12 Fakta Imam Malik, Ulama High Class Pendiri Mazhab Maliki

 12 Fakta Imam Malik, Ulama High Class Pendiri Mazhab Maliki

Imam Malik bin Anas dikenal sebagai sebagai sosok ulama yang sangat menjaga penampilan dan punya gaya hidup berkelas. Foto ilustrasi/Channel Penerus Para Nabi
Imam Malik bin Anas rahimahullah (93-179 Hijriyah) adalah ulama besar high class yang berbeda dari kebanyakan ulama. Beliau dikenal sebagai sosok yang menjaga penampilan dan punya gaya hidup berkelas.

Karakter dan penampilannya menandakan beliau berasal dari keluarga Arab terhormat dan berstatus sosial tinggi. Leluhurnya berasal dari Yaman dan hijrah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah salah satu anggota keluarga pertama yang memeluk Islam pada Tahun 2 Hijriyah.

Imam Malik bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahi. Lahir di Madinah pada Tahun 712 M (93 H) dan wafat 796 M (179 H). Keilmuannya sangat mashhur dalam dunia Islam dan memiliki banyak pengikut hingga saat ini.

Mazhab Maliki yang didirikannya banyak diikuti umat muslim di Afrika Utara seperti Maroko, Libya, Tunisia, Aljazair, Sudan sebagian Mesir. Kemudian di Afrika Barat seperti Mali, Nigeria, Chad dan lainnya. Bahkan hingga ke Eropa dan Andalusia (Spanyol) dan Sisilia di Italia. Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Makkah, Madinah, Irak.

Berikut 12 fakta Imam Malik, sosok ulama High Class dan kelas papan atas dikutip dari kajian Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq:

1. Sangat Menjaga Penampilan
Jika ulama kebanyakannya berpenampilan sederhana, tidak demikian dengan Imam Malik. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat menjaga penampilan. Di antara nasihat beliau yang terkenal berkaitan dengan hal ini adalah:

ما أحب لامرئ أنعم الله عليه ألا يرى أثر نعمته

Artinya: "Saya paling tidak suka dengan seseorang yang telah diberi nikmat oleh Allah, tapi nikmat itu seakan tidak nampak pada dirinya."

Dan ungkapan beliau ini sesuai dengan sabda Nabi ﷺ :

إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

Artinya: "Sungguh Allah menyukai melihat bekas nikmat-Nya pada diri hamba-Nya." (HR at-Tirmudzi)

Sehingga Imam Malik selalu menjaga penampilan mulai dari pakaian, kendaraan, perabot, hingga karpet tempat menjamu tamu. Untuk pakaiannya, sang imam dikenal tidak sembarangan. Baju yang ia kenakan adalah pakaian-pakaian pilihan yang dimpor dari negeri Khurasan, Mesir, dan lainnya yang dikenal mewah dan harganya wah. Konon untuk urusan karpet yang digelar di rumahnya adalah jenis karpet mahal. Karpet ini akan digulung dan diganti karpet baru setelah menerima beberapa tamu.

2. Menampakkan Kemuliaan Sebagai Pengemban Ilmu
Sikap sang imam ini tentu bukan tanpa maksud, bukan mengajari umat agar gemar kemewahan apalagi bersikap mubazir. Bukan itu. Namun Imam Malik menampakkan 'izzahnya yang tinggi serta status mulia sebagai pengemban ilmu, sehingga tidak dipandang sebelah mata oleh pemilik harta dan penguasa. Karena penyakit dulu hingga hari ini, orang-orang berharta atau yang punya kuasa merasa bisa mengatur ulama dengan sesuatu yang mereka miliki dari dunia. Apalagi kalau ulama itu kelihatan rajin tebar proposal.

3. Disegani Khalifah dan Penguasa
Memang demikianlah Imam Malik. Tidak sekadar berharta, pejabat setingkat gubernur Makkah bahkan Khalifah sekalipun sangat segan kepada beliau. Diriwayatkan, ketika Imam Syafi'i meminta surat rekomendasi kepada amir Makkah untuk bisa belajar kepada Imam Malik, awalnya ia menolak dengan mengatakan: "Sungguh engkau meminta aku menyuapi mulut singa, itu lebih aku sukai dari pada memenuhi permintaanmu."

Khalifah Harun ar-Rasyid pernah duduk bersandar di sebuah tiang masjid saat menyimak pengajian Imam Malik. Maka ia pun mendapat teguran darinya yang membuat pemimpin terbesar sepanjang sejarah Dinasti Abbasiyah itu akhirnya membenahi cara duduknya.

4. Pernah Memuji Imam Syafi'i
Imam Malik pernah memuji muridnya, asy-Syafi'i dengan mengatakan:

من أراد العلم النفيس، فعليه بمحمد بن ادريس

Artinya: "Barangsiapa yang ingin mendapatkan ilmu yang berharga, hendaklah dia belajar dengan Muhammad bin Idris yaitu Imam syafi'i. Ketika hal ini disampaikan kepada Syafi'i, beliau berkata: "Bagaimana tidak, sedangkan aku adalah muridnya."

Bahasa kita, muridnya aja begini lalu bagaimana dengan gurunya. Imam Syafi'i juga pernah berkata:

مالك حجة اللَّه على خلقه بعد التابعين، ومالك أستاذي، وعنه أخذت العلم، ومالك معلمي، وما أحد أمنّ عليّ من مالك، وجعلته حجة فيما بيني وبين اللَّه

"Malik adalah hujjahnya Allah atas makhluk-Nya setelah Tabi'in. Dia guruku yang darinya aku mengambil ilmu. Dia juga pengajarku yang tidak ada aku merasa aman melebihi perasaanku kepada Malik. Aku akan menjadikan dia hujjah antara diriku dengan Allah kelak."

5. Tidak Pernah Menyia-nyiakan Waktu
Ketika masih menimba ilmu, Imam Malik dikenal sangat rajin dan tidak pernah menyia-nyiakan sedikitpun waktu. Diriwayatkan ia selalu membersamai gurunya dan terbiasa menemani ulama berjalan dari rumah mereka menuju masjid. Waktu seperti itu ia manfaatkan untuk bertanya kepada sang ulama.

Pada suatu hari, Malik kecil berada di pintu Ibnu Harmaz, yakni salah satu gurunya untuk menunggunya ke luar menuju masjid. Ibnu Harmaz berkata kepada pembantunya: "Siapa itu yang di pintu?" Pembantunya berkata: "Tidak ada siapapun kecuali seperti biasa, si anak rambut pirang (Imam Malik)."

Ibnu Harmaz berkata: "Suruh masuk dia, karena anak itu akan menjadi alimnya manusia."

6. Dekat dengan Penguasa
Beliau termasuk figur ulama yang dekat dengan penguasa kala itu. Karenanya sang imam sering kali diberi hadiah oleh khalifah dan beliau pun menerimanya. Namun meski demikian, hal seperti itu tidaklah menyebabkan beliau menjadi seorang penjilat bagi penguasa. Apalagi tukang stempel kepentingan pejabat untuk melanggengkan kekuasaan.

Karenanya ketika ada yang meminta fatwa tentang kebolehan membunuh para pemberontak. Maka Imam Malik menjawab, "Boleh memerangi pemberontak jika khalifahnya seperti Umar bin Abdul Aziz, sang pemimpin yang adil. Kalau tidak, biarkan saja urusan mereka, karena Allah akan membalas orang dzalim dengan orang dzalim lainnya dan menghancurkan keduanya."

7. Pernah Dipenjara karena Bertentangan dengan Penguasa Madinah
Imam Malik pernah terlibat konfrontasi dengan penguasa Madinah yang memaksa beliau untuk mencabut fatwa yang tidak disukai pemerintah. Beliau menolak dan tak sejengkal pun mundur menghadapi tekanan kekuasaan. Akibatnya beliau dijebloskan ke penjara dan divonis hukuman cambuk sekian puluh kali.

8. Penulis Kitab Hadis Populer "Al-Muwatha"
Beliau adalah penulis kitab hadits yang sangat populer dan terbaik kala itu yakni Al-Muwatha'. Yang mana sepanjang zaman menjadi rujukan kaum muslimin bukan hanya dari kalangan Mazhab Maliki, namun juga dari luar mazhab yang ia dirikan. Kitab Hadits beliau dinamakan Al-Muwatha' yang artinya yang ditandatangani.

Karena setelah kitab itu selesai disusun beliau meminta persetujuan dan koreksi dari sekian banyak ulama di zamannya. Hal unik lainnya, Imam Malik sempat dicibir ketika menulis Kitab Hadis karena telah banyak "Al-Muwatha" lainnya yang bahkan dikatakan lebih lengkap. Namun beliau menjawab cibiran itu dengan ungkapannya yang terkenal:

مَا كَانَ لِلَّهِ بَقِيَ

Artinya: "Yang tetap eksis adalah apa yang dilakukan karena Allah."

9. Memiliki Kedalaman Ilmu Hadis
Imam Malik bukan hanya dikenal sebagai salah satu bintangnya ulama fiqih, namun juga sangat dikenal dalam ilmu hadits. Bahkan dalam dunia Hadits ada istilah yang dikenal sebagai Silsilatudz Dzahabiyah (rantai emas). Yakni jalur periwayatan tertinggi yang tak diragukan lagi kesahihannya. Dalam mata rantainya salah satunya ada nama Imam Malik, yakni Dari Ibnu Umar, dari Nafi dari Imam Malik.

10. Digelari Imamnya Negeri Hijrah
Gelar Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (imamnya negeri Hijrah). Gelar ini diberikan kepada beliau karena memang tidak ada ulama yang ilmunya menandingi beliau di Kota Madinah. Sepanjang hayatnya, Imam Malik tidak pernah keluar Kota Madinah kecuali ketika sedang berhaji.

11. Selalu Mandi dan Sholat Sebelum Mengajarkan Hadis
Diriwayatkan bahwa Imam Malik setiap kali ada yang meminta dibacakan hadits atau mengajarkannya, beliau akan mandi, berwudhu dan shalat dua rakaat terlebih dahulu. Sang imam juga tidak pernah berkendara sepanjang usianya di Kota Madinah.

12. Berjalan Kaki di Madinah
Imam Malik apabila keluar rumah tidak mau menaiki kendaraan di Madinah seperti unta atau kuda. Kemana pun beliau selalu jalan kaki. Saat ditanyakan sebabnya, beliau menjawab:

لا أركب في مدينة فيها جثة رسول الله صلى الله عليه وسلم مدفونة

Artinya: "Aku tidak berkendara di Madinah karena ada jasad Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dimakamkan di dalamnya."

Hikmah
Dari Imam Malik kita belajar bahwa hidup nyaman itu boleh-boleh saja. Asalkan si empunya badan bisa mempertanggung jawabkannya. Jangan sampai kita hari ini seperti membuat aturan tak tertulis yang mengharuskan ulama yang mengajarkan ilmu itu harus hidup miskin dan keadaannya mengenaskan.

Akhirnya, anak-anak kita pun enggan bercita-cita menjadi ulama, karena yang mereka lihat ulama itu dilarang hidup enak, apa lagi belum-belum sebagian orang tua menakut-nakuti. "Kamu belajar agama mau jadi apa. Kamu cuma nyantri nanti kerja apa?"

Demikian sosok Imam Malik yang unik. Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan mengumpulkan beliau dengan kaum shalihin.

Referensi:
- Fiqh ibadah 'ala Madzhab Maliki hal 11
- Tadrib ar-Rawi karya Imam Suyuthi (1/93)
- Siyar A'lam an Nubala (8/48-120)

(rhs)
Rusman Hidayat Siregar

No comments: