A.R. Baswedan dan Masalah Palestina
AR Baswedan meminta bangsa Indonesia tidak berlindung di balik slogan mendukung atau membela perjuangan rakyat Palestina tanpa ada kepedulian nyata
SEBAGAIMANA tokoh muslim sezamannya –seperti Natsir, Hamka dan lain-lain–, Abdurrahman (AR) Baswedan punya kepedulian serius terhadap masalah Palestina. Ini bisa dibaca melalui buku biografi dan karya-karya tulisanya yang terserak di berbagai majalah dan surat kabar.
Untuk buku biografi bisa misalnya dibaca karya Suratmin “Abdul Rahman Baswedan, Karya dan Pengabdiannya” (1989: 14, 114, 116, 237, 182 dan 183). Sejak muda –dengan penguasaan bahasa Arab dan Belanda– beliau rajin mengikuti berita-berita luar negeri termasuk masalah Palestina.
Pengetahuan tentang Palestina melalui surat kabar, kemudian hari ditambah dengan pengalaman di lapangan perjuangan. Saat menjadi delegasi Indonesia mensosialisasikan kemerdekaan Indonesia ke Timur Tengah (seperti: Mesir) beliau sedikit-banyak mengetahui secara langsung problem-problem yang dihadapi saat itu di antaranya masalah Palestinan.
A.R. Baswedan juga tahu saat itu bagaimana Belanda mengusung tema dukungan untuk Palestina asalkan Pemerintah Mesir menolak kedatangan delegasi Indonesia ke Bumi Kinanah itu untuk meminta pengakua kemerdekaan.
Artinya, melihat sedemikian santer dan setrategisnya isu Palestina ini, sampai-sampai digunakan juga oleh pihak berkepentingan –seperti kolonial Belanda– untuk memeacah belah umat Islam dan menjajah mereka.
Ketika A.R. Baswedan bertemu dengan tokoh agama lain seperti Pastur Katolik, Y.B. Mangunwijaya, temah-tema seperti Islam, iran, Irak, Palestina dan Israel juga dibicarakan. Kepedulian dan perhatian ini digambarkan Romo Mangun, “Jiwanya besar, dan tidak sempit pandangannya. Pandangannya baik sekali terhadap agama, tak pernah ngomong hal-hal dogma, tetapi tentang kenyataan dalam prinsip-prinsip hidup, tentang kejujuran dan mencari kebenaran. Orientasi pemikirannya terhadap orang-orang miskin,” dan seterusnya yang membuat pembaca sekalian tidak heran jika beliau juga peduli terhadap masalah Palestina.
Jejak A.R. Baswedan terkait masalah Palestina juga bisa dibaca di berbagai majalah dan surat kabar. Berikut ini di antara contoh judul tulisannya. Pertama: “P.A.I. dan Soal Palestina” (Insaf, No.9, September 1937). Kedua: “Apakah Indonesia Tidak Diundang ke Kongres Solidaritas Palestina di Kairo?” (Kedaulatan Rakyat, 31 Maret 1984). Ketiga: “Pendirian Indonesia terhadap Palestina Perlu Dimasyarakatkan” (Kedaulatan Rakyat, 20 Maret 1984). Keempat: “Revolusi PLO Palestina Pasti Dilanjutkan” (Suara Muhammadiyah, No. 18 September 1982). Kelima: “Perlu Langkah Kongkrit untuk Sikap Positif terhadap Palestina” (Kiblat, No. 1 [XXXIII/1985]) dan contoh lainnya.
Dalam tulisan ini misalkan akan diuraikan sedikit terkait wawancara majalah Kiblat dengan A.R. Baswedan yang dimuat majalah Kiblat tahun 1985. Ketika Menteri Penerangan (Menpen) Harmoko memberikan sambutan yang baik tentang masalah Palestina dalam pembukaan acara “Temu Wicara Wartawan Wilayah Asia” yang dihelat di Jakarta, maka itu diapresiasi oleh beliau.
Waktu itu, Harmoko mengingatkan bahwa masalah Palestina bisa meledak menjadi lautan api dunia. Pada sambutannya, ia meminta agar acara semacam itu juga bisa diselenggarakan di negara-negara Asia yang lain.
Abdurrahman Baswedan menilai bahwa, apa yang disampaikan Menpen itu sesuai dengan Deklarasi 30 tahun Konperensi Asia Afrika, yang mana pada waktu itu dihadiri oleh delegasi PLO, Farouk Khoddumi. Baswedan berharap agar Menpen Harmoko lebih menginsafi pentingnya perjuangan rakyat Asia Afrika untuk membantu bangsa Palestina yang teraniaya dan tertindas oleh Israel sejak lama.
Dalam wawancara itu, A.R. Baswedan menandaskan, “Perjuangan syah rakyat Palestina tidak akan mungkin bisa dihancurkan.” Hanya saja, yang beliau sesalkan, di Indonesia kala itu masih minim pemberitaan tentang perjuangan rakyat Palestina. Kalau pun ada, terasa menjemukan dan tak berujung pangkal.
Di tengah wawancara itu, A.R. Baswedan juga menerangkan bahwa tak mungkin berharap lebih dari Israel apalagi PBB yang ketika masalah ini dibicarakan selalu kandas oleh veto Amerika Serikat.
Di sisi lain, meski Presiden Soeharto senantiasa mengulangi tekadnya untuk membela Palestina, sayangnya, menurut Baswedan, hal itu belum hidup dalam masyarakat. Istilah beliau, “Tidak memasyarakat.”
Di antara kritik mantan Menpen ini, Menlu Indonesia saat itu terlalu sibuk dengan urusan ASEAN. Bahkan, wakil-wakil di DPR tidak pernah berbicara masalah Palestina.
Sebagai contoh, saat terjadi bentrokan antara para pejuang PLO dengan Israel, ada seorang anggota DPR yang jawabannya mencerminkan kurangnya informasi terkait masalah Palestina.
Jika saja, menurut kakek Anies Baswedan itu, ada perwakian PLO di Jakarta, maka akan anggota DPR akan mendapat info yang memadai. Ini bagi beliau sangat mengherankan. Apalagi sudah jamak diketahui bahwa bangsa Indonesia mendukung Palestina.
Mestinya, ada perwakilan PLO di Jakarta. Dalam penutupnya, A.R. Baswedan menandaskan, “Dengan itu, informasi tentang perjuangan rakyat Palestina tidak akan putus-putusnya, dan itu merupakan bahan autehentik bagi media massadalam memasyarakatkan sikap positif terhadap Palesina.”
Wawancara ini setidaknya memberi gambaran nyata tentang kepedulian A.R. Baswedan terhadap masalah Palestina. Tidak cukup hanya berhenti pada informasi luar negeri, tapi perlu tindakan konkret di dalam negeri dengan mengadakan perwakilan PLO, pemberitaan yang memadai, serta memayarakatkan perjuangan rakyat Palestina.
Dari wawancara ini, tersirat keinginan kuat Baswedan agar bangsa Indonesia tidak berlindung di balik slogan mendukung atau membela perjuangan rakyat Palestina tanpa ada kepedulian nyata.*/Mahmud B Setiawan
No comments:
Post a Comment