dalam kekuasaan-Nya jiwa Muhammad bersandar, (jika aku mau) aku dapat membuat kalian terbunuh.’
“Mereka membeku dengan apa yang dikatakannya, dan seolah-olah setiap orang di antara mereka memiliki burung yang bertengger di kepalanya; bahkan mereka yang telah mendesak tindakan keras terhadapnya sebelumnya berbicara dengan cara yang damai kepadanya, menggunakan ungkapan-ungkapan paling sopan yang bisa mereka pikirkan, dan berkata, ‘Pergilah dengan bimbingan yang benar, Abu al-Qasim; demi Allah, engkau tidak pernah jahil.’
“Nabi pergi, dan keesokan harinya mereka berkumpul di Hijr, dan aku kembali hadir. Mereka berkata satu sama lain, ‘Kalian berbicara tentang ketidaksukaan yang telah kalian alami dan dan hal-hal yang telah dilakukan Muhammad kepada kalian, tetapi ketika dia secara terbuka mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan, kalian menciut darinya.’
“Sementara mereka mengatakan ini, Rasulullah tiba-tiba muncul, dan mereka menerjangnya seorang diri dan mengelilinginya, berkata, ‘Apakah engkau yang mengatakan begini dan begitu?’ mengulangi apa yang telah mereka dengar tentang penolakannya terhadap tuhan-tuhan dan agama mereka.
Nabi berkata, ‘Ya, akulah yang mengatakan demikian.’
“Lalu aku melihat salah satu dari mereka mencengkeram jubahnya, tetapi Abu Bakar berdiri di depannya meraung dan berkata, ‘Celakalah kalian semua! Apakah kalian akan membunuh seseorang karena dia berkata, Tuhanku ialah Allah?’
“Lalu mereka meninggalkannya, dan itu adalah hal terburuk yang pernah kulihat yang pernah dilakukan orang Quraisy kepadanya.”
Dalam riwayat versi lainnya, Abu Salamah bin Abdurrahman berkata:
Aku berkata kepada Abdullah bin Amr, “Ceritakanlah hal terburuk yang pernah engkau lihat yang orang musyrik lakukan kepada Rasulullah.”
Dia berkata, “Uqbah bin Abu Muith datang ketika Rasulullah berada di dekat Kabah, memelintir jubahnya ke lehernya, dan mencekiknya dengan kasar. Abu Bakar berdiri di belakangnya, meletakkan tangannya di pundaknya, dan mendorongnya menjauh dari Rasulullah.
“Lalu dia berkata, ‘Orang-orang, apakah kalian akan membunuh seseorang karena dia berkata, Tuhanku ialah Allah….’ hingga kata-kata, ‘Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta?’
Boikot ke Bani Hasyim
Setelah melakukan berbagai tekanan terhadap Muslim, kali ini Kaum Quraisy, di bawah dorongan Abu Jahal, meningkatkan kembali tekanan mereka dengan memberlakukan boikot terhadap Bani Hasyim, yaitu orang-orang dari sanak keluarga Nabi.
Sebuah dokumen dibuat oleh mereka yang isinya berupa larangan untuk menikahi anggota keluarga Bani Hasyim dan larangan berjual beli apa pun dengan mereka. Pemboikotan ini akan dicabut jika Bani Hasyim berhasil melarang Muhammad mengaku dirinya sebagai Nabi, atau Muhammad sendiri yang mencabut pengakuan kenabiannya. Dokumen tersebut dipajang di depan Kabah.
Abu Bakar, sebagai anggota keluarga Bani Taim, tidak kena boikot, oleh karenanya dia sering memberikan bantuannya kepada Bani Hasyim. Namun ketika sudah berlangsung dua tahun, Abu Bakar juga hartanya semakin menipis. Dan akhirnya, meski mendapat bantuan dari berbagai pihak, Bani Hasyim tetap kekurangan bahan pangan dan kadang menderita kelaparan.
Memasuki bulan-bulan suci, Bani Hasyim diperbolehkan untuk meninggalkan pemukiman mereka dengan bebas tanpa takut diganggu. Nabi sering pergi ke Rumah Suci. Di sanalah para pemuka Quraisy suka mengambil kesempatan untuk menghina dan menyakitinya.
Suatu waktu, Nabi membacakan wahyu, mengingatkan kaum Quraisy tentang apa-apa yang terjadi terhadap kaum terdahulu. Nadhr dari Bani Abdud Dar berdiri dan berseru, “Demi Allah! Muhammad tidaklah seunggul aku dalam berbicara. Perkataannya tiada lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu. Mereka telah menuliskan untuknya, sedangkan aku menulis sendiri.”
Berkenaan dengan sikapnya, lalu turunlah firman Allah:
“Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, ‘Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu.’ Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” ( QS Al-Tatfif [83]: 13-14)
Sebagai pernyataan yang berlawanan dari sikap orang Quraisy yang digambarkan dalam ayat tersebut, Nabi berkali-kali mencontohkan dirinya sendiri, bahwa mata hatinya senantiasa selalu terbuka meskipun saat sedang tidur. Nabi bersabda, “Mataku tertidur, namun hatiku senantiasa terjaga.”
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment