Tabiin Salamah Bin Dinar: Ketika Hati Diperbaiki maka Dosa-Dosa Besar Terampuni
Rumah Salamah bin Dinar benar-benar seperti mata air yang segar bagi para penuntut ilmu dan para pencari kebaikan. Tidak ada beda antara saudara-saudaranya dan murid-muridnya.
Dr Abdurrahman Ra’at Basya dalam buku berjudul " Mereka adalah Para Tabi’in " menceritakan pada suatu hari Abdurrahman bin Jabir dan anaknya datang menjenguknya, mereka berdua duduk dihadapannya seraya mengucapkan salam dan mendoakan kebaikan dunia akhirat. Maka Salamah bin Dinar membalas salam keduanya dengan lebih baik, menyambut keduanya, kemudian mereka segera bercakap-cakap.
Abdurrahman bertanya, “Bagaimanakah trik mendapatkan hati yang selalu terjaga wahai Abu Hazim?”
Beliau menjawab, “Ketika hati diperbaiki maka dosa-dosa besar terampuni… dan jika seorang hamba bertekad meninggalkan dosa, maka ia akan diliputi hati yang selalu terjaga. Jangan lupa wahai Abdurrahman bahwa kemewahan dunia akan menyibukkan hati dari kenikmatan akhirat … setiap nikmat yang tidak menjadikanmu dekat dengan Allah maka itu adalah bencana.”
“Sesungguhnya syaikh kami banyak dan kepada siapakah kami berteladan,” tanya anak Abdurrahman.
“Wahai anakku, teladanilah syaikh yang paling takut kepada Allah, secara sembunyi-sembunyi dan menahan diri dari mengumbar aib… memperbaiki dirinya sejak masa muda dan hal itu tetap berlangsung hingga masa tua. Ketahuilah wahai anakku, tidaklah mentari bersinar di pagi hari melainkan pada hari itu nafsu dan ilmu akan menghampiri penuntut ilmu, lalu keduanya saling bertarung dalam dadanya dengan dahsyatnya… jika ilmunya mengalahkan nafsunya maka hari itu adalah hari keberuntungannya… tetapi jika nafsunya yang mengalahkan ilmunya maka hari itu adalah hari kerugiannya,“ jawab Abdurrahman kepada anaknya.
Abdurrahman kemudian bertanya kepada Salamah bin Dinar. “Seringkali anda menasihati kami untuk bersyukur wahai Abu Hazim, apa sebenarnya hakikat syukur itu?”
“Tiap-tiap anggota dari tubuh kita, punya hak untuk kita syukuri,” jawabnya.
Abdurrahman berkata, “Bagaimana (cara) bersyukurnya kedua mata?”
“(Yaitu) bila kamu melihat kebaikan dengan keduanya maka kamu mengumumkannya, dan bila kamu melihat keburukan maka kamu menutupinya.”
“Bagaiman (cara) bersyukurnya kedua telinga?”
“Bila kamu mendengar kebaikan dengannya maka kamu memahaminya, dan bila kamu mendengar keburukan maka kamu menimbunnya.”
“Bagaimana (cara) bersyukurnya kedua tangan?” tanya Abdurrahman lagi.
“Hendaklah kamu tidak mengambil apa yang bukan milikmu dengannya…hendaklah kamu tidak melarang hak dari hak-hak Allah dengannya…dan janganlah terlewatkan olehmu wahai Abdurrahman, bahwa orang yang hanya bersyukur dengan lisannya dan tidak mengikut sertakan seluruh anggota badan dan hatinya bersamanya…maka perumpamaannya adalah sema dengan orang yang memiliki kain (baju), tetapi ia hanya memegang ujungnya dan tidak mengenakannya…Maka yang demikian itu tidaklah melindunginya dari panas dan tidak pula membentenginya dari dingin.”
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment