Kisah Iblis Ikut Konspirasi Rencana Membunuh Nabi Muhammad SAW
Iblis ternyata ikut konspirasi rencana pembunuhan terhadap Nabi Muhammad SAW. At-Thabari dalam "Tarikh al-Rusul wa al-Muluk" mengisahkan orang-orang Quraisy cemas begitu mengetahui Rasulullah SAW mendapat dukungan suku-suku Arab di Yatsrib atau Madinah.
Mereka mengadakan pertemuan untuk membahas masalah tersebut di Darun Nadwah. Menurut Ath-Thabari, soal apa yang dibahas dalam pertemuan itu, Ibnu Abbas meriwayatkan:
Mereka berkumpul bersama untuk tujuan ini dan pada waktu yang telah ditetapkan pergi ke Darun Nadwah untuk berunding di sana tentang Rasulullah.
Pada pagi hari yang telah ditentukan (hari yang disebut al-Zahmah) mereka pergi ke sana, dan Iblis menemui mereka dalam bentuk seorang lelaki tua terhormat yang mengenakan pakaian kasar dan berdiri di pintu rumah.
Ketika mereka melihatnya berdiri di pintu, mereka berkata, “Siapakah orang tua ini?”
Dia berkata, “Aku adalah seorang lelaki tua dari Najd yang telah mendengar apa yang akan kalian bahas dan telah hadir bersama kalian untuk mendengar apa yang akan kalian katakan; mungkin kalian tidak akan kurang menilai jika (mendengar) nasihat yang baik darinya.”
Mereka menjawab, “Tentu saja, masuklah,” maka dia masuk bersama mereka.
Ath-Thabari merinci semua bangsawan Quraisy, dari setiap kabilah, telah berkumpul di sana; dari Bani Abd Shams, Shaybah dan Utbah, anak-anak Rabiah dan Abu Sufyan bin Harb; dari Banu Nawfal bin Abd Manaf, Tuaymah bin Adi, Jubair bin Mutim, dan al-Harits bin Amir bin Nawfal; dari Banu Abd al-Dar bin Qushay, al-Nadr bin al-Harits bin Kaladah; dari Banu Asad bin Abd al-Uzza, Abu al-Bakhtari bin Hisyam, Zamah bin al-Aswad bin al-Muttalib, dan Hakim bin Hizam; dari Banu Makhzum, Abu Jahal bin Hisyam; dari Bani Sahm, Nubayh dan Munabbih, putra-putra al-Hajjaj; dan dari Bani Jumah, Umayyah bin Khalaf. Selain itu ada yang lainnya, beberapa dari Quraisy dan yang lainnya tidak dihitung sebagai Quraisy.
Mereka bicara satu kepada yang lainnya, “Orang ini (Muhammad) telah melakukan apa yang telah dia lakukan, dan kalian telah melihatnya sendiri. Kita tidak dapat memastikan bahwa dia tidak akan menyerang kita dengan para pengikutnya yang bukan dari kita. Jadi, buatlah keputusan mengenai dia.”
Ketika mereka mulai berdiskusi, salah satu dari mereka berkata, “Belenggulah dia dengan rantai, penjarakan dia, dan tunggu hingga dia mati sebagaimana kematian menimpa penyair-penyair lainnya dengan cara ini sebelum dia, Zuhair, al-Nabighah, dan lain-lainnya.”
Orang tua dari Najd (Iblis) itu berkata, “Tidak, demi Allah, ini tidak bijaksana. Jika kalian memenjarakannya seperti yang kalian katakan, berita tentang apa yang terjadi kepadanya akan bocor ke teman-temannya dari balik pintu yang telah kalian kunci untuknya, dan dalam waktu singkat mereka akan menyerang kalian dan membebaskannya dari tangan kalian.
“Kemudian jumlah mereka akan bertambah banyak untuk melawan kalian dan mereka akan merebut kekuasaan dari kalian. Ini tidak bijaksana, jadi pertimbangkanlah hal lain.”
Mereka berdiskusi lagi, dan salah satu dari mereka berkata, “Mari kita usir dia dari orang-orang kita dan asingkan dia dari tanah kita. Ketika dia telah meninggalkan kita, demi Allah, kita tidak akan peduli ke mana dia pergi atau ke mana dia menetap.
“Gangguan yang telah dilakukannya akan lenyap, kita akan terbebas darinya dan kita akan dapat mengatur urusan kita lagi dan mengembalikan keharmonisan sosial kita seperti sebelumnya.”
Orang tua dari Najd itu berkata, “Demi Allah, ini tidak bijaksana. Apakah kalian tidak melihat keindahan kata-katanya, keanggunan bicaranya, dan bagaimana dia menguasai hati manusia dengan pesan yang dibawanya?
“Demi Allah, jika kalian mengusirnya, aku pikir bukan tidak mungkin bahwa dia akan datang ke beberapa suku Arab dan memenangkan mereka dengan kata-kata dan ucapannya sehingga mereka mengikuti dia dalam rencananya.
“Kemudian dia akan memimpin mereka melawan kalian, menghancurkan kalian dengan bantuan mereka, merebut kekuasaan dari tangan kalian dan melakukan kepada kalian apa pun yang dia inginkan. Ambillah keputusan lain tentang dia.”
Abu Jahal bin Hisyam berkata, “Demi Allah, aku memiliki ide untuknya, yang kurasa kalian belum pernah lakukan kepadanya.”
“Apakah itu, Abu al-Hakam?” mereka bertanya.
Dia berkata, “Aku pikir kalian harus menunjuk seorang pemuda, yang kuat, kelahiran bangsawan, bangsawan muda dari masing-masing kabilah. Kemudian kita harus memberi masing-masing pemuda itu sebilah pedang yang tajam. Lalu mereka harus mengepung dan menebasnya dengan pedang mereka secara bersamaan dan membunuhnya.
“Dengan demikian kita akan terbebaskan darinya, dan jika mereka melakukan ini, tanggung jawab atas menumpahkan darahnya akan dibagi di antara semua kabilah, dan Bani Abd Manaf (kabilah Nabi Muhammad) tidak akan mampu untuk mengobarkan perang melawan semua hanya dengan suku mereka sendiri, dan mereka akan cukup puas untuk mengambil diyat (uang darah) dari kita, yang mana kita dapat membayarnya kepada mereka.”
Orang tua dari Najd itu berkata, “Apa yang dikatakan orang ini benar. Ini adalah keputusan yang tepat. Kalian tidak memiliki pilihan yang lainnya.” Setelah itu mereka bubar, menyetujui usulan ini.
O Hashem dalam bukunya berjudul"Muhammad Sang Nabi: Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail" menyebut pembicaraan para bangsawan Quraisy di Darun Nadwah ini terjadi pada tanggal 29 Safar 1 H, atau bertepatan dengan 11 September 622 M.
Pada hari itu juga, kaum Quraisy telah menunjuk dan menentukan lima orang pemuda kuat yang mewakili sepuluh kabilah untuk membunuh Nabi Muhammad SAW pada malam hari.
Jibril Datangi Rasul
Kemudian Jibril mendatangi Rasulullah dan berkata, “Jangan habiskan malam ini di tempat tidur yang biasanya engkau tidur.”
Ketika sepertiga malam telah berlalu, para pemuda itu berkumpul di depan pintu rumahnya dan menunggunya tidur agar mereka dapat menyerangnya.
Ketika Rasulullah melihat mereka di sana, dia berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Tidurlah di tempat tidurku dan selimuti dirimu dengan jubah Hadrami hijauku; tak ada hal buruk yang akan menimpamu dari mereka.” Rasulullah biasa mengenakan jubah itu ketika beliau tidur.
Selanjutnya Ath-Thabari, mengutip sejumlah riwayat, mengisahkan, Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Jika Ibnu Abi Quhafah – yaitu, Abu Bakar – datang kepadamu, katakan kepadanya bahwa aku telah pergi ke (Bukit) Tsur dan memintanya untuk bergabung denganku; kirimkan aku sedikit makanan, sewa seorang pemandu untukku yang bisa menunjukkanku jalan menuju Madinah, dan belikan aku unta tunggangan.”
Kemudian Rasulullah pergi, dan Allah membutakan pandangan orang-orang yang sedang mengintai menungguinya, sehingga dia dapat pergi tanpa mereka dapat melihatnya.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment