Geolog Islam, Peletak Geologi Modern

Abu Ar-Raihan Mohammad bin Ahmad al-Biruni
Studi geologi yang dikembangkan para saintis Islam sangat membantu menemukan zat mineral di dalam bumi yang memiliki nilai ekonomi
PARA sejarawan mengakui bahwa para ilmuwan Muslim telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu ilmu yang mendapat perhatian khusus dari umat Islam adalah geologi.

Para ilmuwan Islam memandang ilmu ini  penting, karena dapat  membantu manusia menemukan dan mengatur sumber daya alam yang ada di bumi, seperti minyak bumi, batu bara, dan juga metal seperti besi, tembaga, emas, dan uranium.

Pada awal era kekhalifahan Islam, umat Islam telah mampu menemukan ladang minyak, besi, emas, dan lainnya. Ilmuwan Barat, Fielding H Garisson, mengakui bahwa studi geologi modern dimulai pada era kekhalifahan.

Dalam bukunya yang berjudul History of Medicine, Garisson mengatakan bahwa umat Islam di abad pertengahan tak hanya mengawali berkembangnya aljabar, kimia, dan geologi, tapi juga telah meningkatkan dan memuliakan peradaban. Karena alasan itulah banyak ilmuwan Muslim yang mengkaji studi geologi, utamanya menyangkut tema-tema khusus, seperti mineral, batu-batuan, serta permata.

Sayangnya, kebanyakan risalah itu banyak yang hilang dan tak eksis lagi.

Ilmuwan yang berkosentrasi dalam bidang ini antara lain Yahya bin Masawih (w. 857 M), yang menulis sebuah risalah tentang permata dan kekayaannya. Al-Kindi (w. 873 M) menulis tiga risalah yang salah satunya merupakan karya yang terbaik, berjudul Gems and The Likes.

Al-Hasan bin Ahmad Al-Hamdani (334 H) menulis tiga buku mengenai metode eksplorasi emas, perak, permata, dan bahan mineral lainnya. Ikhwaan As-Safa (pertengahan abad ke-4 H) menulis ensiklopedia yang berisi bagian-bagian mineral  serta klasifikasinya.

Ada juga Ahmad bin Yousef Al-Tifashi menulis kitab Azhar al-Afkar fi Jawahir al-Ahjar, yang berisi tentang cara mengenali batu-batu mulia dan Mohammad bin Ibrahim Ibnu Al-Akfani (w. 1348 M) menulis buku berjudul Nukhab al-Thakhair fi Ahwaal al-Jawahir, yang  mengupas karakteristik batu-batu mulia.

Selain tokoh-tokoh tersebut, juga ada Abu Ar-Raihan Mohammad bin Ahmad al-Biruni (wafat 1048 M) yang  dikenal sebagai ahli mineralogi terhebat sepanjang sejarah peradaban Islam. Selain menulis Book of Coordinates, dia juga menyusun buku berjudul al-Jamhir fi Ma’rifatil al-Jawahir yang mengupas cara mengenali permata.

Buku itu dinilai sebagai kontribusi terbaik yang disumbangkan peradaban Islam bagi studi mineralogi. Sumbangan peradaban Islam dalam bidang mineralogi tak lepas dari keberhasilan umat Islam menguasai wilayah-wilayah penting seperti Mesir, Mesopotamia, India, dan Romawi.

Peradaban wilayah itu sebelumnya juga telah mengenal beragam jenis mineral, batu mulia, dan permata. Karya-karya terdahulu itu lalu dikembangkan dan diteliti lebih lanjut oleh para ilmuwan Muslim.

Abdus Salam (1984) dalam Islam and Science menyatakan, al-Biruni merupakan geolog Muslim yang berjasa mendirikan studi geologi modern. Secara mendalam, ilmuwan Muslim abad ke-11 M itu menulis tentang geologi India. Ia melontarkan sebuah hipotesis bahwa anak benua India awalnya adalah sebuah lautan.

“Jika Anda melihat tanah India dengan mata sendiri dan mengamati alamnya, sebenarnya daratan India awalnya adalah laut,” papar Al-Biruni dalam Book of Coordinates.

Ia juga menuturkan, keberadaan kerang dan fosil di wilayah negeri Hindustan menunjukkan kawasan itu adalah lautan yang kemudian meningkat menjadi daratan kering.

Berdasarkan penemuannya itu, menurut Al-Biruni bumi itu secara konstan mengembang. Temuannya itu memperkuat pandangan Islam bahwa bumi tak kekal.

Teori bumi tak kekal yang dilontarkan Al-Biruni itu berlawanan dengan keyakinan ilmuwan Yunani Kuno yang berpendapat bumi itu kekal. Al-Biruni pun lalu menegaskan bahwa bumi juga memiliki usia.

Pendapat sang ilmuwan Muslim di era kekhalifahan itu terbukti. Para geolog modern akhirnya membuktikan pendapat itu dengan menyatakan bahwa usia bumi diperkirakan sekitar 4,5 miliar tahun.

Berpengaruh Terhadap Peradaban Barat

Ilmuwan Muslim legendaris, Ibnu Sina (981-1037 M), juga turut memberi kontribusi yang amat penting bagi studi geologi. Avicenna—begitu masyarakat Barat biasa menyebutnya—menamakan geologi sebagai attabieyat. Dalam bab 5 ensiklopedia berjudul Kitab Al-Shifa, Ibnu Sina menjelaskan mineralogi dan meteorologi.

Selain itu, bab 6 kitab yang sama juga mengupas berbagai hal tentang bumi dan proses pembentukannya. Secara rinci dan lugas, Ibnu Sina membahas pembentukan gunung, manfaat gunung dalam pembentukan awan, sumber-sumber air, asal muasal gempa bumi, pembentukan mineral-mineral, serta keanekaragamaan lahan tanah di bumi.

Pemikiran Ibnu Sina tentang geologi ternyata sangat berpengaruh terhadap peradaban Barat. Berkat jasa Ibnu Sinalah masyarakat Barat kemudian mengenal hukum superposisi, konsep katastropisme (bencana besar), serta doktrin uniformitarianism.

Buah pikir Ibnu Sina juga banyak memengaruhi ilmuwan Barat bernama James Hutton dalam mencetuskan Teori Bumi pada abad ke-18 M.

Secara terang-terangan, dua akademisi Barat bernama Toulmin dan Goodfield (1965) menjelaskan sumbangsih yang diberikan Ibnu Sina bagi studi geologi modern. Keduanya mengakui bahwa pada abad ke-10 M, Ibnu Sina telah melontarkan hipotesis tentang asal muasal bentangan gunung.

Padahal, 800 tahun kemudian, pemikiran seperti itu masih dianggap radikal di dunia Kristen. Tak cuma itu, metodologi ilmiah serta observasi lapangan yang dikembangkan Ibnu Sina hingga kini masih tetap menjadi bagian yang penting dalam investigasi geologi modern.

Studi geologi yang dikembangkan para saintis Islam ini sangat membantu menemukan zat mineral lainnya yang memiliki nilai ekonomi, seperti asbestos, mika, fosfat, zeolit, tanah liat, kuarsa, dan juga elemen lainnya seperti belerang, klorin, dan helium.

Sumbangan lainnya yang didedikasikan ilmuwan Muslim untuk studi geologi adalah penemuan kristalisasi dalam proses pemurnian. Terobosan penting ini menurut George Sarton, dilakukan Jabir Ibnu Hayyan, saintis Muslim pada abad ke-8 M.

Pada masa ini, para ilmuwan Islam sudah mampu menjelaskan komposisi kimia dan struktur kristal. Batu permata dan batu mulia dinilai para ilmuwan Muslim sebagai jenis mineral yang khusus. Intan, batu nilam, jamrud serta yang lainnya digolongkan ke dalam mineral.

Itulah kontribusi umat Islam dalam ilmu geologi yang tidak mungkin dinafikkan.*/ Bahrul Ulum, pernah ditulis Suara Hidayatullah

No comments:

Newer Post Older Post Home
Subscribe in podnovaSubscribe in NewsAlloy
Add to Google Reader or HomepageBlogarama - The Blog DirectoryAdd to The Free Dictionary
Online Marketing Add to netvibes
I heart FeedBurnerScience BlogsMy Zimbio
Subscribe in a readerPowered by FeedBurner
Powered by FeedBurner