Kisah Fatimah binti Abdul Malik, Ibu Negara yang Tanggalkan Kemewahan dan Fasilitas Istana

 Kisah Fatimah binti Abdul Malik, Ibu Negara yang Tanggalkan Kemewahan dan Fasilitas Istana

Ilustrasi Fatimah binti Abdul Malik dan suaminya Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memilih hidup sederhana meski tinggal di lingkungan istana. Foto/ist
Fatimah binti Abdul Malik rahimahallah, satu dari deretan muslimah yang namanya bersinar di pentas sejarah. Beliau nyaris menjadi sosok wanita sempurna, berparas cantik, shalihah, cerdas dan punya kedudukan mulia lagi terpandang.

Bagaimana tidak? Ayah dan kakeknya adalah khalifah. Saudara-saudara laki-lakinya juga khalifah. Dan kemudian bersuamikan seorang laki-laki saleh yang menjadi khalifah terbaik di masa Dinasti Umayyah, Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Umar dikenal sebagai Mujaddid atau pembaharu Islam di abad pertama Hijriyah.

Dai lulusan Al-Azhar Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq yang juga pengasuh Ma'had Subulana Bontang Kalimantan Timur menceritakan kisah Fatimah yang memilih hidup zuhud meski tinggal di lingkungan istana. Berikut beberapa keistimewaan Fatimah binti Abdul Malik :

1. Hidup di Tengah Keluarga Khalifah
Dikatakan dalam bait-bait sya'ir:

‌بنت ‌الخليفة ‌والخليفة ‌جدها … أخت الخلائف والخليفة زوجها

"Dia anaknya Khalifah, kakeknya juga seorang khalifah. Dia saudarinya para khalifah dan khalifah juga yang menjadi suaminya." [Tarikh ad Damasyqi (45/137)]

Zubeir bin Bakar berkata:

لا يعرف امرأة تستحق هذا البيت غيرها، وكان لها ثلاثة عشر محرما كلهم خليفة

"Tidak diketahui adanya seorang wanita yang memiliki kedudukan mapan seperti dia. Fatimah mempunyai 13 mahram (keluarga dekat) semuanya menjadi khalifah." [Mar'atuzzaman (10/134)]

2. Tanggalkan Kemewahan dan Semua Fasilitas Istana
Meskipun hidup di lingkungan istana yang bergelimang harta dan fasilitas, Fatimah memilih hidup sederhana dan menekuni belajar. Ia terdidik dengan baik dalam masalah agama dan juga keilmuan lainnya.

Setelah menjadi ibu negara kekhalifahan Islam, penampilannya berubah drastis. Fatimah menanggalkan semua fasilitas dan perhiasan serta harta yang ia miliki. Sehingga sebagian ahli sejarah mengungkapkan tentang dirinya:

كانت من أحسن النساء إنه رد جهازها وما كان من أموالها إلى بيت المال، وقد كان دخله في كل سنة قبل أن يلي الخلافة أربعين ألف دينار، فترك ذلك كله

"Dia termasuk dari wanita terbaik. Dia menanggalkan semua perhiasan miliknya dan juga semua hartanya ke Baitul Mal. Dahulu sebelum suaminya menjadi khalifah, penghasilannya (sebagai putri khalifah) setiap tahunnya sekitar 40.000 Dinar (sekitar Rp160 Miliar), yang kemudian dia tinggalkan/tidak mau menerimanya." [Al-Mausu'ah Darar al Muntaqah (11/278)]

3. Dinikahkan dengan Khalifah Terbaik Umar bin Abdul Aziz
Ayahnya Khalifah Abdul Malik bin Marwan sangat mencintainya. Ketika Fatimah tumbuh dewasa, ia selalu memikirkan suami untuk putri tercintanya itu. Di antara yang dipandang oleh Abdul Malik cocok untuk putrinya adalah Umar, putra saudaranya Abdul Aziz bin Marwan. Karena Umar dikenal sebagai pemuda yang saleh, berilmu, berani dan memiliki akhlak yang mulia lainnya.

Suatu hari Abdul Malik pernah berkata di hadapan orang-orang yang di situ ada Umar bin Abdul Aziz:

يعجبني قول الحسن البصري لما جاءه مَنْ يسأله: إن لي بنية؛ فمن ترى أن أزوجها؟! قال الحسن: زوجها ممن يتقي الله، فإن أحبها أكرمها، وإن أبغضها لم يُهنها

"Aku kagum dengan jawaban Imam Hasan Al-Bashri ketika ada yang bertanya kepadanya: 'Aku punya anak gadis, menurut pendapatmu kepada siapa aku nikahkan dia?'

Maka Imam Hasan menjawab: "Nikahkan dia dengan orang yang bertakwa kepada Allah. Karena kalau suami seperti itu mencintai istrinya, dia akan memuliakannya. Dan kalau dia tidak mencintainya, ia tidak akan merendahkannya." [Thaba'i an Nisa' hal 70]

Abdul Malik kemudian memandang kepada Umar bin Abdul Aziz. Mendapatkan tatapan dari sang khalifah, Umar jadi salah tingkah, ia menunduk. Lalu Abdul Malik berkata: "Wahai anak saudaraku, Amirul Mukminin menikahkan putrinya dengan engkau."

Mendengar itu Umar bin Abdul Aziz menjawab:

‌وصلك ‌الله ‌يا ‌أمير ‌المؤمنين فقد كفيت المسألة وأجزلت العطية

"Semoga Allah senantiasa menyambungkan dirimu (dengan kebaikan) wahai Amirul Mukminin. Permintaan telah engkau penuhi dan engkau memberi sesuatu yang sangat besar." [Mukhtashar Tarikh Damsyiq (20/360)]

4. Menyerahlan Semua Hartanya ke Baitul Mal
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat Khalifah, beliau meminta Fatimah agar menyerahkan semua harta dan perhiasannya. Umar berkata:

قد علمت حَال هَذَا الْجَوْهَر لحليها وَمَا صنع فِيهِ أَبوك وَمن أَيْن أَصَابَهُ فَهَل لَك أَن أجعله فِي تَابُوت ثمَّ أطبع عَلَيْهِ وأجعله فِي أقْصَى بَيت ‌مَال ‌الْمُسلمين وَأنْفق مَا دونه فَإِن خلصت إِلَيْهِ أنفقته وَأَن مت قبل ذَلِك فلعمري ليردنه إِلَيْك

"Engkau telah mengetahui tentang semua asal muasal perhiasan-perhiasan ini dan apa yang telah dilakukan oleh bapakmu. Tidakkah engkau mau memasukkan semuanya ke sebuah peti dan mengemasnya lalu engkau serahkan ke baitul mal kaum muslimin untuk dimanfaatkan? Aku akan membelanjakannya untuk kebutuhan umat dan jika ternyata aku mati sebelum menghabiskannya, maka harta itu boleh engkau ambil sisanya."

Fatimah pun menjawab perkataan suaminya dengan mengatakan:

افعل ما شئت يا أمير المؤمنين

"Silakan lakukan apapun untuk hartaku wahai Amirul Mukminin." [Sirah Umar bin Abdul Aziz hal 58]

5. Menenangkan Hati Suami
Fatimah pernah melihat suaminya Umar bin Abdul Aziz menangis sesenggukan dan wajahnya dilelehi oleh air mata. Fatimah pun bertanya: "Mengapa engkau menangis sedemikian dahsyat wahai suamiku?"

Umar bin Abdul Aziz menjawab:

إني قد وليت من أمر هذه الأمة ما وليت، فتفكرت في الفقير الجائع، والمريض الضائع، والعاري المجهود، واليتيم المكسور، والأرملة الوحيدة، والمظلوم المقهور، والغريب، والأسير، والشيخ الكبير، وذي العيال الكثير والمال القليل، وأشباههم في أقطار الأرض وأطراف البلاد، فعلمت أن ربي عز وجل سيسألني عنهم يوم القيامة، وأن خصمي دونهم محمد صلى الله عليه وسلم، فخشيت أن لا يثبت لي حجة عند خصومته، فرحمت نفسي فبكيت

"Aku telah dijadikan penanggung jawab atas urusan umat ini. Aku merenungkan tentang keadaan orang yang sedang terasing dan nasib kaum miskin yang kelaparan, telanjang dan sengsara. Juga orang-orang yang tertindas dan mengalami cobaan berat. Kaum tak dikenal dalam penjara, orang-orang tua renta, orang yang punya keluarga besar tetapi penghasilannya sedikit. Serta orang-orang dalam keadaan yang semisal di pelosok negeri yang terpencil."

"Aku sangat tahu bahwa Tuhanku kelak akan meminta pertanggung-jawabanku tentang mereka pada Hari Kebangkitan. Dan aku sangat takut bahwa pembelaan diri yang bagaimanapun tidak akan berguna saat itu. Ketika aku memikirkan semua itu aku pun menangis." [Bidayah wa Nihayah (12/627)]

Mendengar itu Fatimah berkata:

لك الله يا ابن العم، هون عليك، فداك أبي وأمي، لكأنك تحسب أن الله ما خلق النار إلا من أجلك

"Allah akan menjagamu wahai anak pamanku. Tetaplah tenangkan dirimu, ayah dan ibuku sebagai tebusan untukmu. Sungguh engkau bersikap seolah-olah neraka itu tidaklah diciptakan kecuali khusus untuk dirimu."

6. Menolak Hartanya Dikembalikan
Setelah kewafatan suaminya, datanglah petugas Baitul Mal menemui dirinya. Penjaga Baitul Mal itu berkata kepada Fatimah:

إن مجوهراتك يا سيدتي لا تزال كما هي، وإني اعتبرتها أمانة لك، وحفظتها لذلك اليوم، وقد جئت أستأذنك في إحضارها

"Wahai tuan putri, sesungguhnya semua harta perhiasan Anda masih ada seperti sedia kala. Aku menilainya saat menyimpan harta-harta itu dalam rangka hanya menjaga titipan Anda. Dan Aku meminta izin untuk mengembalikan itu kepada anda sekarang."

Mendengar itu Fatimah menjelaskan kalau ia dahulu saat menyerahkan seluruh harta perhiasan itu kepada suaminya, Umar bin Abdul Aziz adalah sebagai hibah ke baitul mal, bukan titipan. Seraya menjawab tegas saat petugas Baitul Mal masih bersikeras untuk mengembalikannya:

وما كنت لأطيعه حيُّا، وأعصيه ميتًا

"Aku tidak mungkin mentaatinya saat ia masih hidup, kemudian mendurhakainya saat ia telah wafat." ['Audah al-Hijab (2/538)]

Demikian kisah Fatimah binti Abdul Malik yang mengagumkan. Semoga Allah merahmatinya dan kelak lahir generasi hebat seperti beliau di tengah-tengah umat ini.
Rusman Hidayat Siregar
(rhs)

No comments: