Sejarah Qunut Nazilah, Dilakukan Nabi Muhammad SAW Sebulan Penuh
Sejarah qunut nazilah pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pascatragedi Bir Ma’unah pada bulan Shafar ke-4 Hijriyah (Mei 625 H). Kala itu, 70 sahabat yang diutus oleh Nabi SAW untuk berdakwah ke wilayah Najd dibantai kaum kafir di Bir Ma’unah.
Peristiwa ini mengguratkan kesedihan yang mendalam pada diri Rasulullah SAW . Beliaupun mendoakan kejelekan para pelakunya selama satu bulan penuh. Doa itulah yang kemudian disebut dengan doa qunut nazilah dan terus diamalkan kaum muslimin hingga kini, terutama ketika sedang menghadapi bahaya atau malapetaka.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari juga memaparkan kisah yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya, menyebut ada perjanjian antara kaum musyrikin dengan Rasulullah SAW. Mereka adalah kelompok yang tidak ikut memerangi beliau. Mereka yang mengadakan perjanjian dengan beliau adalah Bani Amir yang dipimpin oleh Abu Barra Amir bin Malik bin Ja’far si Pemain Tombak.
Kala itu datang Abu Barra menemui Rasulullah SAW di Madinah, kemudian oleh beliau diajak kepada Islam.
Ia tidak menyambutnya, namun juga tidak menunjukkan sikap penolakan.
Kemudian dia berkata: “Wahai Rasulullah, seandainya engkau mengutus sahabat-sahabatmu kepada penduduk Najd untuk mengajak mereka kepada Islam, aku berharap mereka akan menyambutnya.”
Beliau SAW berkata: “Aku mengkhawatirkan perlakuan penduduk Najd atas mereka.”
Abu Barra meyakinkan Nabi SAW. “Aku yang menjamin mereka.”
Rasulullah SAW kemudian mengutus 70 orang sahabat yang ahli membaca Al-Quran, termasuk pemuka kaum muslimin pilihan. Mereka tiba di sebuah tempat bernama Bir Ma’unah, sebuah daerah yang terletak antara wilayah Bani ‘Amir dan kampung Bani Sulaim.
Setibanya di sana, mereka mengutus Haram bin Milhan, saudara Ummu Sulaim bintu Milhan, membawa surat Rasulullah SAW kepada Amir bin Thufail.
Amir bin Thufail tidak menghiraukan surat itu, bahkan memberi isyarat agar seseorang membunuh Haram. Ketika orang itu menikamkan tombaknya dan Haram melihat darah, dia berkata: “Demi Rabb Kakbah, aku beruntung.”
Amir bin Thufail kemudian menghasut orang-orang Bani Amir agar memerangi rombongan sahabat lainnya, namun mereka menolak karena adanya perlindungan Abu Barra.
Diapun menghasut Bani Sulaim dan ajakan ini disambut oleh Ushaiyyah, Ri’i, dan Dzakwan. Merekapun datang mengepung para sahabat Rasulullah SAW lalu membunuh mereka kecuali Ka’b bin Zaid bin An-Najjar yang ketika itu terluka dan terbaring bersama jenazah lainnya. Dia hidup hingga terjadinya peristiwa Khandaq.
Akhirnya Rasulullah SAW melakukan qunut selama sebulan mendoakan kejelekan terhadap orang-orang yang membunuh para qurra` sahabat-sahabat beliau di Bir Ma’unah. Belum pernah para sahabat melihat Rasulullah SAW begitu berduka dibandingkan ketika mendengar berita ini.
Imam Al-Bukhari menceritakan dari Anas bin Malik ra:
“Rasulullah SAW qunut selama satu bulan ketika para qurra` itu terbunuh. Dan aku belum pernah melihat Rasulullah SAW begitu berduka dibandingkan ketika kejadian tersebut.”
Ibnu Jarir meriwayatkan pula dalam Tarikh-nya, sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (3/247), bahwa pada saat pembantaian tersebut, Amr bin Umayyah Adh-Dhamari dan Al-Mundzir bin ‘Uqbah bin ‘Amir tinggal di pekarangan kaum muslimin.
Mereka tidak mengetahui adanya peristiwa pembantaian itu melainkan karena adanya burung-burung yang mengitari tempat kejadian tersebut. Akhirnya mereka melihat kenyataan yang memilukan itu.
