Kisah Bani Umayyah dalam Tafsir Surat Al-Qadar
Allah SWT berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. ( QS Al-Qadr : 1-5)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan Allah SWT menceritakan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an di malam Lailatulqadar , yaitu malam yang penuh dengan keberkahan, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِي لَيْلَةٍ مُبارَكَةٍ
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati." ( QS Ad-Dukhan : 3)
Yaitu Lailatulqadar yang terletak di dalam bulan Ramadan , sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
شَهْرُ رَمَضانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an. ( QS Al-Baqarah : 185)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa Allah SWT menurunkan Al-Qur'an sekaligus dari Lauh Mahfuz ke Baitul 'Izzah di langit yang terdekat. Kemudian diturunkan secara terpisah-pisah sesuai dengan kejadian-kejadian dalam masa dua puluh tiga tahun kepada Rasulullah SAW .
Kemudian Allah SWT berfirman, mengagungkan kedudukan Lailatulqadar yang dikhususkan oleh Allah SWT sebagai malam diturunkan-Nya Al-Qur'an di dalamnya. Untuk itu Allah SWT berfirman:
{وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ}
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. (Al-Qadar: 2-3)
Baiat Muawiyah
Abu Isa At-Turmuzi sehubungan dengan tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnul Fadl Al-Haddani, dari Yusuf ibnu Sa’d yang mengatakan bahwa seorang lelaki bangkit menuju kepada Al-Hasan ibnu Ali sesudah membaiat Mu'awiyah.
Lalu lelaki itu berkata, "Engkau telah mencoreng muka kaum mukmin," atau, "Hai orang yang mencoreng muka kaum mukmin."
Maka Al-Hasan ibnu Ali menjawab, "Janganlah engkau mencelaku, semoga Allah merahmatimu, karena sesungguhnya Nabi SAW pernah diperlihatkan kepadanya Bani Umayyah berada di atas mimbarnya, hal itu membuat diri beliau merasa berdukacita. Maka turunlah firman Allah SWT:
إِنَّا أَعْطَيْناكَ الْكَوْثَرَ
'Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar' (QS Al-Kautsar: 1) hai Muhammad, yakni sebuah sungai (telaga) di dalam surga. Dan turunlah pula firman Allah SWT:
{إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ}
'Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan' (QS Al-Qadar: 1-3) yang akan dimilikkan sesudahmu kepada Bani Umayyah, hai Muhammad."
Al-Qasim mengatakan bahwa lalu kami menghitung-hitungnya, dan ternyata masa pemerintahan Bani Umayyah adalah seribu bulan, tidak lebih dan tidak kurang barang sehari pun.
Hadis Garib
Ibnu Katsir menyatakan Imam Turmuzi menyebut bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya melainkan melalui jalur ini, yaitu melalui hadis Al-Qasim ibnul Fadl. Dia adalah seorang yang berpredikat siqah, dinilai siqah oleh Yahya Al-Qattan dan Abdur Rahman ibnu Mahdi.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa gurunya bernama Yusuf ibnu Sa'd yang dikenal dengan nama Yusuf ibnu Mazin, dia adalah seorang yang tidak dikenal. Dan hadis dengan lafaz yang seperti ini tidaklah dikenal melainkan hanya melalui jalur ini.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur Al-Qasim ibnul Fadl, dari Yusuf ibnu Mazin dengan sanad yang sama. Dan mengenai perkataan (penilaian) Imam Turmuzi yang menyebutkan bahwa Yusuf ibnu Sa'd seorang yang tidak dikenal, masih perlu diteliti. Karena sesungguhnya telah meriwayatkan darinya sejumiah ulama yang antara lain ialah Hammad ibnu Salamah, Khalid Al-Hazza dan Yunus ibnu Ubaid. Yahya ibnu Mu'in menilainya sebagai seorang yang masyhur (terkenal). Dan menurut suatu riwayat dari Ibnu Mu'in, Yusuf ibnu Sa'd adalah seorang yang siqah (dipercaya).
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini melalui jalur Al-Qasim ibnul Fadl, dari Yusuf ibnu Mazin, demikianlah menurutnya, dan ini menimbulkan idtirab dalam hadis ini; hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.
Kemudian hadis ini dengan hipotesis apa pun berpredikat munkar sekali. "Guru kami Imam Al-Hafiz Al-Hujjah Abul Hajjaj Al-Maziy mengatakan bahwa hadis ini berpredikat munkar," tutur Ibnu Katsir.
"Menurut hemat kami," lanjut Ibnu Katsir, "ucapan Al-Qasim ibnul Fadl Al-Haddani yang menyebutkan bahwa ia menghitung-hitung masa pemerintahan Bani Umayyah, maka ternyata ia menjumpainya seribu bulan, tidak lebih dan tidak kurang barang sehari pun, pendapat ini tidaklah benar."
Karena sesungguhnya Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan ra baru memegang tampuk pemerintahan saat Al-Hasan ibnu Ali menyerahkannya kepada dia pada tahun empat puluh Hijriah, lalu semua baiat sepakat 'tertuju kepada Mu'awiyah, maka tahun itu dinamakan dengan tahun Jama'ah.
Kemudian Bani Umayyah terus-menerus memegang kendali pemerintahan berturut-turut di negeri Syam dan negeri lainnya. Tiada suatu kawasan pun yang memberontak terhadap mereka kecuali hanya di masa pemerintahan Abdullah ibnuz Zubair di kedua tanah suci (Mekah dan Madinah), dan Al-Ahwaz serta negeri-negeri yang terdekat selama sembilan tahun.
Akan tetapi, kesatuan dan persatuan mereka tetap berada di bawah pemerintahan Bani Umayyah secara keseluruhan terkecuali hanya pada sebagian kawasan yang tertentu. Hingga pada akhirnya kekhalifahan direbut dari tangan mereka oleh Bani Abbas pada tahun seratus tiga puluh dua.
Dengan demikian, berarti jumlah masa pemerintahan Bani Umayyah seluruhnya adalah sembilan puluh dua tahun, dan ini berarti lebih dari seribu bulan, yang kalau dijumlahkan berarti hanya delapan puluh tiga tahun lebih empat bulan.
Kalau begitu, kata Ibnu Katsir, berarti Al-Qasim ibnul Fadl menggugurkan masa pemerintahan mereka di masa-masa Ibnuz Zubair (yang hanya sembilan tahun itu). Jika demikian, berarti jumlah ini mendekati kebenaran dari apa yang dikatakannya; hanya Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
Bukti lain yang menunjukkan ke-daif-an hadis ini ialah karena hadis ini sengaja diutarakan hanya untuk mencela pemerintahan Bani Umayyah. Seandainya dimaksudkan untuk mencela mereka, tentulah bukan dengan konteks seperti itu. Mengingat keutamaan Lailatulqadar di masa-masa pemerintahan mereka bukanlah menunjukkan tercelanya hari-hari mereka.
Sesungguhnya malam Lailatulqadar itu sangat mulia, dan surat yang mulia ini diturunkan hanya semata-mata memuji malam Lailatulqadar. Lalu mengapa ayat ini memuji keutamaannya di masa-masa pemerintahan Bani Umayyah yang dinilai oleh hadis ini tercela. Hal ini tiada lain hanyalah seperti apa yang dikatakan oleh penyair:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ السَّيْفَ يَنْقُصُ قَدْرُهُ ... إِذَا قِيلَ إِنَّ السَّيْفَ أَمْضَى مِنَ الْعَصَا
Tidakkah engkau lihat, bahwa pedang itu turun pamornya bila dikatakan bahwa ia lebih tajam daripada tongkat?
Penyair lainnya mengatakan:
إِذَا أَنْتَ فَضَّلْتَ امْرَأً ذَا بَرَاعَةٍ ... عَلَى نَاقِصٍ كَانَ الْمَدِيحُ مِنَ النَّقْصِ
Jika engkau mengutamakan seseorang yang mempunyai keahlian di atas orang yang tidak mempunyai keahlian, maka sama saja dengan merendahkan martabat orang yang dipujinya.
Kemudian bila dipahami dari ayat ini bahwa seribu bulan yang disebutkan dalam ayat menunjukkan masa pemerintahan Bani Umayyah, sedangkan suratnya sendiri adalah Makkiyyah.
Lalu bagaimana bisa dibelokkan dengan pengertian seribu bulan masa pemerintahan Bani Umayyah, padahal baik lafaz maupun makna ayat tidak menunjukkan kepada pengertian itu. Dan lagi mimbar itu hanyalah baru dibuat di Madinah sesudah hijrah. Semua bukti tersebut menunjukkan kelemahan dan kemungkaran hadis di atas; hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment