Kisah Allah Taala Mengangkat Nabi Ibrahim sebagai Khalilullah pada 10 Muharam
Pada bulan Muharam , tepatnya 10 Muharam, diyakini sebagai hari pembakaran Nabi Ibrahim as oleh Raja Namrudz . Ada juga yang mengatakan pada hari itu Allah mengangkat Nabi Ibrahim sebagai Khalilullah atau kekasih Allah Taala.
Pemberian gelar Khalilullah pada Nabi Ibrahim ini terabadikan dalam surat An-Nisa : 125:
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبْرَٰهِيمَ خَلِيلًا
Wa man aḥsanu dīnam mim man aslama waj-hahụ lillāhi wa huwa muḥsinuw wattaba'a millata ibrāhīma ḥanīfā, wattakhażallāhu ibrāhīma khalīlā
Artinya: "Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya."
Terkait pembakaran Nabi Ibrahim, sejarawan Mesir, Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Abdul Halim berjudul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” menceritakan pada saat memutuskan akan menghukum bakar Nabi Ibrahim, Namrudz dan para pembantunya memperlihatkan kesombongannya.
Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak” ( QS 21 : 68).
Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di atau As-Si'di (1889 –1957) mengatakan bahwa, setelah Namrudz dan para pembantunya sepakat untuk membakar Ibrahim, dia memerintahkan untuk mengumpulkan kayu-kayu bakar dari gunung dengan diangkut oleh bagal.
Oleh karena itu, bagal diputuskan keturunannya oleh Allah. Mereka terus-menerus mengumpulkan kayu bakar hingga tiga bulan lamanya. Setelah kayu bakar itu terkumpul dan ditumpuk, mereka menyulutkan api ke tumpukan kayu bakar itu. Asapnya mengepul ke atas yang hampir saja membinasakan penduduk kota itu karena saking panasnya api dan kepulan asap.
Dalam situasi tersebut, sebagian orang ada yang bersembunyi ke liang-liang karena panasnya api. Api tersebut dinyalakan di sebuah kampung yang bernama Ghauthah. Panasnya api itu sampai ke Damaskus, Syam.
Mereka bingung bagaimana cara melemparkan Ibrahim ke api tersebut karena saking panasnya. Tidak ada seorangpun yang maju untuk melemparkan Ibrahim ke sana. Sehingga Iblis datang dalam bentuk seorang laki-laki. Dia berkata kepada mereka, “Aku akan membuat manjanik (semacam alat pelempar) untuk dipakai kalian melempar Ibrahim.”
Iblis sebelumnya telah melihat manjanik-manjanik neraka yang dipersiapkan untuk melemparkan orang-orang kafir ke dalam lembah-lembah di neraka. Setelah Iblis selesai membuat manjanik, Namrudz merasa senang. Lalu mereka meletakkan Ibrahim di dalam sebuah tabut (peti) dan peti itu diletakkan di dalam manjanik. Mereka bermaksud melemparkannya ke dalam kobaran api.
Pada saat itu, malaikat yang ada di langit dan di bumi gaduh. Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami dan Junjungan kami, hamba-Mu, Ibrahim, tidak menyembah kepada selain-Mu, mengapa dia dilemparkan ke dalam api?”
Allah mewahyukan kepada mereka, “Wahai para malaikat-Ku, apabila dia (Ibrahim) meminta pertolongan dari kalian, maka tolonglah dia!” Maka Malaikat Mikail datang kepada Ibrahim dan berkata, “Hai Ibrahim, apabila engkau menginginkan agar aku menurunkan hujan kepadamu dan memadamkan api ini tentu pada saat ini juga aku melakukannya.” Ibrahim menjawab, “Aku tidak membutuhkanmu.”
Kemudian Malaikat Jibril datang dan berkata, “Wahai Ibrahim, apakah engkau perlu bantuan?” Ibrahim menjawab, “Adapun kepadamu, maka aku tidak membutuhkannya. Cukuplah bagiku Dia mengetahui keadaanku.”
Tiba-tiba sebuah panggilan dari atas menyeru, “Wahai Jibril, kepakkanlah sayapmu kepada api!” Atas seruan itu, Jibril mengepakkan sayapnya sehingga api itu padam dan api itu telah dijadikan dingin dan tidak mencelakakan. Dalilnya adalah firman Allah: Kami berfirman, “Hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” ( QS 21 : 69).
Dari sisi Nabi Ibrahim, Allah mengalirkan air yang dingin, dari sisi api ada pohon delima, dan Nabi Ibrahim diberi ranjang (tempat tidur) dari surga yang di atasnya ada hamparan dari sutra, mahkota dan perhiasan, yang keduanya dipakai oleh Nabi Ibrahim. Dia duduk di atas ranjang dalam keadaan yang paling nyaman semenjak dia dilemparkan ke dalam api.
Pada saat itu, Namrudz yang dijauhkan dari rahmat Allah pergi ke suatu tempat yang tinggi. Dia ingin melihat bagaimana jadinya Ibrahim. Tiba-tiba ada percikan api mengenai baju Namrudz dan membakar ke semua bajunya kecuali badannya. Dia tidak terbakar oleh api agar tahu bahwa api tidak akan membahayakan siapa pun kecuali dengan seizin Allah, tetapi semua itu tidak dijadikan bahan pelajaran oleh Namrudz.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment