Sultan Abdul Hamid II Tumbang, Zionis Dirikan Negara Israel di Palestina
Setelah Sultan Abdul Hamid II tumbang, bumi Utsmani dikapling-kapling. Orang-orang Zionis - Inggris mendirikan negara Yahudi di Palestina . Ash-Shalabi mengatakan masa saat dipecatnya Sultan Abdul Hamid II dan mulai berkuasanya oposisi adalah masa di mana bersatu keinginan dua kutub: keinginan para penguasa baru dan keinginan para penjajah untuk meruntuhkan pemerintahan Utsmani.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" menceritakan setelah Sultan Abdul Hamid II diturunkan, yang memangku khilafah dan kesultanan Ottoman adalah saudaranya yang bernama Muhammad Rasyad.
Hanya saja pada hakikatnya, sultan baru itu tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Kekuasaan sebenarnya berada di tangan orang-orang Persatuan dan Pembangunan yang dikendalikan kaki tangan Zionis. Pemerintahan Utsmani diubah menjadi pemerintahan nasionalis yang fanatik dan menanggalkan pemerintahan Islami.
Tatkala terjadi Perang Dunia I (1914-1918 M), Turki bergabung dengan Jerman dan Austria , sementara itu Inggris berkat surat menyurat dengan Al-Husein Makmahun telah berhasil menyeret orang-orang Arab untuk menjadi sekutu Inggris-Prancis dan Rusia. Maka menyebarlah pemikiran nasionalisme Arab dan terjadilah benturan yang sangat hebat antara orang-orang Arab dan Turki.
Turki jatuh setelah kekalahan mereka di dalam perang dan pihak sekutu sebagai pemenang perang bersama Yunani mencaplok sebagian wilayah kekuasaannya. Selanjutnya, Astana berada di bawah kekuasaan Inggris, sedangkan khalifah seakan-akan menjadi tawanan di dalamnya.
Ash-Shalabi mengatakan sesungguhnya pemecatan Sultan Abdul Hamid II dan hadirnya organisasi Pembangunan dan Persatuan di dalam pemerintahan merupakan langkah asasi dalam rangka merealisasikan rencana yang telah dirancang pada saat perang berkecamuk dan setelah perang dalam fase yang bisa diringkas sebagai berikut:
Kesepakatan sekutu untuk membagi dunia Islam yang tunduk di bawah pemerintahan Utsmani di kalangan mereka. Ini bisa terlihat dari adanya kesepakatan Saikas Biku pada tahun 1334 H/1916 M yang dilakukan dengan cara rahasia, di mana saat itu orang-orang Arab dijanjikan kemerdekaan.
Di antara isi pokok dan penting perjanjian itu ialah: (a). Wilayah selatan Irak menjadi bagian Inggris, sedangkan bagian utara Suriah yang terdiri dari Libanon menjadi bagian Perancis; (b). Dua negara Arab yang terdiri dari Irak bagian Utara dan bagian Tengah dan Selatan Syam yang pertama -yang terdiri dari Irak Utara dan Yordan-berada di bawah dominasi Inggris sedangkan yang kedua yang terdiri dari bagian Tengah Syam dan kepulauan Faratiyah menjadi bagian Perancis; (c). Palestina menjadi masalah internasional; (d). Astana dan Selat Bosphorus serta Dardanil menjadi bagian Rusia.
Deklarasi Balfour yang dikeluarkan pemerintah Inggris-Zionis pada tanggal 2/11/1917 yang bertepatan dengan bulan Muharram 1326 H. Deklarasi itu menetapkan Palestina sebagai tanah air dan negara orang-orang Yahudi.
Penyerahan Turki pada gerakan westernisasi untuk menghancurkan nilai-nilai Islam dan menggesernya dari sebuah negeri yang memiliki karakter Islam ke sebuah negeri yang diwarnai dengan nilai-nilai Barat.
Menurut Ash-Shalabi, mungkin dengan singkat bisa kita sebutkan, bahwa masa saat dipecatnya Sultan Abdul Hamid II dan mulai berkuasanya orang-orang Persatuan dan Pembangunan adalah masa di mana bersatu keinginan dua kutub, yakni keinginan para penguasa dan keinginan para penjajah untuk meruntuhkan pemerintahan Utsmani serta promosi munculnya nasionalisme Thuraniyah.
Pada saat itu juga, terjadi benturan yang demikian keras antara orang-orang Turki dan Arab yang merupakan pembuka hancurnya pemerintahan Utsmani, serta pencaplokan Barat atas negeri-negeri Arab dan pada saat yang sama, munculnya Deklarasi Balfour yang kemudian memberikan hak bagi bangsa Yahudi untuk mendirikan negara di Palestina.
Orang-orang Persatuan dan Pembangunan mengarahkan pemerintahan Utsmani pada sebuah negara nasional yang tidak berlandaskan agama. Tatkala lnggris menduduki Istanbul (Astana) dan Sultan menjadi laksana seorang tawanan di tangan mereka, maka Perwakilan Tinggi lnggris dan Jenderal Huzention (panglima pasukan sekutu di Istanbul) menjadi pemegang kekuasaan sebenarnya.
Skenario global yang berusaha mengakhiri pemerintahan Utsmani hingga ke akar-akamya menuntut untuk melahirkan sebuah pahlawan boneka yang bisa dijadikan sebagai partner oleh pasukan sekutu yang jahat dan menggantungkan harapan umat Islam yang kini dilanda putus asa padanya yang kemudian di balik kebesaran dan kegagahannya akan melibas sesuatu yang masih tersisa di tubuh umat.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment