Rasul
Tidak setiap Nabi menjadi Rasul, tapi setiap Rosul adalah Nabi yang ditugaskan mengajarkan atau menyampaikan wahyu yang diterima oleh Allah
DIKSI Rasul/ رسول adalah kata dalam bahasa ‘Arab. Secara bahasa Rasul (bacanya Rasuul, artinya utusan. Rasul berasal dari kata أَرْسَلَ/arsala – mengirimkan atau mengutus, merupakan jamak: رُسُلٌ.
Jadi Rasul artinya orang yang membawa pesan dari satu orang ke orang lain. Dalam konsep keagamaan, para nabi disebut utusan karena mereka membawa pesan dari Rabb Sang Pencipta kepada manusia untuk membimbing mereka ke jalan yang benar.
Secara etimologis Rosul berarti utusan atau kurir (almurshol, almab’uuts) orang yang diutus menyampaikan berita rahasia (as sirriyuu au al khos) tanda atau alamat hal-hal yang akan datang (ad- dalil) dan risalah atau misi (ar-risaalah).
Para muhaqqin (ahli, peneliti atau menyelidik) memberikan pengertian Rosul sama dengan Nabi. Tetapi sebagian ulama ada yang membedakannya.
Perbedaan Nabi dan Rosul
Nabi dan Rosul sama-sama menerima wahyu dari Allah ﷻ. Tetapi sebagian ulama dan umat, karena berpegang pada hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bahwa jumlah Nabi 120 ribu orang dan Rosul hanya 315 orang, merumuskan bahwa setiap Rosul pastilah Nabi.
Tapi tidak setiap Nabi menjadi Rosul. Rosul adalah Nabi yang ditugaskan mengajarkan atau menyampaikan wahyu yang diterima oleh Allah. Jika Nabi itu tidak diberikan tugas demikian oleh Allah, maka ia hanya disebut Nabi saja.
Sebagian ulama dan umat Islam yang lain tidak mau berpegang pada hadiits di atas. Mereka menilai hadiits tidak kuat dan tidak pasti dari Nabi. Mereka cenderung para pendirian bahwa Nabi dan Rosul itu identik.
Menurut mereka Nabi itu disebut ‘Nabi’ (penyampai berita). Karena ia memang menyampaikan berita penting dari Allah kepada ummat yang diserunya.
Ia disebut Rosul (duta atau utusan) karena ia memang diutus Allah untuk menyampaikan pesan-pesanNya kepada umat. Ia disebut juga ‘basyiir’ (yang menyampaikan berita gembira) karena ia menyampaikan berita gembira bagi pengikutnya yang sholih, bahwa mereka kelak akan berbahagia di hari akhirat.
Dan ia disebut pula ‘naziir’ (yang menyampaikan peringatan) karena ia juga berkewajiban mengingatkan kaumnya yang durhaka, bahwa mereka niscaya memperoleh azab yang pedih kelak. Sebagai akibat kejahatan dan kedurhakaan mereka kepada Allah.
Predikat Nabi, Rosul, Baasyiir dan Nazir itu mengaju pada satu diri, yang tugas dan posisinya dapat diperinci atau diisyaratkan dengan sejumlah nama. Terasa aneh atau janggal oleh golongan kedua ini, bahwa ada manusia yang dianugerahi jiwa yang istimewa dan wahyu, tapi dibebaskan dari tugas untuk menyampaikan kebenaran wahyu kepada orang lain.
Sebagian ulama lainnya ada yang berpendapat bahwa Rosul ialah penerima wahyu yang mempunyai syariat dan kitab, atau yang datang untuk membatalkan beberapa hukum syariat terdahulu. Dalam kaitan ini ada istilah nubuwwah (nubuat) dan risalah.
Nubuat adalah kedudukan yang diberikan kepada seseorang yang dijadikan Nabi, yaitu seseorang yang menerima wahyu, baik wahyu itu disuruh untuk disampaikan atau tidak. Sedangkan risalah ialah ajaran-ajaran Allah ﷻ yang diberikan kepada seseorang yang menerima wahyu dan diperintahkan untuk menyampaikannya.
Yang dimaksud dengan wahyu ialah ‘irfan (ilmu atau pengetahuan) yang didapat oleh manusia utama, yang diyakininya sendiri bahwa itu diterimanya dari Allah ﷻ, baik secara langsung atau dengan perantaraan Malaikat Jibril.
Penerima wahyu mendengar suatu suara ataupun tidak sama sekali, tetapi ia mengerti apa yang diterimanya itu dan meyakini bahwa itu datang dari Allah ﷻ. Wahyu berbeda dengan ilham karena ilham adalah perasaan yang timbul seketika dalam pikiran tenang, yang bertujuan mencari suatu keputusan terhadap suatu masalah.
Sifat-sifat Rosul
Sebagai utusan Allah ﷻ untuk menyampaikan wahyu kepada umat, Rosul memiliki sifat-sifat yang mulia dan agung. Sifat utama yang dimiliki itu ialah sidiq, amanah, tabligh dan fathonah.
Sidik artinya benar atau jujur. Artinya, setiap Rosul mempunyai sifat jujur dalam menyatakan sesuatu yang benar atau salah.
Kejujuran itu dilakukan semata-mata karena ketaatannya kepada Allah ﷻ dan kecintaannya kepada umat manusia. Ungkapan yang dikatakannya tidak ada yang dusta atau mengandung hal-hal yang akan mencelakakan manusia. Kejujuran inilah yang menyebabkan Rosul dapat dipercaya umatnya.
Amanah maksudnya ialah kepercayaan yang dilimpahkan Allah ﷻ kepada Rosul untuk menjadi penuntun manusia. Tak ada seorang Rosul pun yang berkhianat karena sifat khianat bertentangan dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia dan utama.
Tablig berarti menyampaikan. Maksudnya, Rosul itu menyampaikan segala sesuatu yang diperintah atau pun yang disimpan atau disembunyikan, memiliki sifat fatänah sehingga ia akan mampu melaksanakan tugas dengan baik dan menyelesaikan setiap persoalan dengan baik pula.
Tugas-tugas Rosul
Sebagai utusan dari Allah, para Rosul itu mempunyai tugas-tugas, di antaranya;
(1) Memberikan penjelasan kepada manusia tentang Allah yang Maha Esa, sifat-sifat-Nya, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah ke-Ilahi-an.
(2) Menjelaskan kebesaran Allah ﷻ di dalam berbagai aspeknya, termasuk mengenai ketinggian kadar Nya, kekuasaan Nya, kemuliaan-Nya dan irodat (kehendak) Nya.
(3) Mengajak manusia hidup beradab, berbuat baik, berakhlak mulia, dan
(4) Menjelaskan cara-cara kepada manusia untuk memuliakan dan membesarkan Allah ﷻ dalam bentuk kegiatan-kegiatan ibadah dan menjauhi larangan Allah ﷻ serta perbuatan jahat. Rosul juga menjelaskan tentang pahala dan dosa.
(5) Memberikan aturan-aturan kehidupan manusia untuk memelihara mereka dari hal-hal yang dapat merugikan manusia itu sendiri. Aturan tersebut merupakan hukum dari Allah ﷻ yang harus ditaati, baik aturan mengenai pergaulan antar sesama (“muamalah), perkawinan (munakahah, nikah), pidana (jinayah) maupun aturan-aturan lainnya.
(6) Mendorong manusia untuk giat dan gigih dalam berusaha mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat, dan mencegah manusia bersifat malas.
(7) Menyatukan kepercayaan manusia untuk hanya mengabdi kepada satu Allah ﷻ (*tauhid).
(8) Membawa manusia untuk memalingkan hawa nafsu mereka dari mengecap kelezatan dunia yang fana untuk mencapai cita-cita yang tinggi; dan
(9) menyampaikan berita-berita gaib yang diizinkan Allah ﷻ untuk disampaikan, seperti tentang malaikat, jin dan hal-hal yang akan terjadi di akhirat nanti.
Tugas-tugas tersebut dibebankan Allah ﷻ kepada Rosul-Rosul untuk menyelamatkan manusia dari kebinasaan dan kerugian. Karena itu, hal yang paling pokok yang harus dilakukan Rosul-Rosul ialah membimbing manusia kepada tauhid (mengesakan) Allah ﷻ.
Rosul tidak diberi tugas untuk menjelaskan perjalanan bintang-bintang di cakrawala, kehidupan di ruang angkasa, hubungan bumi dan langit, masalah peternakan, tata cara bercocok tanam, tata cara berdagang, dan lain-lain selain dari yang dikemukakan di atas.
Namun, ajaran-ajaran yang dibawa oleh para Rosul tersebut, khususnya Nabi Muhammad ﷺ, memberikan dorongan yang besar kepada manusia untuk melakukan penyelidikan terhadap alam dan menggali potensi-potensi alam demi kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia, sejauh tidak merupakan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum dan ketentuan Allah ﷻ.
Apabila tidak ditemukan keterangan bahwa para Nabi dan Rosul membahas secara mendalam tentang sains dan teknologi, ini tidak lain karena memang itu bukan bidang tugas mereka.
Persyaratan Nabi dan Rosul
Tidak semua orang bisa menjadi Nabi atau Rosul karena jabatan ini tidak bisa diusahakan oleh manusia sendiri, Jabatan ini hanya diberikan oleh Allah ﷻ kepada manusia-manusia pilihan.
Syarat-syarat seorang Nabi atau Rosul antara lain adalah:
(1) Laki-laki, sesuai dengan firman Allah ﷻ dalam surah al-Anbiya’ayat 7 yang artinya: “Kami tiada mengutus Rosul-Rosul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa Nabi tidak harus laki-laki. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Abu Hasan al-Asy’ari. Ia menetapkan keNabian Maryam. Pendapat ini sejalan dengan pendapat sebagian Ahl az-Zahir (golongan yang berpegang pada zahir/lahir nas) dan Ahlul hadits (ahli hadits);
(2) Mempunyai akal yang sempurna.
(3) Mempunyai kecerdikan yang memang dapat diandalkan.
(4) Memiliki postur tubuh tanpa aib dan cela yang akan mengurangi simpati dan rasa hormat orang kepadanya;
(5) Mempunyai keturunan atau kebangsaan yang mulia dan tinggi, bukan dari keturunan bangsa yang tidak beradab;
(6) Terpelihara dari melakukan hal-hal yang menurut pandangan masyarakat dianggap rendah (terpelihara muruahnya);
(7) Terpelihara dari salah, khilaf, dan kekeliruan.
(8) Terpelihara dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat, baik dosa kecil, apalagi dosa besar.
Tanda-tanda Kenabi-an
Setidak-tidaknya ada dua tanda kenabian bagi orang yang dipilih Allah ﷻ menjadi Nabi.
Pertama, berdasarkan akal yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu (uli al-başa’ir).
Kedua, tanda-tanda yang dapat dilihat dengan pancaindera, seperti asal-usulnya baik (datang dari keluarga yang baik dan beradab, bukan dari keluarga yang bodoh dan dungu atau berbudi pekerti rendah), mempunyai akhlak yang mulia dan agung, memiliki bentuk tubuh yang menarik dan mempunyai ‘mukjizat yang menunjukkan kebenaran risalah yang dibawanya.
Mukjizat ialah suatu kejadian luar biasa yang menyalahi adat dan kebiasaan di luar hukum sebab-akibat. Kejadian itu tidak dapat dicerna oleh akal yang mendasarkan sesuatu pada hukum kausalitas tetapi hal tersebut merupakan sebuah realitas yang tidak bisa dipungkiri karena dapat ditangkap oleh panca indera manusia.
Keberadaan mukjizat di kalangan Nabi atau Rosul berguna untuk membuktikan bahwa ia memang utusan Allah ﷻ. Karena itu mukjizat harus merupakan hal yang lain dari kebiasaan yang terjadi.
Mukjizat beberapa Nabi dan Rosul antara lain adalah sebagai berikut. Nabi Musa AS dengan tongkatnya dapat membelah Laut Merah sehingga ia dan rombongannya dapat menyeberang dengan selamat.
Laut itu kemudian merapat kembali setelah mereka tiba di tanah seberang dan Fir’aun bersama pasukannya yang mengejar mati tenggelam dihantam keganasan laut tersebut.
Nabi Ibrahim AS dilemparkan oleh Raja Namrud ke api yang sedang berkobar dahsyat tetapi ia malah merasa sejuk dan tidak ada satu bagian tubuhnya pun yang terbakar. Padahal sifat api adalah membakar apalagi kobaran api itu sangat besar dan dahsyat.
Nabi Isa AS diberikan Allah ﷻ mukjizat kemampuan menyembuhkan orang buta sehingga dapat melihat kembali, menyembuhkan penyakit kusta dan bahkan dapat menghidupkan orang yang baru meninggal dunia. Nabi Yunus AS ditelan ikan dan berada di dalam perut ikan itu selama 40 hari tetapi ternyata ia tetap hidup.
Masih banyak Nabi dan Rosul yang lain yang diberikan mukjizat oleh Allah ﷻ. Mukjizat itu sebenarnya hanya mustahil pada adat tetapi tidak mustahil pada akal, sebab kejadian yang menyalahi adat itu adalah suatu hal yang mungkin saja terjadi.
Allah ﷻ ingin menunjukkan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya. Hal-hal luar biasa yang menyalahi adat kebiasaan juga bisa terjadi pada manusia la selain Nabi dan Rosul. Jika hal itu terjadi pada manusia yang saleh ia disebut keramat. Sedangkan jika hal itu terjadi pada orang yang tidak baik disebut istidroj.
Hak Nabi dan Rosul
Sebagai utusan Allah ﷻ untuk membimbing manusia, Nabi dan Rosul mempunyai beberapa hak, yaitu:
(1) Ditaati dan diikuti segala sunahnya, diterima keputusannya dan didahulukan ketetapannya atas yang lain;
(2) Dicintai dengan cara melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya;
(3) Diperlakukan secara ikhlas, jujur, dan tulus;
(4) Dihormati sesuai dengan kedudukannya yang mulia dan agung;
(5) Dicintai sahabat-sahabatnya, khususnya para sahabat yang sangat dekat dengannya; dan
(6) Dibacakan selawat untuknya.
Dengan adanya hak tersebut tidak berarti Nabi atau Rosul di dalam perjuangannya menegakkan agama Allah ﷻ mengharap, apalagi menuntut, hak tersebut. Pada dasarnya mereka berbuat semata-mata untuk Allah ﷻ dan menunaikan perintah Allah ﷻ.
Sedikit pun tidak ada yang mereka harapkan selain rida Allah ﷻ. Keikhlasan mereka berada pada tingkat yang sangat tinggi.
Pada dasarnya, manusia, bagaimanapun kemampuan akalnya dalam memahami fenomena alam, tidak akan dapat mencapai hakikat yang sebenarnya, terutama masalah-masalah yang menyangkut hal-hal yang ghaib. Karena hawa nafsunya, manusia sangat mudah terombang-ambing oleh kemauan hawa nafsu itu, sehingga kehidupannya pun bisa tak terkontrol.
Karena itu, manusia memerlukan bimbingan Rosul agar mereka dapat memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Kasih sayang Allah ﷻ yang besar kepada manusia diwujudkan, salah satu di antaranya, dengan diutusnya para Rosul itu.
Kewajiban mempercayai Rosul
Kepercayaan kepada Rosul-Rosul Allah ﷻ merupakan salah satu bagian dari rukun iman. Setiap muslim wajib mempercayai dan beriman kepada Rosul. Kewajiban itu antara lain tercantum dalam surah al-Baqarah ayat 285 yang artinya: “Rosul telah beriman pada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Allah ﷻ, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rosul-Rosul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari Rosul-Rosul-Nya’, dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdoa): ‘Ampunilah kami ya Allah ﷻ kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’.”
Jumlah Rosul dan Nabi
Jumlah Rosul dan Nabi yang diutus Allah ﷻ ke muka bumi ini cukup banyak. Menurut para ulama, jumlah Rosul yang diutus seluruhnya 313 orang dan Nabi 124.000 orang. Nabi dan Rosul yang wajib dike unui oleh umat Islam adalah 25 orang.
Nama-namanya jelas tercantum di dalam Al-Quran. Delapan belas dari 25 orang Nabi dan Rosul itu tercantum di dalam Surah al-An’am ayat 83, 84, 85, dan 86, yaitu (1) Ibroohiim, (2) Ishaq, (3) Ya’qub, (4) Nuuh, (5) Dawud, (6) Sulaymaan, (7) Ayyub, (8) Yusuf, (9) Musa, (10) Harun, (11) Zakaria, (12) Yahya, (13) Isa, (14) Ilyasa, (15) Ismail, (16) Ilyas, (17) Yunus, dan (18) Lut.
Selebihnya disebutkan di dalam ayat-ayat yang lain, yaitu (1) Adam, (2) Idris, (3) Saleh, (4) Syu’aib, (5) Hud, (6) Zulkifli, dan (7) Muhammad ﷺ.
Di samping itu di dalam Al-Quran ada disebut-sebut nama Zulqornain, Uzair, dan Luqmaan. Namun para ulama berbeda pendapat tentang kenabian mereka.
Karena 25 Nabi atau Rosul tersebut jelas dimasukkan di dalam Al Quran, maka umat Islam wajib mengimani mereka dan mengetahuinya secara keseluruhan. Nabi atau Rosul yang lain, meskipun juga wajib diimani, namun tidak wajib dikenal dan diketahui.
Adanya Nabi atau Rosul yang dicantumkan di dalam Al Quran dan ada yang tidak memang ditegaskan oleh Al Quran sendiri pada Surah Ghoofir/al Mu’min ayat 78 yang artinya:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِىَ بِـَٔايَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ فَإِذَا جَآءَ أَمْرُ ٱللَّهِ قُضِىَ بِٱلْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ ٱلْمُبْطِلُونَ
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rosul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rosul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.” (QS: Ghoofir/Al-Mu’min: 78)
Di samping Zulqornain, Uzair, dan Luqmaan, yang juga diperselisihkan ulama tentang kenabiannya adalah Khidir, Hawa, Maryam, Ummu Musa, Sarah, Hajar dan ‘Aisyah. Sebagian besar ulama menyatakan bahwa wanita tidak bisa menjadi Nabi, tetapi Abu Hasan Al Asy’ari menyatakan, bisa saja Nabi itu seorang wanita.
Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat, di antara sejumlah Nabi dan Rosul itu ada lima orang yang dikenal memiliki kesabaran dan ketabahan yang luar biasa di dalam menghadapi berbagai penderitaan dan gangguan untuk melaksanakan tugas risalah. Mereka ialah Nabi Muhammad ﷺ, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, dan Nuh AS yang diurut sesuai dengan keutamaan masing-masing. Kelima Nabi atau Rosul ini disebut “Ulul azmi.*/Haryono Madari, (Ensiklopedi Islam dan Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta)
No comments:
Post a Comment