Selanjutnya mereka berembug apa yang mesti dilakukan. Amr bin Umayyah berpendapat sebaiknya mereka kembali untuk menceritakan kejadian pahit ini kepada Rasulullah SAW. Namun Al-Mundzir menolak dan lebih suka turun menyerang kaum musyrikin.
Diapun turun dan menyerang hingga terbunuh pula. Akhirnya Amr tertawan, namun ketika dia menyebutkan bahwa dia berasal dari kabilah Mudhar, Amir memotong ubun-ubunnya dan membebaskannya.
Amr bin Umayyah pun pulang ke Madinah. Setibanya di Al-Qarqarah sebuah wilayah dekat Al-Arhadhiyah, sekitar 8 pos dari Madinah dia berhenti berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian datanglah dua laki-laki Bani Kilab dan turut berteduh di tempat itu juga. Ketika keduanya tertidur, Amr menyergap mereka dan dia beranggapan bahwa ia telah membalaskan dendam para sahabatnya.
Ternyata keduanya mempunyai ikatan perjanjian dengan Rasulullah SAW yang tidak disadarinya. Setelah tiba di Madinah, dia ceritakan semuanya kepada Rasulullah SAW dan beliau pun berkata:
“Sungguh kamu telah membunuh mereka berdua, tentu saya akan tebus keduanya.”
Dari kisah ini, ulama menyimpulkan bahwa qunut yang dilakukan oleh Rasulullah SAW hanyalah qunut nazilah yang beliau lakukan selama satu bulan, mendoakan kejelekan terhadap Bani Lihyan, ‘Ushaiyyah dan lain-lain.
Berdoa
Qunut secara bahasa mempunyai makna beragam, yaitu ketaatan, sholat, berdiri lama, diam, dan berdoa. Makna terakhir inilah yang paling masyhur.
Imam An-Nawawi dalam "Wizaratul Auqaf was Syu’unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah" menghikayatkan bahwa makna qunut adalah berdoa. Doa yang baik maupun doa yang buruk. Sementara secara syar’i, qunut berarti nama suatu doa saat berdiri dalam sholat pada tempat tertentu.
Adapun nazilah bermakna musibah besar yang menimpa manusia seperti diserang musuh, kekeringan, pandemi (wabah penyakit yang berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi daerah geografis yang luas), bahaya besar yang menimpa kaum muslimin (atau sebagiannya) dan semisalnya.
Jadi pengertian qunut nazilah adalah doa yang diucapkan saat berdiri dalam sholat pada tempat tertentu (saat i’tidal) karena musibah yang menimpa kaum muslimin atau sebagiannya.
Al-Imam Ahmad dan lainnya dari hadis Anas bin Malik ra meriwayatkan: “Bahwasanya Nabi SAW qunut selama satu bulan lalu meninggalkannya.”
Sedangkan qunut ketika ada musibah atau bencana yang menimpa (nazilah) adalah seperti qunut yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra ketika para sahabat memerangi Musailamah Al-Kadzdzab dan ahli kitab. Juga qunut yang dilakukan Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib ketika menghadapi pasukan Mu’awiyah dan penduduk Syam.
Menurut mazhab Syafi’i, hukum qunut nazilah adalah sunnah ketika terjadi malapetaka atau bahaya yang menimpa kaum muslimin atau sebagiannya. Sedangkan waktu pelaksanaannya adalah ketika berdiri bangun dari ruku’ (i’tidal) dalam kelima shalat fardhu.
Dalilnya adalah hadis shahih yang sangat populer:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا لِقَتْلِ القُرَّاءُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. (متفق عليه
Artinya, “Sungguh Nabi SAW membaca doa qunut (nazilah) selama sebulan karena (tragedi) terbunuhnya para Qurra’ (ahli al-Qur’an) radhiyallahu ‘anhum.” (Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya juga hadis yang sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: قَنَتَ رَسُول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ، يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ فِي دُبُرِ كُل صَلاَةٍ إِذَا قَال سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الأَْخِيرَةِ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ. (رواه أبو داود. حديث حسن)
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas ra, Rasulullah SAW berdoa qunut (nazilah) secara terus-menerus dalam shalat dhuhur, asar, maghrib, isya dan subuh, mendoakan atas Ri’li, Dzakwan, ‘Ushayyah di setiap akhir sholat, yaitu ketika beliau mengucapakan: ‘Sami’allahu liman hamidah’ di rakaat terakhir, dan orang yang (berjamaah) di belakangnya mengamininya. (HR Abu Dawud).
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment