10 Poin Penting Inti Khutbah Rasulullah ﷺ di Arafah Saat Haji Wada’

 

Doa di Padang Arafah
1400 tahun lalu, Baginda Rasulullah Muhammad ﷺ memberi khutbah wada’ saat wukuf di Arafah, isinya sangat luar biasa, sebagaian sudah ‘dipakai’ Deklarasi Universal HAM

SALAH satu prosesi ibadah haji yang utama adalah wuquf di Arafah. Wukuf menjadi inti (core) dari seluruh rangkaian pelaksanaan ibadah haji.

Pada 632 M, Rasulullah ﷺ memberikan khutbah wada’ (khutbah terakhir). Beliau memberikan pesan-pesan penting di atas gunung, di ketinggian 200 kaki (61 m), Jabal Rahmah.

Nabi Muhammad ﷺ memberikan pesan penting di atas punggung unta.  Isi khutbah Wada’ sangat penting dan memberikan pengajaran yang sangat berharga bagi umat Islam.

Khutbah tersebut menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, menjaga kebersihan hati, memperhatikan hak-hak wanita, melarang riba, melarang perpecahan dan tumpah darah dan memperhatikan hak-hak Allah SWT serta makhluk-Nya.

Khutbah tersebut juga menegaskan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT dan tidak ada perbedaan antara Arab dan non-Arab, kecuali dalam hal ketaqwaan.

Setelah khotbah ini, Allah Ta’ala menurunkan ayat:

اليَومَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al-Maidah: 3).

Tiga bulan setelah itu beliau pun wafat meninggalkan umatnya.

Inilah 10 poin penting isis khutbah Baginda Nabi Muhammad ﷺ saat khutbah wada’ di Arafah;

Pertama, pesan mengenai perlindungan hukum tentang harta dan jiwa. Rasulullah ﷺ mengingatkan bahwa harta dan jiwa kamu tetap dilindungi, sehingga seseorang tidak dibenarkan mengganggu orang lain.

Seseorang tidak dibenarkan mengambil, merampas, atau memiliki harta orang lain. Dan untuk melindungi jiwa seseorang, Islam mensyariatkan hukuman qishash dan untuk melindungi harta, Islam menetapkan hukum potong tangan bagi pencuri.

Memang bagi orang yang dangkal penghayatannya tentang maqashidut tasyri’ (tujuan Allah menetapkan syari’ah, red) sering menghujat bahwa hukuman gishash atau potong tangan terlalu sadis.

Atau yang sedang trend saat ini orang dapat saja mengatakan bahwa hukuman qishash atau potong tangan amat bertentangan dengan hak hak asasi manusia.

Dalam hal ini Allah sendiri telah menjawab dengan tegas melalui Al-Qur’an Surah al-Baqarah ayat 179 bahwa hukuman qishash itu untuk menjamin hak hidup manusia.

Dengan jawaban Allah yang demikian tegas, maka nada-nada sumbang yang sering dilontarkan orang tidak perlu kita perhatikan. Nada-nada sumbang seperti itu tidak lain sekadar mengungkap tabir kejahilan mereka sendiri.

Kedua, Rasulullah ﷺ mengingatkan tentang amanah. Rasulullah memesankan bahwa siapa saja vang menerima amanah harus menunaikan amanah itu sebagaimana mestinya.  

Jangan sekali-sekali berkhianat, sebab berkhianat itu merupakan ciri munafik.

Ketiga, Rasulullah ﷺ juga mengingatkan tentang riba agar tetap dihindari. Bahkan Allah sendiri telah mengingatkan hal ini melalui AI-Qur’an Surat al-Baqarah (20): 275 yang berbunyi dan Allah menghalalkan jual beli, tetapi Allah juga mengharamkan riba.

Pengharanman riba ini tidak pernah dicabut sampai saat ini dan bahkan sampai hari Kiamat. Penekanan Rasulullah agar umat Islam senantiasa menghindarkan diri dari riba, karena Rasulullah telah memperhitungkan betapa banyak umat Islam yang akan terjerumus ke dalam praktik riba di akhir zaman dengan berbagai dalih.

Keempat, Rasululah ﷺ juga mengingatkan tentang keharusan membayar dam (denda) bagi pelaku pembunuhan tanpa sengaja. Di dalam hukum jinayat Islam ditentukan bahwa pelaku pembunuhan tanpa sengaja harus membayar 100 ekor unta kepada ahli waris terbunuh.

Demikian pula bagi pelaku pembunuhan dengan sengaja vang beroleh keampunan dari ahli waris korban, ia tetap dibebani membayar l00 ekor unta.

Kelima, Rasulullah ﷺ mengingatkan tentang nasi-ah, yaitu pengunduran waktu yang mengakibatkan manusia banyak menjadi sesat. Tradisi yang berlaku sejak zaman jahiliyah mereka senantiasa menghormati bulan-bulan haji seperti; Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram.

Keenam, Rasulullah ﷺ juga memesankan tentang wanita agar senantiasa dilindungi hak-haknya, jangan diperkosa hak asasinya, Rasulullah ﷺ juga mengingatkan agar wanita itu sendiri senantiasa menjaga marabat dan harga dirinya.

Dalam kaitan ini Rasulullah pernah mengingatkan bahwa wanita itu adalah tiang negara, jika kaum wanita baik maka akan baiklah masyarakat, retapi mnanakala kaum wanitanya telah rusak akan rusak pula masyarakat dan negara.

Islam selbagai agama yang membebaskan wanita dari keterbelengguan di zaman jahiliyah, tidak sekadar membebaskan tetapi sekaligus menempatkan kaum wanita pada posisi-posisi strategis sesuai dengan kodrat kewanitaannya, sampai-sampai penentuan seseorang akan ke Surga atau ke Neraka lebih banyak ditentukan oleh kaum wanita, karena Rasulullah mengatakan bahwa surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu.

Pesan Rasulullah tentang masalah wanita ini paling tidak mampu menyadarkan kita saat ini untuk tidak berkepanjangan melakukan pelecehan-pelecehan kepada kaum wanita. Disamping wanita itu sendisį harus senantiasa ingat untuk tetap mampu menjaga martabat dan harkatnya dengan sungguh-sungguh.

Ketujuh, kemudian Rasulullah ﷺ juga memesankan agar umat Islam senantiasa memelihara dan bahkan meningkatkan ukhuwah Islamiyah. Janganlah ukhuwah Islamiyah menjadi rapuh dan sirna sepeninggal Rasulullah ﷺ.

Kedelapan, pada kesempatan itu Rasulullah juga memesankan agar umat Islam menyampaikan agama ini kepada mereka yang belum mengetahui. Pesan ini berarti pembebanan tugas dakwah kepada setiap individu muslim tanpa membedakan pangkat dan jabatan.

Sebagaimana diketahui bahwa tugas dakwah harus dilaksanakan “bilhikmah” sesuai dengan kondisi, situasi dan kemampuan seseorang. Dengan demikian tugas dakwah bukan menjadi beban orang perorang tetapi tugas seluruh umat Islam.

Kesembilan, Rasulullah ﷺ juga mengingatkan tentang masalah warisan yang secara global telah digariskan di dalam Al-Quran. Pesan ini juga mengandung makna agar umat Islam menguasai ilmu faraidh, karena ilmu faraidh ini termasuk salah satu ilmu yang akan mudah hilang dari penguasaan umat.

IImu faraidh termasuk ilmu sosial yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi ia senantiasa berkaitan dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian ia tidak akan terhindar dari pengaruh perkembangan zaman, sehingga tidaklah mengherankan manakala dalam Kompilasi Hukum Islam dikenal adanya Plaatverpooling (ahli waris pengganti) yang dalam pembicaraan faraidh selama ini tidak pernah tersentuh.

Kesepuluh, pada bagian akhir dari Khutbah Wada’ itu Rasulullah mengingatkan kaum Muslimin agar senantiasa menjadi garis nasab (keturunan) secara hukum. Untuk itu Islan menutup pintu serapat-rapatnya tentang perzinaan, sehingga ayat yang melarang perzinaan bukan sekadar melarang melakukan zina, tetapi mendekat-dekati praktik perzinaan saja pun sudah dilarang.*

No comments: