Maurice Bucaille Kupas 6 Periode Penciptaan Alam Menurut Al-Quran
Prof Dr Maurice Bucaille mengatakan Bibel dan al-Qur'an sama-sama menyebut bahwa proses penciptaan berlangsung dalam waktu enam hari. "Sedikit terjemahan atau tafsir al-Quran yang mengingatkan bahwa kata 'hari' harus dipahami sebagai 'periode', ujarnya dalam bukunya berjudul "La Bible Le Coran Et La Science" dan diterjemahkan Prof Dr HM Rasyidi menjadi "Bibel, Quran , dan Sains Modern."
Maurice Bucaille warga Prancis yang mualaf dari Kristen. Menurut Bucaille, riwayat Bibel menyebutkan secara tegas bahwa penciptaan alam itu terjadi selama enam hari dan diakhiri dengan hari istirahat, yaitu hari Sabtu, seperti hari-hari dalam satu minggu.
Ia mengatakan cara meriwayatkan seperti ini telah dilakukan oleh para pendeta pada abad keenam sebelum Masehi, dan dimaksudkan untuk menganjurkan mempraktikkan istirahat hari Sabtu. Tiap orang Yahudi harus istirahat pada hari Sabtu sebagaimana yang dilakukan oleh Tuhan setelah bekerja selama enam hari.
Menurut Maurice Bucaille, jika kita mengikuti paham Bibel, kata "hari" berarti masa antara dua terbitnya matahari berturut-turut atau dua terbenamnya matahari berturut-turut. Hari yang dipahami secara ini ada hubungannya dengan peredaran Bumi sekitar dirinya sendiri.
Sudah terang bahwa menurut logika orang tidak dapat memakai kata "hari" dalam arti tersebut di atas pada waktu mekanisme yang menyebabkan munculnya hari, yakni adanya Bumi serta beredarnya sekitar matahari, belum terciptakan pada tahap-tahap pertama daripada Penciptaan menurut riwayat Bibel.
Jika kita menyelidiki kebanyakan terjemahan Quran, kata Maurice Bucaille, kita dapatkan, seperti yang dikatakan oleh Bibel, bahwa bagi wahyu Islam, proses penciptaan berlangsung dalam waktu enam hari. Kita tidak dapat menyalahkan penterjemah-penterjemah Quran karena mereka memberi arti "hari" dengan arti yang sangat lumrah.
Kita dapatkan terjemahan Surat Al-A'raf ayat 54:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
"Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari."
Sedikit jumlah terjemahan atau tafsir al-Quran yang mengingatkan bahwa kata "hari" harus dipahami sebagai "periode." Dan yang sedikit itu antara lain adalah Ibnu Katsir. Beliau menafsirkan "Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa" ( QS Al-A'raf : 54)
Maurice Bucaille menyebut ada orang yang mengatakan bahwa teks al-Qur'an tentang penciptaan alam membagi tahap-tahap penciptaan itu dalam "hari-hari" dengan sengaja dengan maksud agar semua orang menerima hal-hal yang dipercayai oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen pada permulaan lahirnya Islam dan agar soal penciptaan tersebut tidak bentrok dengan keyakinan yang sangat tersiar luas.
Dengan tidak menolak cara interpretasi seperti tersebut, Maurice Bucaille mengatakan, apakah kita tidak dapat menyelidiki lebih dekat dan meneliti arti yang mungkin diberikan oleh al-Qur'an sendiri dan oleh bahasa-bahasa pada waktu tersiarnya al-Quran, yaitu kata yaum (jamaknya ayyam).
"Arti yang paling terpakai daripada "yaum" adalah "hari," tetapi kita harus bersikap lebih teliti. Yang dimaksudkan adalah terangnya waktu siang dan bukan waktu antara terbenamnya matahari sampai terbenamnya lagi," ujar Maurice Bucaille.
Kata jamak "ayyam", kata Maurice Bucaille, dapat berarti beberapa hari akan tetapi juga dapat berarti waktu yang tak terbatas, tetapi lama. Arti kata "ayyam" sebagai periode juga tersebut di tempat lain dalam Quran, surat 32 (Sajdah) ayat 5: "Dalam suatu hari yang panjangnya seribu tahun dari perhitungan kamu."
Dalam ayat lain, surat 70 (Al-Ma'arij) ayat 4, kita dapatkan: "Dalam suatu hari yang panjangnya lima puluh ribu tahun."
