Kisah Abu Nawas Nyaris Dipenggal Khalifah Gara-gara Isi Syairnya
Abu Nawas merupakan pujangga dan penyair terkenal yang hidup pada zaman Bani Abbasiyah tepatnya saat Khalifah Harun Ar-Rasyid berkuasa. Karakternya yang cerdik kerap membuat banyak orang tertawa.
Gus Musa Muhammad menceritakan kisah Abu Nawas yang membuat jengkel dan marah Khalifah Harun Ar-Rasyid karena syairnya dianggap nyeleneh. Hampir saja leher Abu Nawas dipenggal oleh Sang Khalifah.
Dikisahkan, pada masa mudanya kepandaian Abu Nawas menulis syair dan puisi menarik perhatian Harun ar-Rasyid. Abu Nawas membuat syair seperti ini:
"Biarkan masjid diramaikan oleh orang-orang yang rajin ibadah. Kita di sini saja bersama para peminum khamer dan saling menuangkan. Tuhanmu tidak pernah berkata, celakalah para pemabuk. Tapi Dia pernah berkata, celakalah orang-orang yang sholat."
Gara-gara syairnya ini, Khalifah Harun Ar-Rasyid marah dan ingin memenggal leher Abu Nawas. Tetapi, orang-orang mengatakan kepada Khalifah Ar-Rasyid: "Wahai Khalifah, para penyair mengatakan apa-apa yang tidak mereka lakukan. Maafkanlah dia (si Abu Nawas)".
Siapakah Abu Nawas?
Abu Nawas lahir pada 145 H di Kota Ahvaz yang sekarang berada di Iran. Artinya beliau lebih tua 5 tahun dari Imam Syafi'i yang lahir 150 H. Sebelum Imam Syafi'i hijrah ke Mesir, beliau sempat bertemu ketika di Baghdad.
Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Warga Baghdad memberi julukan Abu Nawas karena ia memiliki rambut yang ikal dan panjang. Ayahnya bernama Hani al-Hakam, seorang pensiunan tentara Marwan II, khalifah terakhir Bani Umayyah yang berkuasa dari Damaskus.
Sejak kecil Abu Nawas sudah yatim. Ia dibawa ibunya ke Bashrah (Irak) untuk menuntut ilmu. Beberapa ulama yang menjadi gurunya di antaranya Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah, pada keduanya ia belajar Sastra Arab.
Abu Nawas belajar Al-Qur'an pada Ya'qub Al Hadrami. Belajar Hadist pada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said Al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad As-Samman. Melihat sosok guru-gurunya merupakan murid dari para Tabi'in Tabi'ut. Maka tak heran sekalipun disampaikan dengan gaya humor sufi, namun perkataan dan syairnya penuh hikmah.
Disholatkan Imam Syafi'i
Menurut satu riwayat, ketika Abu Nawas meninggal dunia, Imam Syafi'i tidak mau mensholati jenazahnya. Namun, ketika jasad Abu Nawas hendak dimandikan, di kantong baju Abu Nawas ditemukan secarik kertas bertuliskan syair "Al-I'tiraf" (pengakuan) merupakan karya yang ia ciptakan menjelang akhir hayatnya.
إِلٰهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلَا
Ilaahii lastu lil firdausi ahlaa.
(Wahai Tuhanku! Aku bukanlah ahli surga)
وَلَا أَقْوَى عَلَى النَّارِ الجَحِيْم
Wa laa aqwaa 'alaa naaril jahiimi.
(Tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahanam)
فهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِي
Fahablii taubatan waghfir zunuubii.
(Maka berilah aku taubat dan ampunilah dosaku)
فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ العَظِيْم
Fa innaka ghaafirudz dzambil 'azhiimi
(Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar)
ذُنُوْبِي مِثْلُ أَعْدَادٍ الرِّمَالِ
Dzunuubii mitslu a’daadir rimaali.
(Dosaku bagaikan bilangan pasir)
فَهَبْ لِي تَوْبَةً يَا ذَا الجَلَالِ
Fahablii taubatan yaa Dzaal Jalaali.
(Maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan)
وَعُمْرِي نَاقِصٌ فِي كُلِّ يَوْمٍ
Wa 'umrii naaqishun fii kulli yaumi.
(Umurku ini setiap hari berkurang)
وَذَنْبِي زَائِدٌ كَيفَ احْتِمَالِي
Wa dzambii zaa-idun kaifah timaali.
(Sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya)
إِلٰهِي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَ
Ilaahii 'abdukal 'aashii ataaka.
(Wahai, Tuhanku ! Hamba-Mu yang berbuat dosa telah datang kepada-Mu)
مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعَاك
Muqirran bidz dzunuubi wa qad da'aaka.
(Dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada-Mu)
فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ
Fa in taghfir fa Anta lidzaaka ahlun.
(Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah yang berhak mengampuni)
فَإنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاك
Wa in tathrud faman narjuu siwaaka.
(Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?)
Setelah membaca syair itu, Imam Syafi'i menangis sejadi-jadinya kemudian mensholati jenazah Abu Nawas bersama orang-orang yang hadir. (Sya'irul Bilad)
(rhs) Rusman Hidayat Siregar
No comments:
Post a Comment