Ketika Rasulullah di Medan Perang Bersama Umat Islam
Hal pertama dilakukan Rasulullah adalah membuat pangkalan militer. Rasulullah bersama para sahabatnya pernah membuat pangkalan militer di dekat mata air terdekat dengan kaum kafir Quraisy.
Kala itu, Sa’ad bin Mu’adz menyampaikan usulan kepada Rasulullah mengenai pembuatan pangkalan militer, dan tempat beliau berlindung dari ancaman serangan musuh.
Di antara kata-kata Sa’ad bin Mu’adz dalam melontarkan idenya itu antara lain, “Wahai Rasulullah, tidakkah kami perlu membuat singgasana untuk engkau tempati lalu kami menghadapi musuh kita. Jika Allah memuliakan dan memenangkan kita atas musuh kita, maka itulah yang kami harapkan. Jika kehendak-Nya lain, maka engkau dapat duduk di atas kendaraanmu dan bergabung dengan orang-orang di belakang kami. Banyak orang yang tidak ikut perang bersamamu. Wahai Rasulullah, kami bukanlah orang yang lebih cinta kepadamu dibandingkan mereka. Kalaulah mereka yakin bahwa engkau menghadapi perang, maka mereka tidak ingin ketinggalan darimu, Allah akan melindungimu dengan keberadaan mereka, saling memberi masukan kepadamu, dan berjuang bersamamu.”
Rasulullah memuji usulannya itu dengan baik dan mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian umat Islam membuatkan singgasana untuk Rasulullah di sebuah bukit yang dapat memantau medan perang. Beliau ditemani Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beberapa orang dari pemuda Anshar di bawah pimpinan Sa’ad bin Mu’ad melakukan penjagaan terhadap singgasana Rasulullah tersebut.(Lihat As-Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2/233).
Dari pembuatan singgasana Rasulullah ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting yang di antaranya:
Pertama, posisi pemimpin harus dapat mengawasi dan mengontrol medan perang, sehingga memungkinkannya memantau dan mengarahkan jalannya perang.
Kedua, pusat komando hendaklah aman dengan memperbanyak penjaga dengan jumlah yang cukup.
Ketiga, harus memiliki perhatian terhadap hidup sang pemimpin dan menjaganya dari ancaman bahaya apa pun.
Keempat, komandan harus memiliki pasukan cadangan yang mampu menggantikan kerugian-kerugian yang sangat mungkin terjadi dalam perang.
Motivasi Rasulullah pada Para Sahabatnya saat Berperang
Rasulullah senantiasa mendidik dan mendorong para sahabatnya agar menjadi orang-orang yang memiliki semangat dan keinginan kuat, serta gigih memperjuangkan cita-citanya layaknya gunung-gunung yang kokoh. Sehingga jiwa mereka dipenuhi dengan keberanian dan kepedulian berkorban serta memiliki harapan untuk menang atas musuh- musuhnya.
Dalam hal ini, beliau menempuh cara dengan membentuk dan menumbuhkan kehendak yang kuat dengan memberikan motivasi dan peringatan, motivasi untuk mendapatkan pahala bagi para pejuang yang teguh dan peringatan mengenai ancaman bagi orang-orang yang melarikan diri dari medan perang, melarikan diri dari tanggung jawab penting.
Beliau juga mendorong mereka untuk memperkuat faktor-faktor yang dapat mengantarkan pada kemenangan agar senantiasa diterapkan dan diperkuat seraya memperingatkan mereka mengenai faktor-faktor kekalahan agar segera menjauhinya. Hendaknya mereka mengindarkan diri mereka dari faktor-faktor tersebut.
Rasulullah senantiasa memotivasi para sahabatnya untuk berperang dan mendorong mereka senantiasa siap menghadapinya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah,
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَى الْقِتَالِۗ اِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ عِشْرُوْنَ صٰبِرُوْنَ يَغْلِبُوْا مِائَتَيْنِۚ وَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِّائَةٌ يَّغْلِبُوْٓا اَلْفًا مِّنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ
“Wahai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang.
Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Danjika ada seratus orang
yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (QS: Al-Anfal: 65).
Dalam Perang Badar, Rasulullah ﷺ berkata kepada para sahabatnya,
“Bangkitlah ke Surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” Umair bin Al-Hamam A-Anshari bertanya, “Wahai Rasulullah, Surga seluas bentangan langit tujuh dan bumi?” Beliau menjawab, “Ya.” Umair berkata, “Bakh Bakh (ungkapan kagum)” Rasulullah berkata, “Apa yang mendorongmu mengucapkan, “Bakh Bakh?” Umair menjawab, “Wahai Rasulullah, tidak apa-apa kecuali berharap jika aku bagian dari penghuninya.” Rasulullah berkata, “Sesungguhnya kamu adalah salah satu penghuninya.”
Setelah itu, Umair mengeluarkan beberapa butir kurma dari tempat anak panahnya dan mengkonsumsinya. Lalu ia berkata, “Kalaulah aku masih hidup hingga mengkonsumsi beberapa butir kurmaku ini, maka tentulah kehidupan akan lebih lama.”
Perawi berkata lebih lanjut, “Setelah berkata demikian, maka ia pun melemparkan butir-butir buah kurma yang tersisa. Ia pun berperang seraya berkata;
Berlari kencang kepada Allah tanpa bekal,
Kecuali ketakwaan dan bermalak untuk kehidupan akhirat,
Serta kesabaran karena Allah dalam berjihad,
Semua bekal akan habis,
Kecuali ketakwaan, kebaktian dan kebaikan.
Dan Umair bin Al-Hamam berperang hingga gugur sebagai syahid. (Shifah ash-Shafwah dan Zad Al-Ma’had).*/ (dari buku (Ketika Rasulullah Harus Berperang, Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi, Al Kautsar, 2007)
No comments:
Post a Comment