Lokasi Kaum Nabi Musa yang Dikutuk Menjadi Kera

Ini Lokasi Kaum Nabi Musa yang Dikutuk Menjadi Kera
Kera di pantai. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Lokasi kaum Nabi Musa as atau kaum Sabat yang mendapat kutukan menjadi kera adalah di Kota Aylah. Hal ini sebagaimana dijelaskan sebuah hadis dari Imam Baqir yang menyebut kota tempat kaum Sabat tersebut bernama Aylah. Sementara menurut Allamah Thabathabai, Madyan dan Tabariyya juga disebut sebagai kota tempat tinggal kaum Sabat.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya berpendapat, mereka adalah penduduk Elat (Ailah, Elia) merupakan sebuah desa yang berada di antara Madyan dan Ath-Thur (eltor), di dekat Teluk Aqabah dan pesisir Laut Merah.

Daerah ini adalah negeri yang subur dengan kurma dan hasil laut berupa ikan yang berlimpah. Kota ini merupakan batas pertama wilayah Hijaz. Penduduknya terdiri dari berbagai ras. Kota ini termasuk batas kerajaan Romawi zaman dahulu.

Dahulu, Allah memerintahkan mereka mencurahkan tenaga, pikiran dan waktu untuk hari Jumat. Tapi mereka mengatakan: “Kami akan berusaha untuk hari Sabtu, karena Allah selesai mencipta pada hari Sabtu.”

Akhirnya ditetapkanlah bagi mereka hari Sabtu.

Konon, mereka masih berpegang dengan ajaran Taurat dalam menghormati hari Sabtu di masa itu. Waktu itu, mereka diharamkan melakukan usaha dalam bentuk apa pun.

Pada hari itu, ikan-ikan banyak berenang dari laut ke tempat mereka dengan tenang dan aman tanpa diganggu sedikitpun. Tapi pada selain hari Sabtu, ikan-ikan itu tidak pernah datang lagi.

Melihat hal ini, merekapun melakukan tipu muslihat agar dapat menangkap ikan-ikan tersebut. Mereka memasang tali, jaring dan perangkap serta menggali lubang ke arah tempat air yang sudah mereka buat untuk menampung ikan-ikan yang dihanyutkan oleh air laut. Sehingga kalau ikan-ikan itu sudah berada di dalam lubang itu, mereka tidak dapat keluar lagi untuk kembali ke laut.

Mereka pun memasangnya pada hari Jumat. Ketika ikan-ikan datang dan terperangkap pada hari Sabtu, mereka menutup jalur menuju laut sehingga ikan-ikan itu terperangkap. Setelah lewat hari Sabtu, mereka mengambil ikan-ikan tersebut.

Akhirnya Allah Taala murka dan melaknat mereka karena perbuatan yang mereka lakukan untuk melanggar perintah-Nya serta apa yang diharamkan-Nya dengan sebuah tipu muslihat (hiyal).

Secara kasat mata, seolah-olah mereka tidak berbuat apa-apa, padahal mereka telah melakukannya.

Kisah Ashab al-Sabt ini diabadikan dalam Al-Qur-an.

وَسْـَٔلْهُمْ عَنِ ٱلْقَرْيَةِ ٱلَّتِى كَانَتْ حَاضِرَةَ ٱلْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِى ٱلسَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ ۙ لَا تَأْتِيهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَبْلُوهُم بِمَا كَانُوا۟ يَفْسُقُونَ


''Dan, tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.'' ( QS Al-A'raaf : 163)

Kefasikan merekalah yang menyebabkan mereka diuji Allah. Seandainya mereka tidak melanggar ketaatan kepada Allah niscaya Allah maafkan mereka, tidak menghadapkan mereka kepada bala dan kejelekan.

Akhirnya, mereka melakukan tipu muslihat untuk menangkapnya. Setelah ada sebagian dari mereka menangkap ikan-ikan tersebut, terpecahlah mereka menjadi tiga; sebagian melakukannya, sebagian lagi mengingkari perbuatan mereka itu, dan yang lain tidak mengerjakan, tidak pula mencegah, tapi mereka mengingkari perbuatan tersebut.

Allah berfirman dengan menjelaskan azab yang menimpa mereka.

{وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (164) فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ (165) فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ (166) }


Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, "Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?”

Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian dan supaya mereka bertakwa.”

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya. Kami katakan kepadanya, "Jadilah kalian kera yang hina." ( QS al-A'raaf : 164-166)

Tiga Kelompok
Menurut pendapat sejumlah ulama dan ahli tafsir, kaum Yahudi ini terbagi tiga kelompok. Pertama, mereka yang melanggar dan menghalalkan penangkapan ikan pada hari Sabtu. Kedua, mereka yang melarang perbuatan tersebut dan meninggalkan mereka.

Ketiga, mereka yang diam saja, tidak melakukannya, dan tidak pula melarang perbuatan teman-temannya. Namun, mereka hanya berkata pada kelompok yang melarang, ''Mengapa kalian menasihati kaum yang akan dibinasakan atau disiksa Allah dengan azab yang pedih.'' [ Al-A'raaf :164]

Itulah balasan bagi orang-orang yang senantiasa melanggar perintah Allah dan senantiasa berlaku fasik.

قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ ٱللَّهِ ۚ مَن لَّعَنَهُ ٱللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ ٱلْقِرَدَةَ وَٱلْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ ٱلطَّٰغُوتَ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ شَرٌّ مَّكَانًا وَأَضَلُّ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ


''Katakanlah: 'Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?' Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.'' [ QS Al-Maidah : 60]

Para ahli tafsir berbeda pendapat dalam menafsirkan surah Al-A'raaf ayat 166 tersebut, khususnya berkaitan dengan dijadikannya kaum Bani Israil itu menjadi kera.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, ia sepakat dengan orang yang mengatakan bahwa kelompok ketiga juga termasuk orang yang binasa, seperti halnya kelompok pertama, karena mereka berhak mendapatkannya akibat mereka diam dan tidak memberi nasihat. Boleh jadi diamnya mereka itu menyebabkan kelompok pertama terus bercokol dalam kezalimannya. Karena orang yang tidak melarang dari perbuatan mungkar, baginya azab di sisi Allah.

Allah berfirman,

لُعِنَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِىۡۤ اِسۡرَآءِيۡلَ عَلٰى لِسَانِ دَاوٗدَ وَعِيۡسَى ابۡنِ مَرۡيَمَ‌ ؕ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوۡا يَعۡتَدُوۡنَ{arabClose}

Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. ( QS Al-Maidah : 78)

كَانُوۡا لَا يَتَـنَاهَوۡنَ عَنۡ مُّنۡكَرٍ فَعَلُوۡهُ ‌ؕ لَبِئۡسَ مَا كَانُوۡا يَفۡعَلُوۡنَ‏


Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat. ( QS Al-Maidah : 79)

Berbeda dengan Ibnu Katsir, Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal Al-Qur'an menjelaskan, kendati kelompok ketiga tidak disebutkan dalam nas Al-Qur'an, mungkin karena memandang rendah urusan mereka meskipun tidak ditimpa azab. Karena, mereka tidak mau melakukan pencegahan secara aktif, tetapi hanya mengingkarinya secara pasif (membenci kemungkaran, tetapi tidak mencegahnya). Karena itu, mereka pantas diabaikan meskipun tidak terkena azab.

Tipu Muslihat
Kisah lain datang dari Ibnu Abbas. Ceritanya, ketika ‘Ikrimah menemui Ibnu ‘Abbas, dia melihat Ibnu ‘Abbas sedang menangis. Lalu dia bertanya apa yang menyebabkannya menangis. Ibnu ‘Abbas menunjukkan ayat-ayat ini kepadanya seraya berkata: “Tahukah engkau negeri Aylah?”

“Ya,” kata ‘Ikrimah.

Kata Ibnu ‘Abbas: “Ada segolongan Yahudi di sana, datang kepada mereka ikan yang banyak pada hari Sabtu, gemuk-gemuk. Tapi di luar hari Sabtu, mereka tidak mampu menangkapnya kecuali dengan susah payah. Ketika mereka dalam keadaan demikian, setan membisikkan bahwa mereka dilarang memakannya hanya pada hari Sabtu, maka tangkaplah pada hari itu dan makanlah di hari yang lain.”

Akhirnya, satu kelompok berpendapat seperti ini, dan yang lain melarang dan mencegah: “Kalian itu dilarang untuk menangkap dan memakannya pada hari Sabtu.”

Setelah itu Ibnu Katsir menguraikan kisah seputar tipu muslihat yang mereka lakukan lalu berkata: “Kemudian Ibnu ‘Abbas membaca ayat ini:

“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras.” (Al-A’raf: 165)

Lalu beliau berkata: “Saya lihat, orang-orang yang melarang itu selamat, tapi saya tidak melihat yang lain disebut-sebut. Sementara kita juga melihat banyak hal yang kita ingkari dan tidak mengatakan apa-apa.”

Saya pun berkata: “Semoga Allah jadikan aku tebusanmu. Tidakkah engkau lihat bahwa mereka juga membenci dan menyelisihi apa yang dilakukan orang-orang yang melanggar tersebut? Bahkan mereka mengatakan (sebagaimana dalam firman Allah tersebut):

“Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka?”

Kemudian, Ibnu ‘Abbas memberinya dua helai kain tebal. Demikian pula riwayat Mujahid dari beliau. Sekian uraian Ibnu Katsir.

Sebagian dari ahli tafsir seperti Mujahid dan Muhammad Abduh berpendapat bahwa perubahan fisik pada kaum Sabat hanya berupa tamsil (kiasan), yang diubah dari mereka adalah hatinya, bukan bentuk tubuh atau fisiknya secara keseluruhan. Pendapat ini mendapat kritikan dari mayoritas ahli tafsir. Menurut Thabrisi, pendapat tersebut tidak sesuai dengan makna lahiriyah ayat dan bertentangan dengan pendapat mayoritas ahli tafsir. Wallahu A'lam.

(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: