Tafsir Al-Quran: Kisah Bani Israil dan Sapi Betina
KISAH Bani Israil, keturunan Nabi Ya’qub, putra Nabi Ishaq, telah banyak diulang dalam Al-Quran. Kali ini, Tafsir An-Najah membahas kisah Bani Israil dan sapi betina, sebagaimana dikutip dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah.
وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖٓ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۗ قَالَ اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْن ۞قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَ ۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَّلَا بِكْرٌۗ عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ ۗ فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْنَ ۞قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا لَوْنُهَا ۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاۤءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النّٰظِرِيْنَ ۞ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَۙ اِنَّ الْبَقَرَ تَشٰبَهَ عَلَيْنَاۗ وَاِنَّآ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَمُهْتَدُوْنَ ۞ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُوْلٌ تُثِيْرُ الْاَرْضَ وَلَا تَسْقِى الْحَرْثَۚ مُسَلَّمَةٌ لَّاشِيَةَ فِيْهَا ۗ قَالُوا الْـٰٔنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوْهَا وَمَا كَادُوْا يَفْعَلُوْنَ ۞ وَاِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادّٰرَءْتُمْ فِيْهَا ۗ وَاللّٰهُ مُخْرِجٌ مَّا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ ۚ ۞فَقُلْنَا اضْرِبُوْهُ بِبَعْضِهَاۗ كَذٰلِكَ يُحْيِ اللّٰهُ الْمَوْتٰى وَيُرِيْكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina.” Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh, Mereka berkata, Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.” Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa (sapi) itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan orang-orang yang memandang(nya), Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena) sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk, ia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu, Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seseorang, lalu kamu tuduh-menuduh tentang itu. Tetapi Allah menyingkapkan apa yang kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman, “Pukullah (mayat) itu dengan bagian dari (sapi) itu!” Demikianlah Allah menghidupkan (orang) yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 67-73).
Sebab Turunnya Ayat
Dahulu terdapat seorang laki-laki Bani Israil tidak mempunyai anak, tetapi dia kaya-raya, mempunyai harta yang sangat banyak. Dia mempunyai seorang keponakan laki-laki (anak saudara) yang akan mewarisi seluruh hartanya. Karena tidak sabar ingin segera mendapatkannya, keponakan ini membunuh pamannya dan membawa jasadnya ke depan pintu seorang laki-laki.
Maka terjadilah pertengkaran antara keduanya sampai merembat ke tetangga-tetangganya, mereka hampir saling membunuh satu dengan yang lainnya. Akhirnya orang-orang bijak diantara mereka berkata, “Diantara kita ada Nabi Musa ‘alaihissalam, mari kita tanyakan kepadanya”. Maka turunlah ayat ini.
Berlindung dari Kebodohan
Ketika Bani Israil mendengar jawaban Nabi Musa ‘alaihissalam agar mereka menyembelih sapi betina dan memukulkan ekor atau salah satu bagian anggota tubuhnya kepada orang yang terbunuh, mereka bertanya kepada Nabi Musa :
قَالُوْٓا اَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا
“Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” (QS: al-Baqarah { 2 } : 67).
Pertanyaan Bani Israil ini sebagai bentuk meremehkan perintah Nabi Musa ‘alaihissalam. Kalau hal itu disampaikan seorang Muslim kepada Nabi Muhammad ﷺ, maka akan diturunkan tabir.
Pertanyaan tersebut muncul karena kebodohan Bani Israil, maka Nabi Musa menjawab :
قَالَ اَعُوْذُ بِاللّٰهِ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ
“Dia (Musa) menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 67).
Ini menunjukkan bahwa apa yang mereka katakan adalah suatu kebodohan. Ini juga menunjukkan bahwa perintah Nabi Musa untuk menyembelih sapi betina bukanlah perintah yang tidak berdasar sebagaimana yang dilakukan orang-orang bodoh, tetapi perintah tersebut berasal dari wahyu, dari Allah yang Maha Mengetahui Segalanya.
Allah pernah mengingatkan Nabi Nuh agar tidak berdoa meminta sesuatu yang dirinya tidak punya ilmu, yaitu memintakan ampun anaknya yang kafir dan tenggelam. Karena hal itu termasuk tindakan bodoh. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
قَالَ يٰنُوْحُ اِنَّهٗ لَيْسَ مِنْ اَهْلِكَ ۚاِنَّهٗ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ
“Dia (Allah) berfirman, “Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik.” (QS: Hud { 11 } : 46).
Allah juga menyebut orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah sebagai orang-orang bodoh, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
قُلْ اَفَغَيْرَ اللّٰهِ تَأْمُرُوْۤنِّيْٓ اَعْبُدُ اَيُّهَا الْجٰهِلُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, wahai orang-orang yang bodoh?” (QS. az-Zumar { 39 } : 64).
Haramnya mengolok-olok agama
Sebagian ulama menjadikan ayat di atas sebagai salah satu dalil haramnya mengolok-olok agama. Ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُون ۞ لَا تَعْتَذِرُوا۟ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَٰنِكُمْ ۚ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةًۢ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ مُجْرِمِينَ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS: at-Taubah { 9 } : 65-66).
Pertanyaan yang memberatkan diri sendiri
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَ ۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَّلَا بِكْرٌۗ عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ ۗ فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْنَ
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 68).
Pertanyaan di atas menunjukkan sifat bandel mereka dan sulitnya menerima perintah apa adanya. Seandainya mereka melaksanakan perintah dengan menyembelih sapi betina apa saja, tentu itu sudah cukup.
Tentu saja mereka memberatkan diri mereka sendiri dengan pertanyaan tersebut. Allah melarang seseorang bertanya yang jika dijawab akan memberatkannya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَسۡـــَٔلُوۡا عَنۡ اَشۡيَآءَ اِنۡ تُبۡدَ لَـكُمۡ تَسُؤۡكُمۡۚ وَاِنۡ تَسۡــَٔـلُوۡاعَنۡهَا حِيۡنَ يُنَزَّلُ الۡقُرۡاٰنُ تُبۡدَ لَـكُمۡ ؕ عَفَا اللّٰهُ عَنۡهَا ؕ وَاللّٰهُ غَفُوۡرٌ حَلِيۡمٌ ۞ قَدۡ سَاَ لَهَا قَوۡمٌ مِّنۡ قَبۡلِكُمۡ ثُمَّ اَصۡبَحُوۡا بِهَا كٰفِرِيۡنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika al-Qur’an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun. Sesungguhnya sebelum kamu telah ada segolongan manusia yang menanyakan hal-hal serupa itu (kepada nabi mereka), kemudian mereka menjadi kafir.” (QS: al-Maidah { 2 } : 101-102).
Ayat di atas juga menunjukkan kebolehan naskh (penghapusan) suatu perintah sebelum dikerjakan oleh seorang mukallaf. Hal itu karena perintah awal adalah menyembelih sapi betina secara umum tidak ditentukan sifat-sifatnya.
Maka, perintah tersebut diganti dengan menyembelih sapi yang mempunyai sifat-sifat tertentu, menyesuaikan pertanyaan yang diajukan. Seandainya mereka langsung melaksanakan perintah apa adanya maka sudah dianggap cukup.
Karena mereka banyak bertanya sesuatu yang tidak penting, maka perintahnya bertambah berat.
Ciri-ciri sapi Betina yang ditanyakan Bani Israil
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَ ۗ قَالَ اِنَّهٗ يَقُوْلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا فَارِضٌ وَّلَا بِكْرٌۗ عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ ۗ فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْنَ
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu.” Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, bahwa sapi betina itu tidak tua dan tidak muda, (tetapi) pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 68)
Adapun ciri-ciri sapi betina yang diperintahkan :
(A) (لَّا فَارِض) tidak “faridh”. Faridh artinya sapi yang sudah melahirkan berkali-kali atau sudah tua. Asli arti “faridh” adalah luas, yaitu perutnya luas karena banyak anaknya.
(B) (وَّلَا بِكْرٌ) tidak pula “bikr”. Bikr adalah sapi yang masih muda yang belum digauli sapi jantan dan belum kuat untuk hamil. Bikr disini hampir sama dengan “bikr” di kalangan manusia, yaitu perawan (wanita belum digauli oleh laki-laki).
(C) (عَوَانٌۢ بَيْنَ ذٰلِكَ) artinya pertengahan tua dan muda. ‘Awan bisa diartikan juga sapi betina yang baru melahirkan satu atau dua anak. Konon ‘awan adalah sapi betina yang paling kuat dan yang paling bagus.
(D) (فَافْعَلُوْا مَا تُؤْمَرُوْن) artinya “maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. Perintah untuk menyembelih sapi betina diulangi kedua kali pada ayat ini, hal ini menunjukkan pentingnya perintah dan menunjukkan bahwa perintah tersebut harus segera dilaksanakan.
Walaupun sudah diperintahkan dua kali, tetap saja mereka tidak langsung melaksanakan perintah tersebut, maka terus bertanya tentang warna sapi betina.
Firman-Nya :
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا لَوْنُهَا ۗ
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.” (QS:. al-Baqarah { 2 } : 69).
(E) (بَقَرَةٌ صَفْرَاۤءُ فَاقِعٌ لَّوْنُهَا) sapi betina yang berwarna kuning murni (kuning tua) yang enak dipandang jika terkena sinar matahari akan mengkilat. Setelah diterangkan warna sapi betina, mereka belum juga melaksanakan perintah, tapi justru bertanya lagi yang keempat kalinya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَّنَا مَا هِيَۙ اِنَّ الْبَقَرَ تَشٰبَهَ عَلَيْنَاۗ وَاِنَّآ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَمُهْتَدُوْنَ
“Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi betina) itu. (Karena) sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 70).
Kali ini mereka menyebutkan (البقر) bukan (البقرة), karena (البقر) juga dari (البقرة).
Mereka kali ini juga mengatakan bahwa sapi tersebut belum jelas bagi mereka atau mengatakan bahwa wajah sapi yang satu dengan yang lainnya hampir mirip walaupun sudah diterangkan ciri-cirinya.
Pada pertanyaan yang terakhir juga mereka menutupnya dengan pertanyaan, “Dan Insya Allah, kita akan mendapatkan petunjuk”.
Ayat di atas menunjukkan bahwa mereka mulai pasrah dengan apa yang diperintahkan. Apalagi kali ini mereka menggunakan kata “Insya Allah”, kata para ulama “Seandainya mereka tidak mengucapkan insya Allah, maka mereka tidak akan mendapatkan hidayah selamanya.”
Adapun ciri-ciri sapi betina –dalam kisah Bani Israil dan sapi betina– yang diperintahkan untuk menyembelihnya adalah :
قالَ اِنَّهٗ يَقُوۡلُ اِنَّهَا بَقَرَةٌ لَّا ذَلُوۡلٌ تُثِيۡرُ الۡاَرۡضَ وَلَا تَسۡقِى الۡحَـرۡثَ ۚ مُسَلَّمَةٌ لَّا شِيَةَ فِيۡهَا ؕ قَالُوا الۡــٴٰــنَ جِئۡتَ بِالۡحَـقِّؕ فَذَبَحُوۡهَا وَمَا كَادُوۡا يَفۡعَلُوۡنَ
“Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman, (sapi) itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak (pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka berkata, “Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 71).
(لَّا ذَلُوۡلٌ) artinya sapi yang masih liar, belum dijinakkan.
(تُثِيۡرُ الۡاَرۡض) artinya sapi yang tidak dipakai untuk membajak tanah
(وَلَا تَسۡقِى الۡحَـرۡث) artinya sapi yang tidak pula untuk mengairi tanaman
(مُسَلَّمَةٌ) artinya sehat dari berbagai cacat dan penyakit
(لَّا شِيَة) artinya tidak belang, maksudnya warna kuning murni tidak ada campuran warna lain seperti putih, hitam atau warna-warna lain.
Kemudian ayat ini ditutup dengan firman-Nya :
فَذَبَحُوۡهَا وَمَا كَادُوۡا يَفۡعَلُوۡنَ
“Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu.” (QS:. al-Baqarah { 2 } : 71).
Mereka hampir tidak menyembelih sapi yang dimaksud karena sulit mendapatkannya dan karena sangat mahal harganya. Diriwayatkan bahwa sapi itu susah ditemukan kecuali pada diri seseorang yang tidak mempunyai sapi, kecuali sapi yang disebut ciri-ciri nya pada ayat di atas.
Orang tersebut sangat berat untuk melepaskannya. Sehingga mereka memberikannya dengan emas seberat hitungannya. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَاِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادّٰرَءْتُمْ فِيْهَا
“Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh seseorang, lalu kamu tuduh-menuduh tentang itu.” (QS: al-Baqarah { 2 } : 72)
Menurut para ulama, ayat ini mestinya dicantumkan di awal sebelum Nabi Musa meminta mereka menyembelih sapi betina. Tapi justru dicantumkan terakhir setelah penjelasan kisah penyembelihan sapi betina.
Hal seperti biasa di dalam Uslub Tata Bahasa Arab. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
فَقُلْنَا اضْرِبُوْهُ بِبَعْضِهَاۗ كَذٰلِكَ يُحْيِ اللّٰهُ الْمَوْتٰى
“Lalu Kami berfirman, “Pukullah (mayat) itu dengan bagian dari (sapi) itu!” Demikianlah Allah menghidupkan (orang) yang telah mati.” (QS: al-Baqarah { 2 }》: 73)
Mereka diperintahkan untuk memukul orang yang terbunuh tersebut dengan salah satu anggota tubuh sapi betina yang sudah disembelih tersebut. Sebagian mengatakan dipukul dengan ekornya, sebagian lain mengatakan dipukul dengan lidahnya.
Setelah dipukulkan ke tubuh orang yang terbunuh tadi, hiduplah orang tersebut dan memberitahukan bahwa yang membunuhnya adalah keponakan sendiri. Kemudian dia mati lagi selesai kisah sapi betina sampai di situ.
Tergesa-gesa sebelum waktunya
Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas adalah kaidah fikih yang berbunyi,
مَنِ اسْتَعْجَلَ شَيْئًا قَبْلَ أَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ
“Barangsiapa yang tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka dia akan diberi sanksi dengan tidak mendapatkan sesuatu yang dikejarnya.”
Penerapan kaidah fikih di atas pada kisah Bani Israil dan sapi betina bahwa keponakan yang membunuh pamannya karena tergesa-gesa untuk mendapatkan warisan, dihukumi tidak mendapatkan warisan setelah pamannya mati.
Sebenarnya keponakan tersebut akan mendapatkan warisan dari seluruh harta pamannya kalau dia bersabar sampai pamannya meninggal dengan sendirinya. Karena tergesa-gesa untuk mendapatkannya sebelum waktunya dengan cara membunuh pamannya, maka dihukumi dengan tidak mendapatkan warisan tersebut. Wallahu A’lam.*/Tafsir An-Najah, diasuh Dr Ahmad Zain an-Najah, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)
Selain Tafsir tentang Kisah Bani Israil dan Sapi Betina, baca juga tafsir lainnya DI SINI
No comments:
Post a Comment