Kisah Sufi: Orang yang Mudah Marah
Kisah berikut ini dinukil dari buku berjudul "Tales of The Dervishes" karya Idries Shah yang diterjemahkan oleh Ahmad Bahar menjadi Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi.
Berikut ini kisahnya:
Setelah bertahun-tahun lamanya, seorang yang sangat mudah naik darah menyadari bahwa ia sering mendapat kesulitan karena sifatnya itu.
Suatu hari, ia mendengar tentang seorang darwis yang berpengetahuan dalam. Ia pun menemuinya untuk meminta nasihat.
Darwis itu berkata, "Pergilah ke sebuah persimpangan jalan. Di sana, kau akan menemukan sebatang pohon mati. Berdirilah di bawahnya dan berikan air kepada setiap pejalan yang lewat di tempat itu."
Lelaki itu berbuat seperti yang diperintahkan. Hari-hari berlalu, dan ia pun mulai dikenal sebagai seorang yang mengikuti latihan tertentu perihal kemurahan hati dan pengendalian diri, di bawah bimbingan seseorang yang berpengetahuan sejati.
Pada suatu hari, ada seorang lelaki berjalan tergesa-gesa; ia membuang muka ketika ditawari air, dan terus bergegas melanjutkan perjalanannya. Orang yang mudah marah itu memanggilnya berulang kali: "Kembali kau, balas salamku! Minum air ini, yang kusediakan untuk para musafir!"
Tetapi tak ada jawaban.
Tidak tahan menerima perlakuan tersebut, orang yang pemarah itu lupa akan latihannya. Ia meraih senjatanya, yang dicantelkannya di pohon mati itu; dengan sigap dibidiknya musafir yang tak peduli itu, dan ditembaknya. Musafir itu pun seketika tersungkur mati.
Tepat pada saat peluru menembus tubuh orang itu, pohon mati tersebut, secara ajaib, penuh dengan mekar bunga.
Orang yang terbunuh itu seorang pembunuh, yang sedang dalam perjalanan untuk melakukan kejahatan terburuk sepanjang hidupnya.
Seperti Saudara lihat, ada dua jenis penasihat. Jenis yang pertama adalah penasihat yang secara mekanis memberitahu apa yang harus dilakukan menurut prinsip-prinsip baku tertentu. Jenis yang kedua adalah Manusia Pengetahuan. Barangsiapa bertemu dengan Manusia Pengetahuan, ia akan menanyakan nasihat moral kepadanya, dan menganggapnya sebagai moralis. Tetapi yang dijunjungnya adalah Kebenaran, bukan harapan-harapan saleh.
Guru Darwis yang digambarkan dalam kisah ini konon adalah Najmudin Kubra, salah seorang ulama Sufi yang terbesar. Ia mendirikan Kubrawi (Persaudaraan yang Lebih Agung) yang sangat mirip dengan serikat yang belakangan didirikan oleh Santo Fransiskus Assisi. Seperti juga Santo Fransiskus Assisi, Najmudin dikenal memiliki kekuasaan gaib atas binatang.
Najmudin termasuk di antara 600.000 orang yang tewas ketika Khawarizmi di Asia Tengah dihancurkan pada tahun 1221. Konon, Jengiz Khan, Penguasa Mongol, karena mengetahui reputasinya, menawarkan kebebasan jika ia mau menyerahkan diri. Tetapi, Najmudin memilih berada di antara para pembela kota itu. Ia kemudian termasuk di antara korban yang tewas.
Karena telah mengetahui akan datangnya malapetaka itu, Najmudin mengungsikan semua muridnya ke tempat aman beberapa saat sebelum bala tentara Mongol menyerbu.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment