Khalifah Al-Walid bin 'Abdul-Malik, Ketika Upeti Membanjiri Dinasti Umayyah

Khalifah Al-Walid bin Abdul-Malik, Ketika Upeti Membanjiri Dinasti Umayyah
Masjid Umayyah di Damaskus. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Al-Walid bin 'Abdul-Malik (668—715) adalah khalifah yang berkuasa pada tahun 705–715. Ia mewarisi tampuk kekhalifahan dari ayahnya, Abdul Malik bin Marwan . Sejarawan mencatat pada masa inilah Dinasti Umayyah mengalami masa keemasan.

Pada masa Al-Walid, kekuasaan Bani Umayyah mampu menembus hingga mencapai Transoxiana di Asia Tengah, Sindh di anak benua India, dan semenanjung Iberia di Eropa. Al-Walid juga memerintahkan pembangunan berbagai infrastruktur, sehingga sejarah arsitektur Islam dapat dikatakan dimulai dengan serius mulai pada masa kekuasaannya.

Dalam buku "The History of al-Tabari" disebutkan naiknya Al-Walid sejatinya tidak disengaja. Karena sebagaimana amanat ayah mereka, Marwan bin Hakam, kursi khalifah setelahnya akan diwariskan secara bergantian di antara putra-putranya, yaitu Abdul Malik dan Abdul Aziz.

Jadi seharusnya, bukan Al Walid yang menjadi khalifah setelah wafatnya Abdul Malik, tapi adik Abdul Malik – yaitu Abdul Aziz, yang sebelumnya menjabat sebagai gubernur di Mesir.

Abdul Aziz adalah sosok yang berpengaruh, dan tidak sedikit masyarakat yang mengharapkan ia naik menjadi khalifah menggantikan kakaknya.

Menurut Ath-Thabari, Abdul Malik sebenarnya sempat berpikir untuk melanggar wasiat ayahnya dengan merayu Abdul Aziz agar mundur dari kedudukannya sebagai putra mahkota dan menyerahkannya kepada Al Walid. Tapi proposal itu ditolak, dan sejak itu Abdul Aziz tidak pernah lagi memintanya. Hingga akhirnya tersiar kabar, bahwa Abdul Aziz wafat.

Mendengar berita ini, Abdul Malik langsung mengambil alih kesempatan ini dengan mendapuk putra pertamanya, Al Walid sebagai putra mahkota untuk menggantikan dirinya.

Kelak sebagaimana ayahnya, Abdul Malik juga berwasiat serupa pada Al Walid, bahwa kursi khalifah harus digilir di antara putra-putranya. Dalam urutannya, setelah Al Walid, adalah Sulaiman bin Abdul Malik. Setelah Abdul Malik wafat, maka keluarga tidak memiliki lagi pilihan selain memberikan bai’atnya pada Al Walid.

Tak Pandai Bicara
Namanya adalah Abul Abbas Walid bin Abdul Malik bin Marwan. Lahir di Madinah pada tahun 50 H. Ia naik tahta di usia 36 tahun pada 86 H, atau bertepatan dengan tahun 705 M.

Di antara banyak tokoh bani Umayyah, dia bukanlah yang paling terkemuka, bahkan sebaliknya, ia dikenal tidak berpendidikan baik dan tidak pandai bicara. Hanya saja dia diuntungkan oleh zaman. Ketika itu, oposisi dinasti Umayyah nyaris tidak ada lagi kekuatannya. Di samping itu dia juga didampingi oleh sejumlah gubernur yang kuat.

Di Madinah ada Umar bin Abdul Aziz yang merupakan saudara sepupunya, dan dikenal shaleh di kalangan para pemuka agama di Hijaz. Di wilayah barat, dia memiliki sosok Hajjaj bin Yusuf yang sebelumnya menjadi gubernur di Hijaz setelah berhasil menghancurkan kekuatan Abdullah bin Zubair pada masa pemerintahan Abdul Malik. Dan di wilayah barat, ia memiliki Musa bin Nusayr yang berkuasa di Afrika Utara.

Sedangkan di Damaskus sendiri, ia diwariskan sebuah sistem manajemen tata negara yang sudah autopilot. Dan dalam bidang kemiliteran dia memiliki panglima yang demikian terkenal bernama Maslamah bin Abdul Malik. Ia adalah adik Al Walid dari ibu yang berbeda.

Hampir semua sejarawan sepakat bahwa masa pemerintahan Al Walid adalah masa keemasan dinasti Umayyah. Tapi bila kita geledah lebih jauh, progresifitas ini lebih disebabkan oleh kecermerlangan para gubernurnya yang memerintah di kawasan yang jauh tersebut. Masing-masing gubernur ini diberi wewenang penuh untuk mengatur dirinya sendiri. Bahkan untuk menentukan siapa orang-orang yang bisa dipercaya menjadi penguasa di wilayah-wilayah taklukan.


Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya berjudul "The History Of Islam" menyebut, di wilayah Barat, Musa bin Nusayr berhasil membangun kekuasaan yang efektif di Afrika, dan ini menjadi penopang kekuatannya untuk terus melakukan serangkaian penaklukan ke barat hingga ke tepi Selat Gibraltar. Di sinilah nanti ia mengutus panglima perang yang sangat kondang bernama Tariq bin Ziyad yang akhirnya berhasil menaklukkan daratan Eropa.

Di wilayah timur, Hajjaj binYusuf juga tak kalah sukses. Dengan mengutus seorang gubernur yang sekaligus panglima bernama Qutaybah bin Muslim untuk mengelola kawasan Khurasan. Ia berhasil merentangkan areal kekuasaan bani Umayyah hingga ke kawasan Asia Selatan dan Tengah.

Awalnya, ketika pertama kali Qutaybah tiba di Khurasan, beberapa raja di kawasan tersebut membangkang. Namun ini langsung ditindak cepat oleh Qutaybah. Satu persatu kawasan ini tundukan dan membayar upeti pada dinasti Umayyah. Bahkan dalam ekspedisi penaklukan ini, seorang putra dari adik kaisar Cina juga tak luput dari pembunuhan.

Dalam catatannya, Akbar Shah Najeebabadi mengatakan setelah mendengar serangkaian ekspedisi mengagumkan yang dipimpin oleh Qutaybah, raja Sri Lanka pun ikut memberikan upeti pada dinasti Umayyah.

Dengan suksesnya serangkaian penaklukan ini, tak ayal dinasti Umayyah kebanjiran harta. Maka sudah sangat wajar bila pembangunan demi pembangunan pun berlangsung pada masa ini.

Terlepas dari kekejaman Hajjaj bin Yusuf dalam memberangus kelompok oposisi, ataupun Musa bin Nusayr yang menindak tegas perlawanan dari sejumlah wilayah di Afrika Utara karena memperlakukan wilayah tersebut layaknya koloni. Intinya, berton-ton upeti berdatangan ke Damaskus. Dan dengan inilah dinasti Umayyah memasuki masa keemasannya.

Elit Kekaisaran di Muka Bumi
Pada periode inilah untuk pertama kalinya dunia mengenal bangsa Arab sebagai sebuah elit kekaisaran di muka bumi. Nama kekaisaran ini bergema mulai dari Cina di timur hingga ke tepian samudera Atlantik di barat.

Berton-ton upeti berdatangan ke Damaskus, dan pembangunan pun di mulai. Masjid-masjid renovasi dan didirikan, jalan-jalan diperbaiki, jalur-jalur pelayaran di Mediterania aman terkendali, dan taraf hidup masyarakat pun, khususnya di Damaskus, meningkat.

Al-Walid menaruh perhatian besar pada pengembangan militer. Dia membangun angkatan laut terkuat pada masa Umayyah dan menjadi kunci penting penaklukan Iberia.

Al-Walid merupakan penggemar arsitektur dan memerintahkan berbagai pembangunan di masanya. Sekitar tahun 701 pada masa kekuasaan ayahnya, Al-Walid memerintahkan pembangunan Jami' Al-Aqsha, tempat sholat di Masjid Al-Aqsha bagian selatan.

Pada tahun 707, Al-Walid memerintahkan perluasan Masjid Nabawi di Madinah. Untuk pertama kalinya, menara masjid dibangun dengan didirikannya empat menara di Masjid Nabawi. Al-Walid juga memerintahkan pembangunan jalan dan sumur-sumur di Hijaz.


Di Damaskus, Al-Walid mengubah basilika Kristen yang dipersembahkan untuk Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya dalam Islam) menjadi masjid agung. Basilika ini sendiri awalnya adalah kuil Romawi untuk pemujaan Dewa Yupiter. Masjid ini, kemudian dikenal dengan Masjid Agung Umayyah, selesai dibangun pada 715, beberapa saat setelah Al-Walid mangkat. Konon, kepala Nabi Yahya dikebumikan di kompleks masjid ini.

Al-Walid juga termasuk yang pertama membangun rumah perawatan untuk tunagrahita dan membangun rumah sakit pertama yang menampung mereka sebagai bagian dari layanannya. Setiap penderita juga memiliki perawat yang ditugaskan merawat mereka. Dia juga mengembangkan sistem kesejahteraan, lembaga pendidikan, dan langkah-langkah untuk apresiasi seni.

Al-Walid juga dikenal karena kesalehan pribadinya dan banyak cerita menyebutkan bahwa ia terus-menerus mengutip Al-Qur'an dan selalu menjadi tuan rumah yang menyajikan jamuan besar untuk orang-orang yang berpuasa selama bulan Ramadhan.

Al-Walid mangkat pada tahun 715. Pemuka Umayyah kemudian melantik Sulaiman sebagai khalifah yang baru. Al-Walid sendiri kemudian dikebumikan di pemakaman Bab ash-Shaghir.
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: