Ibu Bajjah Ilmuwan Besar Multidisiplin: Banyak Karya, Mati Muda
Semasa hidupnya, Ibnu Bajjah dikenal sebagai ilmuwan agung dan multidisiplin. Teori-teorinya dalam astronomi dan fisika didokumentasikan dan dilestarikan oleh Maimonides dan Ibnu Rusyd
Asih Subagyo |
IBNU Bajjah (ابن باجة) atau lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh at-Tujibi bin Bajjah (أبو بكر محمد بن يحيى بن الصايغ) adalah seorang astronom, filsuf, musisi, dokter, fisikawan, psikolog, botanis, sastrawan, dan ilmuwan Muslim Andalusia. Beliau dikenal di Barat dengan nama Latinnya, Avempace. Ia lahir di Zaragoza 1095, tempat yang kini berada di wilayah Spanyol, dan meninggal di Fez-Maroko pada 1138.
Pada masanya, kajian Filsafat di Al-Andalus berkembang lebih lambat daripada di Timur; ia tumbuh di kalangan Muslim dan Yahudi, karena kedua komunitas itu dipelihara oleh bahasa Arab yang sama. Komunitas Muslim jauh lebih besar dan mendefinisikan ruang budaya, yang sebagian besar dibuat oleh terjemahan bahasa Arab dari karya-karya ilmiah dan filosofis Yunani.
Dari sintulah maka, Avempace menulis salah satu komentar pertama tentang Aristoteles di dunia barat. Sementara karyanya pada gerakan proyektil tidak pernah diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin. Teori Avempace tentang gerakan proyektil ditemukan dalam teks yang dikenal sebagai “Teks 71”
Sebagai polimath, teori-teori Ibnu Bājjah dalam astronomi dan fisika masing-masing didokumentasikan dan dilestarikan oleh Maimonides dan Averroes (Ibnu Rusyd), dan dipengaruhi oleh para astronom berikutya di masa Renaisans Eropa, termasuk Galileo Galilei. Pada tahun 2009, sebuah kawah di Bulan diberi nama kawah “Ibnu Bajjah” oleh International Astronomical Union (IAU) untuk menghormatinya.
Karya filosofis Avempace yang paling penting lainnya adalah Tadbīr al-mutawaḥḥid (“Rezim Soliter”), sebuah risalah etis yang berpendapat bahwa para filsuf dapat mengoptimalkan kesehatan spiritual mereka hanya dalam lingkungan yang benar, yang dalam banyak kasus hanya dapat ditemukan dalam kesendirian dan pengasingan (uzlah).
Karya itu tetap tidak lengkap setelah kematiannya, tetapi kesimpulannya dapat dipastikan dari karya-karya sebelumnya. Tema sentral karya ini adalah itinerarium yang memimpin ruh-manusia untuk menyatukan dirinya dengan Kecerdasan Aktif (ʿAql faʿal, Intellegentia agens ). Dia yang berbicara tentang “aturan” atau “disiplin” mengasumsikan cara hidup yang diatur oleh tindakan yang menuntut refleksi, dan ini hanya dapat ditemukan pada manusia yang menyendiri dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Untuk alasan ini risalah yang disajikan pada dasarnya sebagai “teori bentuk spiritual,” sketsa fenomenologi ruh. Ruh secara progresif menurut dia, dapat berkembang dari bentuk-bentuk yang terlibat dalam materi menjadi bentuk-bentuk yang telah diabstraksikan darinya. Setelah kemudian menjadi dapat dipahami dalam tindakan, bentuk-bentuk ini dengan demikian mencapai tingkat kecerdasan dalam tindakan, mencapai tingkat bentuk-bentuk spiritual murni, bentuk-bentuk yang, sejauh yang ada untuk Kecerdasan Aktif, tidak harus berpindah dari kekuasaan ke tindakan.
Karya-karya filosofisnya yang lain termasuk komentar tentang karya-karya Aristoteles dan al-Fārābī. Dia juga menulis sejumlah lagu dan puisi dan Kitāb Al-Nabāt (“Kitab Tumbuhan”), sebuah karya populer tentang botani. Ia juga diketahui telah mempelajari astronomi, kedokteran, dan matematika. Pemikirannya memiliki pengaruh yang jelas pada Ibnu Rusyd dan Albertus Magnus. Kebanyakan buku dan tulisannya tidak lengkap (atau teratur dengan baik) karena kematiannya yang cepat. Sumbangan utamanya pada filsafat Islam ialah gagasannya pada Fenomenologi Jiwa, tetapi lagi-lagi sayangnya tak lengkap.
Ibnu Bājjah memaksakan filsafat Islam di Spanyol yang sama sekali memiliki orientasi berbeda dari Mohammad al-Ghazali. Motif individu soliter, orang asing, dan allogène, bagaimanapun, bergabung dengan motif khas gnosis mistik dalam Islam. Tipe manusia spiritual yang sama diwujudkan dalam individu-individu ini, meskipun persepsi mereka tentang tujuan bersama berbeda dan dengan demikian pilihan yang menentukan jalan mereka. Salah satu kuliah di Spanyol ini adalah kuliah dari Ibnu Masarra, yang dilanjutkan oleh Ibnu al-Arabi. Yang lainnya adalah ibnu Bājjah, yang kemudian dilanjutkan oleh Averroes (Ibn Rusyd).
Avempace mendefinisikan ilmu ini sebagai teoretis, subjeknya adalah tubuh alami dan mengatakan bahwa sebagian besar subjeknya dikenal oleh indera (IB-SS-fakhry: 15.7-9). Fisika bekerja berdasarkan prinsip-prinsip sejauh itu teoretis dan mencari penyebab sebagai ilmu demonstratifnya. Kita tidak boleh mengesampingkan diskusi panjang tentang esensi dan posisi fisika dalam pengantar Avempace untuk bukunya yang berjudul Books of Animals (Buku tetang binatang).
Semasa hidupnya, sebagai ilmuwan agung dan multidisiplin, Ibnu Bajjah sangat produktif dan banyak menghasilkan beragam karya. Kini, manuskrip asli dan terjemahannya masih tersimpan di Perpustakaan Bodlein, Perpustakaan Berlin, dan Perpustakaan Escurial (Spanyol). Beberapa kitabnya diantaranya adalah : Tadbir al-Mutawahhid, al-Ittisal al-Aql Bi al-Insan, Al-Nafs, Tardiyyah (syair-syair) Risalah al-Akhlaq, Kitab al-Nabat,dan Risalah al-Ghayah al-Insaniyyah, dlsb. Ibnu Khaldun berkomentar bahwa Ibnu Bajjah merupakan ilmuwan yang hebat dan sangat dihormati sepanjang sejarah. “Kedudukan Ibnu Bajjah setara dengan Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan Al-Farabi.”
Meninggal di usia 43 tahun, beliau mati masih sangat muda. Padahal sebagai seorang ilmuwan beliau sedang terus berkarya. Adapun penyebab kematiannya, beberapa sumber menunjukkan bahwa keracunan atau lebih tepatnya di racun. Al-Maqqari menceritakan bahwa Ibnu Ma’yub adalah seorang pelayan dari tabib Abu l-‘Ala’ Ibnu Zuhr, yang menempatkan diri sebagai musuhnya. Tidak diketahui mengapa dia memusuhi Ibnu Bajjah. Yang jelas dari sini kemudian Ibnu Ma’yub dicurigai meracuninya dengan sejenis terong, hingga meninggal. Wallahu a’lam (diolah dari berbagai sumber).*
Peneliti di Hidayatullah Institute
No comments:
Post a Comment