Kisah Kelahiran Nabi Ibrahim, Namrud dan Misteri Babilon
Nabi Ibrahim dilahirkan di lingkungan gelap penyembahan berhala dan penyembahan manusia. Manusia menundukkan kerendahan hati kepada berhala yang dibuat dengan tangannya sendiri, atau kepada bintang-bintang.
"Dalam situasi ini, hal yang mengangkat kedudukan Ibrahim dan menyukseskan usahanya adalah kesabaran dan ketabahannya," ujar Ja'far Subhani dalam bukunya berjudul "Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW".
Tempat kelahiran pembawa panji tauhid ini adalah Babilon . Para sejarawan telah menyatakan negeri itu sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Mereka telah mencatat banyak riwayat tentang keagungan dan kehebatan peradaban wilayah itu.
Sejarawan Yunani kenamaan, Herodotus (483-425 SM), menulis, "Babilon dibangun di sebuah lapangan persegi-panjang setiap sisinya 480 km (120 league), sehingga kelilingnya 1.920 km.
Pernyataan ini, betapapun dibesar-besarkan, mengungkapkan realitas yang tak terbantah apabila dibaca bersama tulisan-tulisan lainnya.
Namun, dari pemandangannya yang menarik dan istana-istananya yang tinggi, tak ada lagi yang dapat dilihat sekarang selain tumpukan lempung, di antara sungai Tigris dan Efrat, yang diliputi kebungkaman maut.
Kebungkaman itu kadang-kadang dipecahkan oleh para orientalis yang melakukan penggalian untuk mendapatkan informasi tentang peradaban Babilonia.
Nabi Ibrahim dilahirkan di masa pemerintahan Namrud putra Kan'an. Walaupun Namrud menyembah berhala, ia juga mengaku sebagai tuhan (dewa). Dengan memanfaatkan kejahilan rakyat yang mudah percaya, ia memaksakan kepercayaannya kepada mereka.
Mungkin nampak agak ganjil bahwa seorang penyembah berhala mengaku pula sebagai dewa. Namun, Al-Qur'an memberikan kepada kita suatu contoh lain tentang kepercayaan ini.
Ketika Musa mengguncang kekuasaan Fir'aun dengan logikanya yang kuat dan menguak kebohongannya dalam suatu pertemuan umum, para pendukung Fir'aun berkata kepadanya, "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?" (QS, Surah al-A'raf, 7:127).
Telah termasyhur bahwa Fir'aun mengaku sebagai tuhan dan biasa menyerukan, "Aku adalah tuhanmu yang tertinggi." Namun ayat ini menunjukkan bahwa ia juga seorang penyembah berhala.
Dukungan terbesar yang diperoleh Namrud datang dari para astrolog dan penenung yang dipandang sebagai orang-orang pintar di zaman itu. Ketundukan mereka ini membuka jalan bagi Namrud untuk memanfaatkan kaum tertindas dan kalangan bodoh.
Selain itu, sebagian famili Ibrahim, misalnya Azar yang membuat berhala dan juga memahami astrologi, termasuk pengikut Namrud. Ini saja sudah merupakan halangan besar bagi Ibrahim, karena di samping harus berjuang melawan kepercayaan umum itu, ia juga harus menghadapi perlawanan kaum kerabatnya sendiri.
Namrud telah menerjunkan diri ke dalam laut kepercayaan takhayul. Ia telah membentangkan permadani untuk pesta dan minum-minum ketika para astrolog membunyikan lonceng bahaya pertama seraya mengatakan, "Pemerintahan Anda akan runtuh melalui seorang putra negeri ini."
Ketakutan laten Namrud bangkit. Ia bertanya, "Apakah ia telah lahir atau belum?"
Para astrolog itu menjawab bahwa ia belum lahir. Ia kemudian memerintahkan supaya diadakan pemisahan antara perempuan dan laki-laki-di malam yang, menurut ramalan para astrolog, kehamilan musuh mautnya itu akan terjadi.
Walaupun demikian, para algojonya membunuh anak-anak laki-laki. Para bidan diperintahkan untuk melaporkan rincian tentang anak-anak yang baru lahir ke suatu kantor khusus.
Pada malam itu juga terjadi kehamilan Ibrahim. Ibunya hamil dan, seperti ibu Musa putra Imran, ia merahasiakan kehamilan itu. Setelah melahirkan, ia menyelamatkan diri ke suatu gua yang terletak di dekat kota itu, untuk melindungi nyawa anaknya tersayang.
Ia meninggalkan anaknya di suatu sudut gua, dan mengunjunginya di waktu siang atau malam, tergantung situasi. Dengan berlalunya waktu, Namrud merasa aman. Ia percaya bahwa musuh tahta dan pemerintahannya telah dibunuh.
Ibrahim menjalani tiga belas tahun kehidupannya dalam sebuah gua dengan lorong masuk yang sempit, sebelum ibunya membawanya keluar. Ketika muncul di tengah masyarakat, para pendukung Namrud merasa bahwa ia orang asing. Terhadap hal itu, ibunya berkata, "Ini anak saya. Ia lahir sebelum ramalan para astrolog."
Ketika keluar dari gua, Ibrahim memperkuat keyakinan batinnya dalam tauhid dengan mengamati bumi dan langit, bintang-bintang yang bersinar, dan pohon-pohonan yang hijau. Ia menyaksikan masyarakat yang aneh. Dilihatnya sekelompok orang yang memperlakukan sinar bintang dengan sangat tolol. Ia juga melihat beberapa orang dengan tingkat kecerdasan yang bahkan lebih rendah.
Mereka membuat berhala dengan tangan sendiri, kemudian menyembahnya. Yang terburuk dari semuanya ialah bahwa seorang manusia, dengan mengambil keuntungan secara tak semestinya dari kejahilan dan kebodohan rakyat, mengaku sebagai tuhan mereka dan menyatakan diri sebagai pemberi hidup kepada semua makhluk dan penakdir semua peristiwa.
Nabi Ibrahim merasa harus mempersiapkan diri untuk memerangi tiga kelompok yang berbeda ini.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment