Konsep Ketuhanan Yahudi: Yahweh sebagai Tuhan Yang Esa
Tuhan dalam konsep Yahudi dipanggil dengan sebutan Yahweh "Tuhan para bapak kita", yang membedakan tuhan-tuhan lain dari El, yaitu Tuhan Maha Tinggi dari Kanaan yang disembah oleh para bapak-bapak nenek moyang mereka (patriarchs) yaitu Abraham , Isaac, Jacob , dan dua belas anak Jacob.
Karen Armstrong dalam bukunya berjudul "A History of God: The 4,000 – Year Quest of Judaism, Christianity and Islam" (Ballantine Books, 1993) menyebut nama Yahweh disusun dari empat huruf (tetragrammaton) nama Tuhan yang dibentuk dari huruf Ibrani: YHVH: yod, hey, vav, dan hey.
Dia (Yahweh), kata Karen Armstrong, mungkin saja tuhan umat yang lainnya sebelum ia menjadi Tuhan Israel . Pada masa Musa , Yahweh menuntut secara berulang dan beberapa lama bahwa ia adalah Tuhan dari Abraham, yang disebut El Shaddai.
Dari sisi historis, pembentukan gagasan Tuhan bangsa Yahudi dilakukan setelah masa pembebasan bangsa Yahudi dari perbudakan bangsa Mesir oleh Musa ke tanah Kanaan, "tanah yang dijanjikan" Yahweh.
Di Kanaan ini, mereka membentuk apa yang kita sebut sebagai sebuah konfederasi umat yang tertindas (confederation of the operessed) disekitar tuhan 'El' (bentuk jamaknya Elohim), pemimpin tuhan (pantheon) Semitik.
Federasi Kanaan ini dikenal dengan sebagai Isra-El, yang berarti “El bentukan”. Ia menjadi suatu liga yang mengeksploitasi gerakan massa melawan sembahan-Baal para pengeksploitir.
'Israel' buatan Kanaan ini tidak menjadi kelompok atau suku yang homogen secara etnik, yang tidak membiarkan keanekaragaman etnisitasnya untuk menjadi sumber pembagian etnik karena fokusnya bukan etnisitas, tetapi perjanjian bersama kelas tertindas (common plight of the oppressed class) yang melampaui identitas-identitas kelompok.
Ini telah menjadi pertama dari dua elemen yang menyumbangkan kepada pembentukan shalom (perdamaian) dalam suatu tanah yang berlangsung konflik.
Faktor lain dari teologi eksplosif (wacana Tuhan) di mana umat Musa mengumpulkan frustasi-frustasi dari ketertindasan ke dalam suatu “faith-inspired struggle from freedom”.
Teologi pembebasan ini memproklamasikan Yahweh sebagai Tuhan Yang Esa, di mana Ia saja yang dipercaya untuk dilibatkan dalam perjuangan pembebasan kaum tertindas. Ini diyakini di mana Yahweh sajalah yang membebaskan budak-budak dari perbudakan (Keluaran, 20:2).
Yahweh yang demikian, menurut Aloysius Pieris sebagaimana dikutip Samsuri dalam karya tulisnya berjudul "Yahudi dalam Zionisme dan Israel", menjadi lebih dari sebuah religious totem, karena ia membuat tuntunan moral yang mewajibkan orang beriman untuk mengorganisasikan kehidupan sosio-ekonomi mereka bersama-sama dengan kebenaran dan keadilan Yahweh.
Yahweh menjadi simbol kesatuan ketuhanan dari model "tribal sosialism" berbagai kelompok yang menduduki tanah Kanaan dan melembagakan sebuah tatanan sosial yang cocok dengan ketaatan monoteistik mereka terhadap Yahweh, "Tuhan Penyayang, Kesetiaan, Kebenaran dan Keadilan" (hesed, emet, misphat, sedeqa).
Dalam syahadat (persaksian) dari ketaatan terhadap Yahweh diucapkan dalam do‘a Shema, yaitu "Shema Yisrael Adonai Elouhenu Adonai Ekhod" (Dengarlah, Israel! Tuhan Allah kita adalah Tuhan yang Esa).
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment