Perjuangan Muhammadiyah dalam Menentang Pajak Pemotongan Hewan Kurban
Persyarikatan Muhammadiyah pernah berperan menentang pajak pemotongan hewan kurban (slachtbelasting) pada tahun 1938, yang dikenakan setiap Hari Raya Idul Adha
DALAM buku “Makin Lama Makin Tjinta; Muhammadijah Setengah Abad 1912-1962” (1962: 201) disebutkan keterlibatan atau peran Persyarikatan Muhammadiyah dalam bidang politik, terutama pajak pemotongan hewan kurban. Di antaranya adalah pada tahun 1938, Ormas Islam yang didirikan KH. Ahmad Dahlan ini menentang adanya pajak potong hewan (slachtbelasting) yang dikenakan bagi pemotong hewan qurban setiap Hari Raya Idul Adha.
Al-Hamdulillah tuntutan itu berhasil dan akhirnya tidak dikenakan lagi pajak bagi pemotongan hewan qurban.
***
Berikut ini terdapat data dari Koran “Soeara-Ra’jat” (No. 19, Thn. II: 04 Juni 1938) yang menunjukkan usaha Muhammadiyah dalam terbebasnya biaya (pajak) dari pemotongan hewan qurban.
***
PEMBEBASAN BEAJA QOERBAN
Hoofdbestuur (Pengurus Besar) Moehammadijah telah menerima soerat dari kanvoor Adviseur voor Inlandzchezaken no 590-E-7 tertanggal 29 April 1938 sebagai dibawah ini toeroenannja:
Berhoeboeng dengan permohonan bebasnja beia sembelih (slachtbelasting) jang oleh Pemerintah didjawab dengan soeratnja tanggal 18 Januari 1938 no 146 A, maka berama ini saja perma’loemkan kepada Hoofdbestuur Moehammadijah bahwa dengan besluit Pemerintah tanggal 14 boelan April no. 1 (Staatsblad no. 174) telah ditetapkan bahwa oentoek menjembelih chewan goena qoerban pada hari ‘Ied al Qoerban, dibebaskan dari pembajaran beia (slachtbelasting)).
Oentoek dapat kebebasan beja itoe, lebih dahoeloe harus diminta seboeah keterangan dari Bestuur itoe soerat keterangan bolehnja diberikan kalau soedah terang bahwa itoe chewan akan disembelih boeat qurban pada hari ‘Ied al -Qoerban dan dagingnja tidak akan diberikan kepada orang lain dengan pembajaran, dengan warna apa djoega.
Surat keterangan terseboet sebeloemnja chewan itoe disembelih, haroes diserahkan kepada seseorang jang diwadjibkan oleh Bestuur berhadlir pada waktoenja menjembelih [memotonh].
Lain tiada : ma’loem djoega adanja.
Salam dgn hormat,
w.g. G.F. Pyper
Adviseur voor Inlandschezaken
***
Pada saat ini, di luar konteks pandemi, kita mungkin tidak merasa kesusahan sama sekali dalam melaksanakan syariat penyembelihan hewan kurban. Tapi perlu diingat bahwa, dahulu untuk melakukannya begitu dipersulit, bahkan diberi biaya pajak.
Dalam kondisi demikian, Persyarikatan Muhammadiyah (kabarnya NU juga) terjun berperan. Al-Hamdulillah, perjuangan itu menuai hasil. Hasilnya bisa dibaca dalam surat di atas tadi.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa Ormas Islam Muhammadiyah (termasuk Oramas lain yang terkait) memainkan peran penting yang dampaknya dirasakan oleh umat Islam Indonesia.
Alangkah Indahnya jika Ormas yang berafiliasi pada Islam bersama-sama memiliki kepedulian dan peran untuk umat, sehingga dalam menghadapi tantangan dan rintangan sebesar apapun akan bisa diatasi.*/Mahmud Budi Setiawan
No comments:
Post a Comment