Kisah Raja Romawi Nicephorus I Bersimpuh di Hadapan Khalifah Harun Al-Rasyid
Pada tahun 187 H, Khalifah Harun Al-Rasyid menerima surat dari Kaisar Romawi yang baru, Nicephorus I, putra Stauracius. Sejarawan Arab menyebutnya Nigfur bin Istabraq.
Surat itu berisi pembatalan sepihak kesepakatan antara kaum Muslimin dan penguasa Romawi sebelumnya, Ratu Augusta.
Sekadar mengingatkan bahwa pada tahun 165 H, Harun Al-Rasyid bersama 100.000 pasukan menyerang Bizantium. Ketika itu pemimpin tertinggi Romawi adalah Ratu Augusta. Dia merupakan janda dari Kaisar Leo.
Ratu Augusta terpaksa memimpin Romawi, karena putranya, yang tidak lain adalah pewaris tahta, masih belia. Sehingga dia untuk sementara waktu menggantikan tugas-tugas pemerintahan.
Imam As-Suyuthi dalam bukunya berjudul "Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah", menyebutkan pada saat kekuatannya sudah terdesak, Ratu Augusta memutuskan berdamai. Harun Al-Rasyid pun memenuhi permintaan tersebut dengan syarat, bahwa Ratu akan memberikan akses seluas-luasnya pada kaum Muslimin untuk berdagang di wilayah kekuasaannya.
Di samping itu, Bizantium dikenai kewajiban membayar upeti sebenar 90.000 atau 70.000 Dinar setiap tahun kepada Abbasiyah. Uang inilah yang diminta kembali oleh Nicephorus I dalam suratnya tersebut.
Surat itu sebagaimana dikutip dalam buku "The History of al-Tabari" berbunyi sebagai berikut:
“Dari Nicephorus Kaisar Bizantium kepada Harun Raja Arab. Sesungguhnya, sang ratu yang berkuasa sebelum aku telah mendudukkanmu layaknya benteng (dalam permainan catur), dan dirinya sendiri layaknya bidak. Dia memberikan harta kekayaannya kepadamu dikarenakan kelemahan dan kebodohan perempuan. Sekarang, setelah kamu selesai membaca surat ini secara seksama, segera kembalikan semua uang sudah dia kirimkan, dan tebuslah semua itu secepat mungkin. Kalau tidak, maka pedanglah yang akan berbicara di antara kita!”
Begitu selesai membaca surat ini, tubuh Harun Al-Rasyid bergetar karena marah. Tak seorang pun berani memandang wajahnya atau berbicara padanya. Pelan-pelan mereka semua menyingkir karena takut terkena amukannya. Dia lalu meminta tinta dan segera menulis surat balasan, yang isinya sebagai berikut:
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Harun Al-Rasyid, pemimpin kaum Muslimin kepada Nicephorus, anjing Bizantium: Wahai anak dari perempuan kafir, aku telah membaca suratmu dengan jelas. Adapun jawabannya, akan kau saksikan sendiri, bukan kau dengar. Salam!”
Hari itu juga Harun Al-Rasyid menyiapkan bala tentaranya, lalu berderap menuju Bizantium. Dia ingin segera menghukum raja yang congkak ini. Setelah berjalan ribuan mil, akhirnya sampailah Khalifah Harun Al-Rasyid dan pasukannya di Anatolia barat daya. Tepatnya di depan gerbang benteng Hiraclia, yang merupakan wilayah perbatasan antara Bizantium dan Abbasiyah.
Tanpa ampun, Harun Al-Rasyid dan pasukannya mengamuk di wilayah itu. Dalam waktu singkat benteng tersebut berhasil dikuasai. Khalifah Harun merampas barang-barang berharga dan terbaik untuk dirinya sendiri. Kemudian dia memerintahkan penduduk di sana dibantai, kotanya dihancurkan, dan dibakar hingga tak bersisa.
Imam Al-Suyuthi mengatakan bahwa ini adalah perang yang sangat masyhur sekaligus penaklukan yang gemilang.
Melihat kota di perbatasannya hancur berantakan oleh satu serangan saja, Nicephorus I gemetar. Dia segera menulis surat dan memerintahkan pada kurirnya untuk membawanya kepada Khalifah Harun Al-Rasyid. Dalam surat tersebut, dia memohon berdamai dan bersedia terus membayar upeti tahunan pada Abbasiyah seperti biasanya. Khalifah Harun pun mengabulkan permohonan Nicephorus I dan memutuskan kembali ke Baghdad.
Tapi di tengah perjalanan pulang tersebut, datang kabar yang mengatakan bahwa Nicephorus I sudah melanggar janjinya. Para pengawalnya yang mengerti watak Harun Al-Rasyid, bingung cara menyampaikan hal ini. Karena mereka tau, bahwa Harun pasti akan marah besar. Jadi mereka membuat syair-syair yang menyiratkan masalah yang sedang terjadi.
Khalifah Harun yang sangat menyukai puisi itu, memiliki sensitivitas terhadap bahasa isyarat. Tidak butuh waktu lama, Harun langsung bertanya pada para pengawalnya, “Benarkah Nicephorus melakukan (yang kalian sampaikan) ini?” dan para pengawalnya pun diam, seraya meng-iya-kan apa yang terbersit di benak Khalifah Harun Al-Rasyid.
Seketika itu juga Khalifah Harun Al-Rasyid merasa sangat terpukul dengan pengkhianatan ini. Dia seolah tidak menyangka bahwa seorang kaisar dari imperium besar semacam Bizantium bisa bertindak sepengecut itu.
Pada saat itu Khalifah Harun Al-Rasyid sedang berada di Raqqah, dan secara kebetulan musim dingin datang. Nicephorus I agaknya memahami tentang perubahan musim ini. Dia sengaja mematahkan perjanjian penting itu karena mengira Khalifah Harun Al-Rasyid tidak mungkin datang kembali dalam kondisi cuaca yang sangat buruk seperti ini. Tapi Nicephorus juga tidak mengira, bahwa Khalifah Harun mengetahui jalan pikirannya. Dalam keadaan cuaca buruk itu juga, Khalifah Harun Al-Rasyid dan pasukannya berderap kembali ke Bizantium.
Berbeda dari sebelumnya, ini kali Khalifah Harun Al-Rasyid bertekad tidak akan berhenti hingga dia mencapai Istana Bizantium. Dalam tekanan cuaca yang berat, pasukan Abbasiyah berhasil kembali melawati Hiraclea, lalu merangsek terus sampai ke jantung ibu kota Bizantium di Konstantinopel.
Nicephorus I hanya bisa tercengang menyaksikan penaklukkan tersebut. Dia dan pasukannya jelas tidak siap atas kejutan yang luar biasa ini. Dengan perjuangan yang tak kenal lelah, akhirnya Khalifah Harun Al-Rasyid berhasil menginjakkan kakinya di serambi istana kekaisaran Romawi.
Dalam kondisi malu dan kalah, Nicephorus I bersimpuh di hadapan Khalifah Harun Al-Rasyid dan mohon ampunan sekali kali. Permohonan ini akhirnya dikabulkan oleh Khalifah Harun Al-Rasyid.
Hanya saja, Khalifah Harun Al-Rasyid merampas pajak tahun dari Bizantium saat itu juga, dan mengambil alih sebagian besar dari wilayah kekuasaan Bizantium sebagai wilayah kekuasaannya.
Menurut Al-Suyuthi, pada waktu itu juga Khalifah Harun Al-Rasyid menebus semua kaum Muslimin yang ditawan di seluruh wilayah kekuasaan Romawi sampai tak bersisa.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment