Maulid Nabi: Kontroversi Kisah Malaikat Membelah Dada Rasulullah SAW
Kisah Malaikat membelah dada Nabi Muhammad SAW untuk menyucikan dan melapangkan hati beliau dilakukan tiga kali. Pertama ketika beliau berusia 2 tahun, kedua sebelum menerima wahyu, dan ketiga ketika peristiwa Isra Miraj .
Diriwayatkan, selama dua tahun Sayyidina Muhammad tinggal di Thaif, disusukan oleh Halimah binti Abu Du’aib dari Bani Saad ibn Bakar atau Halimah Sa'diyah dan diasuh oleh puterinya yang bernama Syaima. Sesudah 2 tahun Sayyidina Muhammad disapih dan dibawa kembali kepada ibunya di Mekkah.
Selanjutnya, atas permintaan Aminah, Halimah membawa kembali Sayyidina Muhammad ke pedalaman. Menurut keterangan yang lain untuk menghindari wabah penyakit yang dikhawatirkan berkembang di Mekkah waktu itu. Muhammad kembali tinggal di pedalaman menikmati udara pegunungan yang jernih dan segar. Pada saat itulah malaikat melakukan pembelahan dada beliau.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" menulis sebelum usianya mencapai 3 tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan.
Menurut Haekal, sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa'd itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapaknya: "Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil dibalik-balikan."
Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai diri dan suaminya ia berkata: "Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya pucat-pasi. Kuperhatikan dia. Lalu kami tanyakan: "Kenapa kau, nak?" Dia menjawab: "Aku didatangi oleh dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu aku apa yang mereka cari."
Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat ketakutan. Selanjutnya dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekkah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah kenabiannya.
Tetapi, menurut Haekal, dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq tampaknya hati-hati sekali dan mengatakan bahwa sebab dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah- ketika ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Sayyidina Muhammad dan menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata:
"Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami. Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui keadaannya."
Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari mereka dengan membawa anak itu.
Selanjutnya, Anas bin Malik dalam hadis sahih yang diriwayatkan Imam Muslim juga mengisahkan hal ini. Rasulullah SAW juga menyampaikannya.
… فَبَيْنَمَا أَنَا مَعَ أَخٍ لِي خَلْفَ بُيُوْتِنَا نَرْعَى بِهِمَا لَنَا إِذْ أتَانِي رَجُلاَنِ – عَلَيْهِمَا ثِيَابٌ بِيْضٌ- بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مَمْلُوْءٍ ثَلْجًا ثُمَّ أَخَذَانِي فَشَقَّا بَطْنِي ثُمَّ اسْتَخْرَجَا قَلْبِي فَشَقَّاهُ فَاستخْرَجَا مِنْهُ عَلَقَةً سَوْدَاءَ فَطَرَحَاهُ ثُمَّ غَسَلاَ قَلْبِي وبَطْنِي بِذَلِكَ الثَّلْجِ حَتَّى أَنْقَيَاه ُ…
“Ketika aku sedang berada di belakang rumah bersama saudaraku (saudara angkat) menggembalakan anak kambing, tiba-tiba aku didatangi dua orang lelaki-mereka mengenakan baju putih- dengan membawa baskom yang terbuat dari emas penuh dengan es. Kedua orang itu menangkapku, lalu membedah perutku. Keduanya mengeluarkan hatiku dan membedahnya, lalu mereka mengeluarkan gumpalan hitam darinya dan membuangnya. Kemudian keduanya membersihkan dan menyucikan hatiku dengan air itu sampai bersih”.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan:
فَأَقْبَلاَ يَبْتَدِرَانِي فَأَخَذَانِي فَبَطَحَانِي إِلَى الْقَفَا فَشَقَّا بَطْنِي ثُمَّ اسْتَخْرَجَا قَلْبِي فَشَقَّاهُ فَأَخْرَجَا مِنْهُ عَلَقَتَيْنِ سَوْدَاوَيْنِ “……
keduanya lalu bersegera mendekati dan memegangiku. Kemudian aku ditelentangkan, kemudian membedah perutku. Kedua malaikat itu mengeluarkan hati dari tempatnya dan membedahnya. Selanjutnya mereka mengeluarkan dua gumpalan darah hitam darinya ……”
Kisah pembedahan dada ini diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, meskipun diceritakan secara global. Sedangkan sebagian sanad yang lainnya, meskipun tidak sahih, tetapi mencapai derajat hasan sehingga bisa dijadikan hujjah (pegangan).
Jelang Isra Miraj
Pembelahan dada Rasulullah juga terjadi pada saat beliau akan diperjalankan dalam Isra dan Miraj. Al-Imam Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliky Al-Hasani menceritakan peristiwa agung ini dalam Kitab Al-Anwaarul Bahiyyah dan Dzikrayaat wa Munaasabaat.
Suatu malam Nabi Muhammad SAW berada di Hijir Ismail dekat Kakbah. Pada saat itu beliau berbaring di antara paman beliau, Sayyiduna Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Ja'far bin Abi Thalib. Tiba-tiba Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau lalu membawanya ke arah sumur Zamzam.
Setibanya di sana mereka merebahkan tubuh mulia Rasulullah untuk dibelah dadanya oleh Jibril.
Dalam riwayat lain disebutkan suatu malam atap rumah Nabi terbuka, kemudian Jibril turun membelah dada beliau sampai di bawah perut beliau, lalu Jibril berkata kepada Mikail: "Datangkan kepadaku nampan dengan air Zamzam agar aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya."
Ketika dada beliau dibelah, Jibril mengeluarkan hati beliau lalu membasuhnya tiga kali. Kemudian didatangkan satu nampan emas dipenuhi hikmah dan keimanan.
Jibril menuangkannya ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati Rasulullah dengan kesabaran, keyakinan, ilmu dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu ditutup kembali oleh Jibril.
Kontroversi
Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani mengatakan, semua riwayat yang menjelaskan peristiwa pembedahan dada, pengeluaran hati beliau dan berbagai peristiwa luar biasa lainnya, merupakan hal-hal yang wajib diimani (diterima dengan lapang dada) tanpa berusaha mengalihkannya dari makna yang sebenarnya.
Hanya saja, Haekal mengatakan baik kaum orientalis maupun beberapa kalangan kaum muslimin sendiri tidak merasa puas dengan cerita dua malaikat ini dan menganggap sumber itu lemah. Pasalnya, yang melihat kedua laki-laki (malaikat) dalam cerita penulis-penulis sejarah itu hanya anak-anak yang baru dua tahun lebih sedikit umurnya. Begitu juga umur Sayyidina Muhammad waktu itu.
Seturut penelusuran Mun’im Sirry dalam "Kontroversi Islam Awal: antara Mazhab Tradisionalis dan Revisionis", sumber tertua yang mengisahkan cerita itu adalah Musannaf, kitab kumpulan hadis yang disusun Abd al-Razzaq al-San'ani pada abad ke-8.
Menurut Mun'im, riwayat-riwayat lain menyebut detail yang berbeda-beda mengenai peristiwa pembelahan dada itu. Ada yang menyebut operasi tersebut dilakukan dua burung; ada pula, bersumber dari sebuah hadis, yang menyatakan operasi dilakukan langsung oleh malaikat Jibril dan Mikail.
Selain hadir dalam berbagai versi yang berbeda-beda, cerita itu juga terdengar tidak masuk akal terutama bagi para pembaca modern.
Tafsir historis dan hipotesis Mun’im bisa menjadi pertimbangan menarik untuk menilai peristiwa tersebut. “Keragaman versi tersebut,” catat Mun’im, “tidak perlu dibaca dalam konteks kontradiksi, karena persoalannya bukan apakah kisah-kisah penyucian itu bersifat historis atau tidak.
Berbagai versi penyucian Nabi yang beragam tersebut merefleksikan perkembangan doktrin ‘ishmah (kemaksuman Nabi) yang mulai menjadi diskursus penting pada abad kedelapan dan sesudahnya."
Bagi umat beragama, kisah-kisah keajaiban seorang nabi memang kadang-kadang tidak untuk dibuktikan faktualitas atau historisitasnya. Yang lebih dipentingkan adalah aspek teologisnya.
Imam al Qurthubi, di dalam kitab al Mufhim mengatakan, pengingkaran terhadap peristiwa pembedahan dada pada malam Isra’ dan Mi’raj tidak perlu dihiraukan, karena orang-orang yang meriwayatkannya adalah orang-orang tsiqah (terpercaya) dan terkenal.
Orang yang mengimani peristiwa pembedahan dada pada malam Isra’ dan Mi’raj, semestinya juga harus mengimani peristiwa pembedahan saat beliau SAW masa kecil, selama ada dalilnya dan dalil itu layak dijadikan hujjah.
Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah mengatakan, semua riwayat yang menjelaskan peristiwa pembedahan dada, pengeluaran hati beliau SAW dan berbagai peristiwa luar biasa lainnya, merupakan hal-hal yang wajib diimani (diterima dengan lapang dada) tanpa berusaha mengalihkannya dari makna yang sebenarnya.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment