Masjid Nabawi Dibangun di Atas Tanah Bekas Kuburan Orang-Orang Musyrik
Masjid tersebut didirikan tak lama setelah Rasulullah SAW sampai di Madinah. Lokasinya, tepat ketika tunggangan Rasulullah SAW berhenti. Satu riwayat menyebut tanah itu merupakan tempat penjemuran kurma milik Suhail dan Sahl, dua anak yatim dari Bani Najjar yang berada dalam pemeliharaan As’ad bin Zurarah.
Rasulullah SAW bersabda:
هَذَا إِنْ شَاءَ اللهُ الْمَنْزِلُ
“Insya Allah, tempat ini (untuk) rumah” [HR Bukhari
Dr Mahdi Rizqullah dalam bukunya berjudul "as-Siratun-Nabawiyah fi Dhau`il Mashâdiril Ashliyyah" mengutip hadis yang diriwayatkkan Imam Bukhari menceritakan Rasulullah SAW memanggil kedua anak yatim itu lalu menawar tanah tersebut untuk dijadikan masjid . Tetapi kedua anak itu berkata: “Justru kami ingin memberikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.”
Meski demikian, Rasulullah SAW merasa enggan menerima pemberian dua anak kecil ini, sehingga beliau tetap membelinya. Dan di atas tanah ini, Masjid Nabawi dibangun.
Dalam riwayat Imam Bukhari lainnya diceritakan, ketika Rasulullah SAW hendak memerintahkan pembangunan masjid, beliau mengirim utusan ke Bani Najjar. Ketika mereka sudah datang, Rasulullah SAW bersabda kepada mereka:
يَا بَنِي النَّجَّارِ ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا قَالُوا لَا وَاللَّهِ لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ
“Wahai Bani Najjar, hargailah kebun kalian ini untukku!” Mereka menjawab: “Demi Allah , tidak! Kami tidak akan meminta harganya kecuali kepada Allah Azza wa Jalla “.
Dalam riwayat ini dijelaskan juga, bahwa di tempat ini terdapat kuburan orang-orang musyrik, dataran yang agak tinggi, dan ada juga pohon kurma. Rasulullah SAW pun memerintahkan agar kuburan orang-orang musyrik ini digali dan tulang-belulangnya dikeluarkan, dataran yang agak tinggi diratakan, dan beliau memerintahkan agar memotongi pohon-pohon kurma tersebut.
Setelah itu, pembangunan masjid pun dimulai. Rasulullah SAW sendiri berbaur bersama para sahabat membawa batu bata yang masih mentah. Beliau SAW membacakan syair:
هَذَا الْحِمَـالُ لَا حِمَـالَ خَيْبَرْ – هَذَا أَبَرُّ رَبَّنَا وَأَطْهَرْ
“Yang dibawa ini bukanlah beban dari Khaibar. Ini lebih kekal, lebih bermanfaat dan lebih suci di sisi Rabb kami“.
Beliau juga berseru:
اللَّهُمَّ إِنَّ الْأَجْرَ أَجْرُ الْآخِرَهْ – فَارْحَمْ الْأَنْصَارَ وَالْمُهَاجِرَهْ
“Ya Allah, sesungguhnya ganjaran itu adalah ganjaran akhirat. Berilah rahmat kepada kaum Anshâr dan kaum Muhajirin“. [HR Bukhari]
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa mereka memindahkan bebatuan sambil membawakan syair, sementara itu Rasulullah SAW juga berbaur bersama mereka. Mereka mengumandangkan syair:
اللَّهُمَّ إِنَّهُ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُ الْآخِرَهْ فَانْصُرْ الْأَنْصَارَ وَالْمُهَاجِرَهْ
“Ya Allah, sesungguhnya tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat. Maka berilah pertolongan kepada kaum Anshâr dan Muhajirin“.[HR Bukhari]
Dalam pembangunan masjid ini, Rasulullah SAW mengutamakan orang-orang yang ahli. Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat yang ikut bekerja membangun masjid: “Dekatkanlah al-Yamami ke tanah itu, karena sentuhan dia terbaik di antara kalian, dan paling kuat adonannya”
Dalam riwayat lain, al-Yamami berkata: “Aku mencampurkan tanah, lalu seakan campuranku ini menakjubkan beliau SAW, dan bersabda: ‘Biarkanlah al-Yamaami al-Hanafi dengan tanah, karena dia paling ahli di antara kalian dalam urusan tanah’.” [HR Imam Ahmad]
Ammar bin Yasir ra termasuk sahabat yang sangat bersemangat dalam pembangunan ini. Saat yang lain membawa satu batu bata, dia membawa dua. Satu untuk dirinya, sedangkan yang satu lagi untuk Rasulullah SAW.
Melihat perbuatan ‘Ammar ini, Rasulullah mengusap punggung ‘Ammar seraya bersabda: “Wahai Ibnu Sumayyah, orang-orang ini mendapatkan pahala satu, tetapi engkau mendapatkan pahala dua, bekal terakhirmu adalah satu hirupan susu, dan engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang”. [HR Muslim ]
Hadis ini termasuk di antara bukti kenabian Nabi Muhammad SAW karena di kemudian hari Ammar meninggal dengan cara yang telah dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadis tersebut.
Pembangunan masjid Nabawi membutuhkan waktu dua belas hari. Setelah itu, dilanjutkan dengan membangun kamar-kamar untuk istri-istri Nabi SAW dengan cara yang sama sebagaimana membangun masjid.
Saudah bin Zum’ah ra , salah seorang istri Nabi memiliki tempat tersendiri, dan begitu pula dengan Aisyah ra . Dua rumah inilah yang pertama kali dibangun untuk istri-istri beliau. Keduanya berdampingan dengan masjid dan sangat sederhana, terbuat dari tanah dan pelepah kurma, atau batu yang disusun dan atapnya pelepah kurma.
Kemudian dilanjutkan dengan rumah-rumah istri beliau selanjutnya. Setelah semuanya selesai, Rasulullah SAW pindah dari rumah Abu Ayyub ra ke tempat yang baru dibuat itu.
Pada tahun pertama hijrah disyariatkan azan dengan lafazh yang kita dengar sekarang. Demikian, menurut pendapat yang rajih. Driwayatkan, saat Abdullah bin Zaid ra bermimpi tentang lafazh-lafazh azan lalu diceritakan kepada Rasulullah SAW, maka Nabi SAW memerintahkan kepada Bilal bin Rabbah ra untuk mengumandangkan adzan dengan lafazh-lafazh tersebut.
Ketika azan ini terdengar oleh Umar bin Khattab ra , ia pun bergegas menemui Rasulullah SAW dan menceritakan mimpinya yang sama dengan mimpi ‘Abdullah bin Zaid ra.
Hingga beberapa lama, keadaan masjid yang sangat sederhana ini tetap sama tak berubah sebagaimana saat dibangun Rasulullah SAW. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau tidak melakukan renovasi apapun. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, beliau mengubah tiangnya yang terbuat dari pohon kurma menjadi kayu dan melindungi atapnya dari hujan.
Selanjutnya di era Khalifah Utsman bin Affan banyak dilakukan perubahan. Beliau membangun temboknya dengan batu yang berukir, dan begitu pula dengan tiangnya. Sedangkan atapnya diubah dengan sejenis kayu hias.
Pada mulanya, di masjid Nabi ini belum ada mimbar sebagai tempat berkhutbah. Beliau berkhutbah sambil bersandar pada sebuah batang kurma. Tentang batang kurma ini, terdapat peristiwa yang menjadi bukti kebenaran kenabian Nabi Muhammad SAW.
Ketika Rasulullah SAW dibuatkan mimbar dan kemudian beliau pindah tempatnya dalam menyampaikan khutbah, batang kurma yang biasa dijadikan sandaran beliau itu menangis layaknya anak kecil. Mendengar tangisan pohon ini, Nabi SAW pun kembali kepadanya dan memeluknya sehingga diam.
(mhy)
Dr Mahdi Rizqullah dalam bukunya berjudul "as-Siratun-Nabawiyah fi Dhau`il Mashâdiril Ashliyyah" mengutip hadis yang diriwayatkkan Imam Bukhari menceritakan Rasulullah SAW memanggil kedua anak yatim itu lalu menawar tanah tersebut untuk dijadikan masjid . Tetapi kedua anak itu berkata: “Justru kami ingin memberikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.”
Meski demikian, Rasulullah SAW merasa enggan menerima pemberian dua anak kecil ini, sehingga beliau tetap membelinya. Dan di atas tanah ini, Masjid Nabawi dibangun.
Dalam riwayat Imam Bukhari lainnya diceritakan, ketika Rasulullah SAW hendak memerintahkan pembangunan masjid, beliau mengirim utusan ke Bani Najjar. Ketika mereka sudah datang, Rasulullah SAW bersabda kepada mereka:
يَا بَنِي النَّجَّارِ ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا قَالُوا لَا وَاللَّهِ لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ
“Wahai Bani Najjar, hargailah kebun kalian ini untukku!” Mereka menjawab: “Demi Allah , tidak! Kami tidak akan meminta harganya kecuali kepada Allah Azza wa Jalla “.
Dalam riwayat ini dijelaskan juga, bahwa di tempat ini terdapat kuburan orang-orang musyrik, dataran yang agak tinggi, dan ada juga pohon kurma. Rasulullah SAW pun memerintahkan agar kuburan orang-orang musyrik ini digali dan tulang-belulangnya dikeluarkan, dataran yang agak tinggi diratakan, dan beliau memerintahkan agar memotongi pohon-pohon kurma tersebut.
Setelah itu, pembangunan masjid pun dimulai. Rasulullah SAW sendiri berbaur bersama para sahabat membawa batu bata yang masih mentah. Beliau SAW membacakan syair:
هَذَا الْحِمَـالُ لَا حِمَـالَ خَيْبَرْ – هَذَا أَبَرُّ رَبَّنَا وَأَطْهَرْ
“Yang dibawa ini bukanlah beban dari Khaibar. Ini lebih kekal, lebih bermanfaat dan lebih suci di sisi Rabb kami“.
Beliau juga berseru:
اللَّهُمَّ إِنَّ الْأَجْرَ أَجْرُ الْآخِرَهْ – فَارْحَمْ الْأَنْصَارَ وَالْمُهَاجِرَهْ
“Ya Allah, sesungguhnya ganjaran itu adalah ganjaran akhirat. Berilah rahmat kepada kaum Anshâr dan kaum Muhajirin“. [HR Bukhari]
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa mereka memindahkan bebatuan sambil membawakan syair, sementara itu Rasulullah SAW juga berbaur bersama mereka. Mereka mengumandangkan syair:
اللَّهُمَّ إِنَّهُ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُ الْآخِرَهْ فَانْصُرْ الْأَنْصَارَ وَالْمُهَاجِرَهْ
“Ya Allah, sesungguhnya tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat. Maka berilah pertolongan kepada kaum Anshâr dan Muhajirin“.[HR Bukhari]
Dalam pembangunan masjid ini, Rasulullah SAW mengutamakan orang-orang yang ahli. Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat yang ikut bekerja membangun masjid: “Dekatkanlah al-Yamami ke tanah itu, karena sentuhan dia terbaik di antara kalian, dan paling kuat adonannya”
Dalam riwayat lain, al-Yamami berkata: “Aku mencampurkan tanah, lalu seakan campuranku ini menakjubkan beliau SAW, dan bersabda: ‘Biarkanlah al-Yamaami al-Hanafi dengan tanah, karena dia paling ahli di antara kalian dalam urusan tanah’.” [HR Imam Ahmad]
Ammar bin Yasir ra termasuk sahabat yang sangat bersemangat dalam pembangunan ini. Saat yang lain membawa satu batu bata, dia membawa dua. Satu untuk dirinya, sedangkan yang satu lagi untuk Rasulullah SAW.
Melihat perbuatan ‘Ammar ini, Rasulullah mengusap punggung ‘Ammar seraya bersabda: “Wahai Ibnu Sumayyah, orang-orang ini mendapatkan pahala satu, tetapi engkau mendapatkan pahala dua, bekal terakhirmu adalah satu hirupan susu, dan engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang”. [HR Muslim ]
Hadis ini termasuk di antara bukti kenabian Nabi Muhammad SAW karena di kemudian hari Ammar meninggal dengan cara yang telah dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadis tersebut.
Pembangunan masjid Nabawi membutuhkan waktu dua belas hari. Setelah itu, dilanjutkan dengan membangun kamar-kamar untuk istri-istri Nabi SAW dengan cara yang sama sebagaimana membangun masjid.
Saudah bin Zum’ah ra , salah seorang istri Nabi memiliki tempat tersendiri, dan begitu pula dengan Aisyah ra . Dua rumah inilah yang pertama kali dibangun untuk istri-istri beliau. Keduanya berdampingan dengan masjid dan sangat sederhana, terbuat dari tanah dan pelepah kurma, atau batu yang disusun dan atapnya pelepah kurma.
Kemudian dilanjutkan dengan rumah-rumah istri beliau selanjutnya. Setelah semuanya selesai, Rasulullah SAW pindah dari rumah Abu Ayyub ra ke tempat yang baru dibuat itu.
Pada tahun pertama hijrah disyariatkan azan dengan lafazh yang kita dengar sekarang. Demikian, menurut pendapat yang rajih. Driwayatkan, saat Abdullah bin Zaid ra bermimpi tentang lafazh-lafazh azan lalu diceritakan kepada Rasulullah SAW, maka Nabi SAW memerintahkan kepada Bilal bin Rabbah ra untuk mengumandangkan adzan dengan lafazh-lafazh tersebut.
Ketika azan ini terdengar oleh Umar bin Khattab ra , ia pun bergegas menemui Rasulullah SAW dan menceritakan mimpinya yang sama dengan mimpi ‘Abdullah bin Zaid ra.
Hingga beberapa lama, keadaan masjid yang sangat sederhana ini tetap sama tak berubah sebagaimana saat dibangun Rasulullah SAW. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau tidak melakukan renovasi apapun. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, beliau mengubah tiangnya yang terbuat dari pohon kurma menjadi kayu dan melindungi atapnya dari hujan.
Selanjutnya di era Khalifah Utsman bin Affan banyak dilakukan perubahan. Beliau membangun temboknya dengan batu yang berukir, dan begitu pula dengan tiangnya. Sedangkan atapnya diubah dengan sejenis kayu hias.
Pada mulanya, di masjid Nabi ini belum ada mimbar sebagai tempat berkhutbah. Beliau berkhutbah sambil bersandar pada sebuah batang kurma. Tentang batang kurma ini, terdapat peristiwa yang menjadi bukti kebenaran kenabian Nabi Muhammad SAW.
Ketika Rasulullah SAW dibuatkan mimbar dan kemudian beliau pindah tempatnya dalam menyampaikan khutbah, batang kurma yang biasa dijadikan sandaran beliau itu menangis layaknya anak kecil. Mendengar tangisan pohon ini, Nabi SAW pun kembali kepadanya dan memeluknya sehingga diam.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment