Pengakuan Ibnu Arabi: Merasa Lega Ketika Terlambat Sholat Jamaah Subuh di Masjid
Ibnu Arabi yang bernama lengkap Muhyiddin Abu Abdullah Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Abdullah Hatimi at-Ta'i adalah seorang sufi. Beliau lahir tahun 1165 Masehi (560 Hijriah) dalam sebuah kota benteng bernama Mursia, di timur Andalusia.
Banyak kisah perjalanan Ibnu Arabi. Dalam karya utamanya, al-Futûhât al-Makkiyyah, Ibn Arabi misalnya mengaku suatu malam dia pernah bercanda gurau dengan teman-temannya sampai larut.
“Kita tidur menjelang azan Subuh. Saat azan berkumandang, kita mengambil wudhu amat singkat—sedikit lebih singkat lagi wudhu sudah bisa dibilang batal—dan buru-buru pergi ke masjid."
Di saat-saat seperti itu biasanya kita menunaikan sholat di rumah dengan membaca al-Fatihah dan surah al-Kautsar (surah paling pendek dalam Al-Qur’an). Ketika aku merasa lebih ingin dari yang lain, terkadang aku memaksa mengambil wudhu dan pergi ke masjid.
Sekiranya sesampai di masjid ternyata jamaah sudah bubar, aku tidak merasa sedih. Malah sebaliknya, aku merasa lega. Sekiranya sesampai di masjid imam baru mulai sholat, dua keadaan berikut ini terjadi.
Pikiranku tenggelam dalam malam indah yang baru saja kulewatkan dengan mendengarkan irama musik yang merdu. Aku menghabiskan seluruh sholat dengan mengenang ingatan-ingatan indah yang baru berlalu sampai aku tak tahu lagi apa yang dibaca, melainkan hanya bergerak-gerak mengikuti gerakan orang-orang lain. Atau kantuk menyerangku, dan bila sudah begitu aku mengawasi kapan imam mengakhiri sholatnya.
Bacaan imam yang panjang menjadi tak tertahankan dan mulailah aku memakinya. Tidak bisakah dia membaca surah-surah pendek? Bukankah Nabi sendiri menganjurkan bacaan yang singkat-singkat (untuk sholat berjamaah)?”.
Pengakuan ini mengingatkan kita betapa manusiawinya pelancongan Ibn Arabi. Berbeda dengan Nabi atau Rasul, dia tak sepenuhnya terjaga dari kelalaian dan dosa.
Beragam pikiran dan hasrat terus berkecamuk dalam diri Ibn Arabi, seperti pemuda-pemuda lain seusianya. Dia kagum pada sufi yang mendadak di suatu pagi meninggalkan dunia dan mencurahkan jiwa dan raganya untuk Allah. Dia juga menggebu ingin seperti pamannya yang bisa dengan tekun dan sabar meniti setapak demi setapak jalan penghambaan Allah.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment