Konspirasi Yahudi: Kisah Pemilik Modal Internasional Mengatur Siasat Setan
Adolf Hitler (1889 – 1945) adalah Ketua Partai Nazi atau Partai Pekerja Jerman Sosialis Nasional. Tokoh kelahiran Austria ini menjabat sebagai Kanselir Jerman sejak 1933 sampai 1945 dan diktator Jerman Nazi mulai tahun 1934 sampai 1945. Hitler menjadi tokoh utama Jerman Nazi, Perang Dunia II di Eropa, dan Holocaust.
"Kehadiran Adolf Hitler di atas pentas percaturan politik Jerman merupakan tokoh penuh dinamika, yang mampu merebut simpati segenap lapisan masyarakat Jerman," tulis William G. Carr dalam bukunya berjudul "Yahudi Menggenggam Dunia" (Pustaka Kautsar, 1993).
Ditambah dengan keberhasilan Mussolini dan Fasismenya di Italia yang terus berjaya menunjukkan kekuatannya, dan munculnya beberapa tokoh diktator di Eropa merupakan faktor yang mendorong Hitler dan Nazismenya bangkit dan menguasai Eropa.
Melihat perkembangan di Jerman, para pemilik modal internasional mengatur siasat setan. Meskipun sasaran Hitler ditujukan kepada orang Yahudi, namun para pemilik modal internasional justru mendorong seruan nasionalisme ekstrem Nazi dan pembangunan ekonomi, yang digalakkan oleh Hitler.
Dan lagi, setelah Hitler naik daun, para pemilik modal internasional bersedia menarik beban kredit yang memberatkan Jerman, dan merelakan utang pampasan perang yang ditolak oleh Hitler. Bahkan mereka memberikan pinjaman lunak kepada Hitler untuk proyek industri dan perdagangan Jerman.
Mereka kemudian mendesak Stalin dan dunia Barat untuk tutup mulut atas kebangkitan militer Jerman secara besar-besaran dari waktu ke waktu.
Dalam masalah ini, banyak pengamat sejarah dunia belum menemukan jawaban, mengapa Stalin dan dunia Barat tinggal diam di hadapan Fuhrern Adolf Hitler, yang pada awal perjalanannya masih sangat lemah, yang bisa dihancurkan cukup hanya dengan kekuatan militer Prancis atau Inggris sendiri.
Kegelapan politik saat itu, kenapa para analis, para sejarawan dan para penulis tidak mempersoalkan perjalanan sejarah, yang membuat Eropa tidak mengambil tindakan terhadap langkah agresif Hitler, mulai dari pembatalan perjanjian Versailles, penolakan untuk membayar pampasan perang, membangun kembali militer Jerman, pendudukan atas wilayah Ruhr untuk dijadikan kawasan industri persenjataan Jerman, pendudukan Swedia, penyerbuan terhadap Czekoslovakia, aneksasi Austria ke dalam wilayah Jerman, dan seterusnya?
Menurut William G. Carr keberanian Hitler telah menaikkan namanya dan Nazisme, baik di dalam maupun di luar Jerman. Hitler telah keluar sebagai kekuatan yang membuat bulu roma negara-negara besar berdiri.
Sementara itu, para pemilik modal Yahudi internasional terus membukakan peluang bagi Hitler, dan mengeluarkan dana besar-besaran secara terselubung, serta merancang pembunuhan terhadap sejumlah besar putra-putra Yahudi dengan meminjam tangan Hitler sebagai kambing tebusan (scape goat).
"Peristiwa ini kelak dijadikan propaganda untuk menuntut ganti rugi atas kematian mereka. Ini adalah bagian dari program jangka panjang, untuk membuka jalan bagi pecahnya Perang Dunia II," ujar William G. Carr.
Hitler mendapat kenangan gemilang pada saat Jerman sebenarnya masih dalam keadaan lemah, belum memiliki kekuatan militer yang memadai. Baru kemudian Hitler membangun angkatan bersenjatanya yang bisa diandalkan.
Ia terpaksa membuka hubungan dengan golongan aristokrat militer Jerman golongan Arya', yang dikenal oleh dunia dengan sebutan Junkers.
Mereka inilah golongan yang memegang kendali kekuatan militer Jerman sejak beberapa generasi yang lalu. Maka timbullah Perselisihan intern di kalangan Nazi sendiri. Satu golongan moderat yang ingin membangun Jerman dengan memperkuat sendi-sendinya. Kedua, golongan ekstrim yang punya hubungan dengan golongan aristokrat militer. Mereka adalah penganut paham Karl Reiter yang ingin mendirikan negara Jerman Tulen yang berdasarkan paham supremasi ras Arya, untuk menguasai seluruh Eropa dengan kekuatan tangan besi.
Banyak analis sejarah yang membahas masalah pertikaian intern dalam tubuh Nazi. Begitu pula media massa dan pergerakan politik sering membicarakannya, namun mereka tidak menyinggung sebab-sebab mendasar yang melatarbelakangi pertikaian ini.
Hitler sendiri sebenarnya tidak memihak kepada golongan ekstrem. Hanya saja, ia berusaha bersikap netral tanpa memihak. Sikap netral ini terjadi sampai tahun 1936, ketika peristiwa demi peristiwa yang terjadi akhirnya menempatkan Hitler menganut garis moderat.
Ini terlihat jelas dari usaha yang dilakukan untuk mencoba mengadakan persahabatan dengan Inggris, dan berusaha menjauhi benturan dengan pihak gereja dan para penganut Kristen secara umum.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment