Sejarah Sholat Tarawih: Pada Awalnya Jumlah Rakaat Beragam
Rasulullah SAW lebih banyak melakukan sholat malam pada bulan suci Ramadhan di rumah saja. Para sahabat mencatat, beliau hanya tiga malam saja di Masjid Madinah .
Menurut Ahmad Zarkasih, penulis buku "Sejarah Tarawih", sholat yang disebut dengan istilah sholat tarawih ini adalah salah satu bentuk sholat malam juga pada umumnya. "Menjadi khusus karena memang ada anjuran Nabi SAW yang khusus untuk menghidupi malam-malam Ramadhan dengan banyak ibadah, salah satu adalah mendirikan sholat malam ramadhan," katanya.
Soal jumlah rakaat dalam sholat tarawih juga banyak tidak diketahui oleh kebanyakan orang. "Beberapa orang tahunya bahwa sholat tarawih itu ada ketetapan jumlah rakaat yang teriwayat dari Nabi atau para sahabat. Ada yang menyebut 8 rakaat, tidak sedikit yang mengatakan 20 rakaat atau bahkan ada yang lebih," tutur Zarkasih.
Padahal, menurut dia, tidak seperti itu juga pelaksanaan tarawih dari sejak zaman Nabi SAW sampai saat kita sekarang ini. Dalam perjalanannya, justru shalat ini dilakukan dengan variasi jumlah rakaat yang beragam dan berbeda-beda.
Nabi SAW bahkan mengerjakan sholat tarawih atau qiyam Ramadhan dengan jumlah rakaat yang bervariasi. Itulah sebabnya mengapa banyak ulama yang sampai saat ini masih berselisih tentang berapa jumlah rakaat tarawih yang benar dan sesuai dengan apa yang dilakukan Nabi SAW.
Lalu kemudian, jumlah 20 rakaatlah yang menjadi masyhur dan disepakati oleh 4 madzhab fiqih sebagai jumlah yang ideal untuk sholat tarawih di malam Ramadhan.
Istilah Tarawih
Menurut Ahmad Zarkasih Lc, istilah tarawih belum dikenal pada era Nabi SAW. "Nabi menyebutnya bukan dengan istilah tarawih, tapi dengan nama qiyam Ramadhan, yakni penghidupan atas malam Ramadhan," tuturnya. "Maksudnya ibadah guna menghidupkan malam-malam Ramadhan," jelasnya.
Dewan pengajar di Pesantren Mahasiswa Ihya’ Qalbun Salim di Lebak Bulus Jakarta ini menjelaskan munculnya nama tarawih untuk menyebut shalat sunah malam Ramadhan ini bisa jadi ada beberapa kemungkinan. Salah satunya adalah apa yang terjadi di masa Khalifah Umar bin al-Khathtab . Yakni dari riwayat Imam al-Marwadzi dalam kitabnya Kitab Qiyam Ramadhan.
"Dari al-Hasan rahimahullah. Umar RA memerintahkan Ubai untuk menjadi imam pada qiyam Ramadhan, dan mereka tidur di seperempat pertama malam. Lalu mengerjakan shalat di 2/4 malam setelahnya. Dan selesai di ¼ malam terakhir, mereka pun pulang dan sahur. Mereka membaca 5 sampai 6 ayat pada setiap rakaat. Dan shalat dengan 18 rakaat yang salam setiap 2 rakaat, dan memberikan mereka istirahat sekadar berwudhu dan menunaikan hajat mereka."
Menjadi mungkin, istilah tarawih muncul di masa ini, karena dalam riwayat di atas, Ubai bin Ka’ab diperintah oleh Khalifah Umar untuk menjadi imam qiyam Ramadhan dengan bacaan 5 sampai 6 ayat di setiap rakaat. Dan setiap 2 rakaat, istirahat. Dengan redaksi riwayat seperti ini: "Memberikan mereka istirahat sekadar berwudhu dan menunaikan hajat mereka".
Bisa jadi itulah kenapa sholat ini disebut dengan istilah Tarawih; karena pelaksaannya ketika zaman ini imam memberikan banyak tarwiih, alias istirahat untuk para makmum di setiap selesai 2 rakaat. Itu berarti, menurut Zarkasih, jika shalat dikerjakan dengan 18 rakaat, mereka mendapatkan 9 kali tarwiih. Dan kalau salat itu dikerjakan dengan 20 rakaat, maka tarwiih yang ada menjadi 10 kali tarwih. Apalagi jika ditambah dengan 3 rakaat witir yang formatnya 2 rakaat plus 1. Itu berarti tarwih manjadi 12 kali. Dan itu banyak.
Karena itulah shalat ini dinamakan salat tarawih, karena di dalamnya imam memberikan banyak tarwiih alias istirahat di setiap selesai salam.
Format Tarawih
Pada zaman Ali bin Abi Thalib RA menjabat sebagai khalifah, format tarawih dalam hal jeda istirahat sedikit berubah. Kala di masa Umar bin Khattab ra menjabat, tarwiih itu ada di setiap selesai 2 rakaat. Artinya, dalam 20 rakaat, istirahat ada 10 kali. Sedangkan di zaman Ali ra, format tarwiih berubah. Beliau hanya mengizinkan tarwiih dari 20 rakaat itu hanya 5 kali. Artinya bahwa tarwiih tidak dilakukan setiap selesai 2 rakaat, melainkan setiap 4 rakaat.
Format tarawih berubah lagi di tahun ke 99 Hijriyah, ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah dari Bani Umayyah. Perubahannya terdapat pada jumlah rakaat yang dikerjakan.
Jumlah rakaat yang sudah lama menjadi tradisi dan diaminkan oleh seluruh umat Islam sejak zaman Khalifah Umar, yakni 20 rakaat, berubah menjadi lebih banyak; yakni menjadi 36 rakaat. Di luar 3 rakaat Witir. Yang artinya kalau digabungkan dengan witir, shalat tarawih di zaman Umar bin Abdul Aziz totalnya menjadi 39 rakaat.
Menurut Ahmad Zarkasih Lc, beberapa sumber menyebutkan bahwa adanya tambahan rakaat yang dilakukan oleh Umar bin Abdil Aziz dari 20 menjadi 36 di masjid Nabawi Madinah, itu disebabkan karena Umar bin Abdul Aziz iri dengan orang Makkah.
Diceritakan, bahwasanya shalat tarawih di Masjidil haram itu dikerjakan dengan format 20 rakaat, dan mereka istirahat di setiap 2 salam; yakni 4 rakaat. Jika demikian, berarti istirahat atau tarwiih yang mereka dapati adalah 4 kali. Sama seperti orang Madinah. Bedanya, muslim Mekkah setiap kali tarwiih, atau istirahat, mereka selalu thawaf mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang setelah thawaf melakukan salat sunnah thawaf 2 rakaat.
Lalu kemudian, mereka meneruskan lagi sholat tarawihnya. Dan begitu seterusnya ketika mereka mendapatkan tarwih di setiap selesai 4 rakaat. Kemuliaan orang-orang Mekkah di masjidil Haram itu tidak mungkin didapati oleh orang Madinah. Karena itulah kemudian Umar bin Abdul Aziz berpikir untuk menyamai muslim Mekkah dalam hal kemuliaan tersebut. Sampai akhirnya Umar bin Abdul Aziz memutuskan untuk menambah 4 rakaat di masjid Nabawi sebagai ganti Thawafnya orang Mekkah.
Jadi, karena thawaf itu dikerjakan sebanyak 4 kali, karena memang 4 kali tarwiih. Berarti mereka (orang-orang Madinah) menambah 4 rakaat kali 4, jadi 16. Akhirnya, shalat yang jumlahnya 20 rakaat ditambah 16 rakaat menjadi 36 rakaat.
Inilah sebab kenapa orang-orang Madinah di Masjid Nabawi menambah jumlah rakaat menjadi 36 dari yang awalnya 20 rakaat.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment