Produksi Kertas, Inovasi yang Diserap Peradaban Muslim dari China
Negeri tersebut merupakan jiran Asia tengah sehingga, cepat atau lambat, Samarkand menjadi bagian penting dari daulah Islam secara keseluruhan. Abu Muslim al-Khurasani merupakan tokoh militer yang turut membuka jalan bagi munculnya Kekhalifahan Abbasiyah.
Antara Mei dan September 751, Abbasiyah menghadapi ancaman dari negeri Cina, yaitu Dinasti Tang. Kedua belah pihak bertemu dalam Perang Talas. Pada akhirnya, kekhalifahan Islam berhasil memenangkan pertempuran itu.
Dampak kemenangan tersebut bukan hanya pada level politik, tetapi kebudayaan umumnya. Sebab, pasca-Perang Talas terjadilah transfer teknologi yang luar biasa besarnya.
Ceritanya bermula dari sejumlah tawanan Tang yang ditahan pasukan Muslim. Mereka ter nyata pandai membuat kertas dari bahan bambu dan serat kayu.
Begitu mendengar kabar keahlian para tawanan itu, penguasa Abbasiyah kemudian membebaskannya dengan syarat, mereka mengajarkan orang Islam tahap-tahap memproduksi kertas.
Sebelumnya, orang-orang Arab telah mengenal beberapa wujud naskah atau alas menulis. Sebut saja, papirus atau kulit hewan yang telah disamak. Akan tetapi, hasil kreasi bangsa China menghadirkan inovasi yang sama sekali baru pada masa itu.
Kertas buatan mereka lebih halus dan awet. Berkat interaksi budaya dengan bangsa Cina, daulah Islam berhasil merintis pemakaian kertas secara masif. Raja Abbasiyah menjadikan Samarkand sebagai daerah pusat produksi kertas. Dari kota tersebut, kerajinan membuat kertas lambat laun menjadi industri.
Sempat ada kendala, yakni bahan baku bubur kertas sukar didapatkan. Pasokan bambu, kayu murbai (mulberry), dan cendana (sandalwood) tidak sebanyak ketika di Cina. Otoritas Samarkand pun memilih alternatif, yakni bahan baku semisal kain linen atau katun. Dengan begitu, produksi kertas secara besar-besaran memungkinkan terjadi. Rol
No comments:
Post a Comment