Berarti Periode
Maurice Bucaille menjelaskan bahwa kata "'yaum" dapat berarti "periode" yang sangat berbeda dengan "hari" telah menarik perhatian ahli-ahli tafsir kuno yang tentu saja tidak mempunyai pengetahuan tentang tahap-tahap terjadinya alam seperti yang kita miliki sekarang.
Maka Abussu'ud, ahli tafsir abad XVI M tidak dapat menggambarkan hari yang ditetapkan oleh astronomi dalam hubungannya dengan berputarnya bumi dan mengatakan bahwa untuk penciptaan alam diperlukan suatu pembagian waktu, bukan dalam "hari" yang biasa kita pahami, akan tetapi dalam "peristiwa-peristiwa" atau dalam bahasa Arabnya "naubat."
Ahli-ahli Tafsir modern mempergunakan lagi interpretasi tersebut. Yusuf Ali (1934) dalam tafsirnya (bahasa Inggris), selalu mengartikan "hari" dalam ayat-ayat tentang tahap-tahap penciptaan alam, sebagai periode yang panjang, atau "age."
"Kita dapat mengakui bahwa untuk tahap-tahap penciptaan alam, al-Quran menunjukkan jarak waktu yang sangat panjang yang jumlahnya enam," katanya.
Sains modern tidak memungkinkan manusia untuk mengatakan bahwa proses kompleks yang berakhir dengan terciptanya alam dapat dihitung 'enam'. Tetapi Sains modern sudah menunjukkan secara formal bahwa persoalannya adalah beberapa periode yang sangat panjang, sehingga arti 'hari' sebagai yang kita pahami sangat tidak sesuai.
Suatu paragraf yang sangat panjang dan membicarakan penciptaan alam merangkaikan riwayat tentang kejadian-kejadian di bumi dengan kejadian-kejadian di langit; yaitu surat 41 (Fussilat) ayat 9 sampai 12 sebagai berikut:
"Katakanlah Hai Muhammad, sesungguhnya patutkah kamu tidak percaya kepada zat yang menciptakan bumi dalam dua periode, dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya. Ia adalah Tuhan semesta alam. Dan Ia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan(penghuni)-nya dalam empat masa yang sama (cukup) sesuai bagi segala yang memerlukannya.
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit, dan dia (langit itu masih merupakan) asap lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi 'Datanglah kamu keduanya menurut perintahKu dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang-dengan suka hati.'
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."
Menurut Maurice Bucaille, empat ayat dari Surat 41 tersebut menunjukkan beberapa aspek; bentuk gas yakni bentuk pertama daripada bahan samawi serta pembatasan secara simbolis bilangan langit sampai tujuh.
Percakapan antara Tuhan di satu pihak dan langit dan bumi di pihak lain adalah simbolis; maksudnya adalah untuk menunjukkan bahwa setelah diciptakan Tuhan, langit-langit dan bumi menyerah kepada perintah-perintah Tuhan.
Ada orang-orang yang mengatakan bahwa paragraf tersebut bertentangan dengan ayat yang mengatakan bahwa penciptaan itu melalui enam periode. Dengan menjumlahkan dua periode yang merupakan penciptaan bumi dan empat periode untuk pembagian makanan bagi penduduknya dan dua periode untuk penciptaan langit, kita akan mendapatkan delapan periode, dan hal ini merupakan kontradiksi dengan enam periode tersebut di atas.
Sesungguhnya teks yang dimaksudkan untuk mengajak orang berpikir tentang kekuasaan Tuhan dengan memulai memikirkan bumi sehingga nanti dapat memikirkan langit, teks tersebut merupakan dua bagian yang dipisahkan dengan kata: "tsumma" yang berarti: di samping itu (selain daripada itu). Tetapi kata tersebut juga berarti: kemudian daripada itu.
Menurut Maurice Bucaille, maka kata tersebut dapat mengandung arti urut-urutan. Yakni urutan kejadian atau urutan dalam pemikiran manusia tentang kejadian yang dihadapi. Tetapi juga mungkin hanya berarti menyebutkan beberapa kejadian-kejadian tetapi tidak memerlukan arti: urut-urutan.
Bagaimanapun juga, periode penciptaan langit dapat terjadi bersama dengan dua periode penciptaan bumi. Dengan begitu kita akan mengerti benar kebolehan menggambarkan simultanitas kejadian-kejadian yang disebutkan dalam fasal ini.
"Jadi tak ada pertentangan antara paragraf yang kita bicarakan dengan konsep yang terdapat dalam teks-teks yang lain yang ada dalam Qur'an, yakni teks yang mengatakan bahwa penciptaan alam itu terjadi dalam enam periode," ujar Maurice Bucaille.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment