Mengapa Khulafaur Rasyidin Sedikit Meriwayatkan Hadis
Khulafaur Rasyidin yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq , Umar bin Khattab, Utsman bin Affan , dan Ali bin Abi Thalib sedikit meriwayatkan hadis. Jika dijumlahkan keempat khalifah ini hanya meriwayatkan 1411 hadis. Jumlah tersebut kurang dari 27% hadis dari yang diriwayatkan Abu Hurairah ra yang meriwayatkan 5374 hadis.
Cendekiawan Muslim Jalaludin Rakhmat (29 Agustus 1949 – 15 Februari 2021) dalam tulisannya berjudul "Tinjauan Kritis atas Sejarah Fiqh, dari Fiqh Al-Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme" mengatakan setelah Nabi Muhammad SAW wafat, orang-orang Islam bertanya pada sahabat dalam urusan hukum-hukum agama.
"Tidak semua sahabat menjawab pertanyaan mereka; dan mereka pun tidak bertanya pada semua sahabat," tulis Jalaluddin Rakhmat dalam artikelnya yang dihimpun dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" tersebut.
Menurut Jalaluddin Rakhmat, sebagian sahabat sedikit sekali memberi fatwa, mungkin karena ketidaktahuan, kehati-hatian, atau lagi-lagi pertimbangan politis. Sebagian lagi banyak sekali memberi fatwa, mungkin karena pengetahuan mereka, atau karena posisinya memungkinkan untuk itu.
Dalam khazanah fiqh ahl al-Sunnah, para khalifah sedikit sekali memberi fatwa atau meriwayatkan al-hadits. Abu Bakar Ash-Shiddiq meriwayatkan hanya 142 hadis, Umar bin Khattab 537 hadis, Utsman bin Affan 146 hadis, Ali bon Abi Thalib 586 hadits.
Jika semua hadis mereka disatukan hanya berjumlah 1411 hadis, kurang dari 27% hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah yang meriwayatkan 5374 hadis.
Karena itu, para tabi'in , yakni mereka yang berguru pada sahabat, umumnya bukanlah murid al-Khulafa al-Rasyidin. Dalam pada itu, ketika kekuasaan Islam meluas, hanya sedikit para sahabat yang meninggalkan Madinah. Dalam kaitan ini, Abu Zahrah dalam "Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah" menulis:
Sebenarnya, sebelum Dinasti Umayyah berkuasa, tidak banyak, bahkan sedikit sekali sahabat yang keluar dari Madinah. Umar bin Khatab menahan para sahabat senior di Madinah dan melarang mereka meninggalkan kota itu.
Pertama, Umar ingin mengambil manfaat dari pendapat mereka. Kedua, ia mempertimbangkan alasan-alasan, baik secara politik maupun administratif dalam pemerintahan. Baru ketika Utsman memerintah, mereka diizinkan keluar. Yang keluar kebanyakan bukan fuqaha. Juga bukan sahabat senior, kecuali yang diizinkan keluar oleh Umar, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Musa al-Asy'ari, dan lain-lain.
Sahabat yang terkenal punya banyak murid adalah Ibn Mas'ud di Iraq, Abdullah ibn 'Umar serta ayahnya Al-Faroq, Zaid ibn Tsabit dan lain-lain di Madinah.
Kebanyakan, menurut Abu Zahrah, murid-murid sahabat itu para mawali (non Arab). Fiqh tabi'in, karena itu, umumaya fiqh mawali. Dari sahabat, para tabi'in mengumpulkan dua hal: Hadis-hadis Nabi SAW dan pendapat-pendapat para sahabat (aqwal al-shahabat). Bila ada masalah baru yang tidak terdapat pada kedua hal tersebut, mereka melakukan ijtihad seperti atau dengan metode yang dilakukan para sahabat.
Banyak di antara tabi'in yang mencapai faqahah (kefaqihan) begitu rupa sehingga sahabat berguru pada mereka. Qabus ibn Abi Zhabiyan berkata: Aku tanya ayahku, mengapa Anda tinggalkan sahabat dan mendatangi 'Alqamah. Ayahku menjawab Aku menemukan sahabat-sahabat Nabi bertanya kepada 'Alqamah dan meminta fatwanya.
Ka'ab al-Ahbar sering dimintai fatwa oleh Ibn Abbas, Abu Hurairah, dan Abdullah ibn Amr. 'Alqamah dan Ka'ab keduanya tabi'in.
Ada tujuh orang faqih tabi'in yang terkenal (al-fuqaha al-sab'ah): Sa'id ibn Musayyab (wafat 93 H), 'Urwah ibn al-Zubair (wafat 94 H), Abu Bakar ibn 'Abid (wafat 94 H), Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar (Wafat 108 H), Abidullah ibn Abdillah (wafat 99 H), Sulayman ibn Yasar (wafat 100 H) dan Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit.
Di samping mereka ada 'Atha ibn Abi Rabah, Ibrahim al-Nakh'i, Al-Syu'bi, Hamad ibn Abu Sulayman Salim mawla Ibn Umar, dan 'Ikrimah mawla Ibn Abbas.
(mhy) Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment