Kisah Puitis Kurban, Ismail: Kuatkanlah Ikatan Itu Agar Darahku Tidak Kena Ayah
Perintah Allah agar Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail menjadi awal dari penyelenggaraan ibadah kurban bagi umat Islam. Berdasarkan catatan sejarah, lokasi Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail kini disebut Jabal Qurban terletak di perbatasan antara Mina dan Musdalifa.
Hanya saja, ahli sejarah Yahudi berpendapat, bahwa yang disembelih Nabi Ibrahim adalah Ishaq , bukan Ismail. Di sini kita bukan akan menguji adanya perselisihan pendapat itu.
Muhammad Husein Haekal dalam buku "Sejarah Hidup Muhammad" yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah menyebut dalam Qishash'l-Anbia' Syaikh Abd'l Wahhab an-Najjar berpendapat, bahwa yang disembelih itu adalah Ismail.
Argumentasi ini justru diambilnya dari Taurat sendiri bahwa yang disembelih itu dilukiskan sebagai anak Ibrahim satu-satunya. Pada waktu itu Ismail adalah anak satu-satunya sebelum Ishaq dilahirkan.
Setelah Siti Sarah melahirkan, maka anak Ibrahim tidak lagi tunggal, melainkan sudah ada Ismail dan Ishaq. Dengan mengambil cerita itu, menurut Haekal, seharusnya kisah penyembelihan dan penebusan itu terjadi di Palestina.
Hal ini memang bisa terjadi demikian kalau yang dimaksudkan itu terjadi terhadap diri Ishaq. Selama itu Ishaq dengan ibunya hanya tinggal di Palestina, tidak pernah pergi ke Hijaz.
Akan tetapi cerita yang mengatakan bahwa penyembelihan dan penebusan itu terjadi di atas bukit Mina, maka ini tentu berlaku terhadap diri Ismail. Oleh karena di dalam Qur'an tidak disebutkan nama person korban itu, maka ahli-ahli sejarah kaum Muslimin berlain-lainan pendapat.
Kisah Pengurbanan
Tentang pengurbanan dan penebusan itu kisahnya ialah bahwa Nabi Ibrahim bermimpi, bahwasanya Tuhan memerintahkan kepadanya supaya anaknya itu dipersembahkan sebagai kurban dengan menyembelihnya.
Pada suatu pagi berangkatlah ia dengan anaknya. "Bila ia sudah mencapai usia cukup untuk berusaha, ia (Ibrahim) berkata: 'O anakku, dalam tidur aku bermimpi, bahwa aku menyembelihmu. Lihatlah, bagaimanakah pendapatmu?'
Ia menjawab: 'Wahai ayahku. Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Jika dikehendaki Tuhan, akan kaudapati aku dalam kesabaran."
فَلَمَّاۤ اَسۡلَمَا وَتَلَّهٗ لِلۡجَبِيۡنِۚ
Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). ( QS As-Saffat 103)
وَنَادَيۡنٰهُ اَنۡ يّٰۤاِبۡرٰهِيۡمُۙ
Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! ( QS As-Saffat 104)
قَدۡ صَدَّقۡتَ الرُّءۡيَا ۚ اِنَّا كَذٰلِكَ نَجۡزِى الۡمُحۡسِنِيۡنَ
Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS As-Saffat 105)
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الۡبَلٰٓؤُا الۡمُبِيۡنُ
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. ( QS As-Saffat 106)
وَفَدَيۡنٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيۡمٍ
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. ( QS As-Saffat 107)
Beberapa cerita melukiskan kisah ini dalam bentuk puisi yang indah sekali. Kisahnya, setelah Ibrahim bermimpi dalam tidurnya bahwa ia harus menyembelih anaknya dan memastikan bahwa itu adalah perintah Tuhan, ia berkata kepada anaknya itu:
"Anakku, bawalah tali dan parang itu, mari kita pergi ke bukit mencari kayu untuk keluarga kita."
Anak itupun menurut perintah ayahnya. Ketika itu datang setan dalam bentuk seorang laki-laki, mendatangi ibu anak itu seraya berkata: "Tahukah engkau ke mana Ibrahim membawa anakmu?"
"Ia pergi mencari kayu dari lereng bukit itu," jawab ibunya.
"Tidak," kata setan lagi, "ia pergi akan menyembelihnya."
Ibu itu menjawab lagi: "Tidak. Ia lebih sayang kepada anaknya."
"Ia mendakwakan bahwa Tuhan yang memerintahkan itu."
"Kalau itu memang perintah Tuhan biarkan dia menaati perintahNya," jawab ibu itu.
Setan itu lalu pergi dengan perasaan kecewa. Ia segera menyusul anak yang sedang mengikuti ayahnya itu. Kepada anak itupun ia berkata seperti terhadap ibunya tadi. Tapi jawabannyapun sama dengan jawaban ibunya juga.
Kemudian setan mendatangi Ibrahim dan mengatakan, bahwa mimpinya itu hanya tipu-muslihat setan supaya ia menyembelih anaknya dan akhirnya akan menyesal. Tetapi oleh Ibrahim ia ditinggalkan dan dilaknatnya. Dengan rasa jengkel Iblis itu mundur teratur, karena maksudnya tidak berhasil, baik dari Ibrahim, dari isterinya atau dari anaknya.
Kemudian itu Ibrahim menyatakan kepada anaknya tentang mimpinya itu dan minta pendapatnya. "Ayah, lakukanlah apa yang diperintahkan."
Lalu katanya lagi dalam ballada itu: "Ayah, kalau ayah akan menyembelihku, kuatkanlah ikatan itu supaya darahku nanti tidak kena ayah dan akan mengurangi pahalaku. Aku tidak menjamin bahwa aku takkan gelisah bila dilaksanakan.
Tajamkanlah parang itu supaya dapat sekaligus memotongku. Bila ayah sudah merebahkan aku untuk disembelih, telungkupkan aku dan jangan dimiringkan. Aku kuatir bila ayah kelak melihat wajahku ayah akan jadi lemah, sehingga akan menghalangi maksud ayah melaksanakan perintah Tuhan itu. Kalau ayah berpendapat akan membawa bajuku ini kepada ibu kalau-kalau menjadi hiburan baginya, lakukanlah, ayah."
"Anakku," kata Ibrahim, "ini adalah bantuan besar dalam melaksanakan perintah Allah."
Kemudian ia siap melaksanakan. Diikatnya kuat-kuat tangan anak itu lalu dibaringkan keningnya untuk disembelih. Tetapi kemudian ia dipanggil: "Hai Ibrahim! Engkau telah melaksanakan mimpi itu."
Anak itu kemudian ditebusnya dengan seekor domba besar yang terdapat tidak jauh dari tempat itu. Lalu disembelihnya dan dibakarnya.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment