Kondisi Perbatasan Utara Negeri-Negeri Arab
Sejak berabad-abad lamanya dalam sejarah orang sudah biasa melihat perbatasan utara negeri-negeri Arab itu terbentang dari hulu Teluk Aqabah ke hulu Teluk Persia di sebelah utara.
Perbatasan ini tidak memanjang dalam garis lurus, tetapi mengikuti bukit barisan yang memisahkan Sahara Nufud1 dengan pedalaman Syam . "Dumat al-Jandal ini terletak di perut Mada'in bagian hulu yang berbatasan dengan garis lurus itu, yakni sebelum kurun waktu Syam dan Irak tergabung ke dalam kedaulatan Arab," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Penduduk asli Syam ialah orang-orang Funisia, dan penduduk Irak yang mula-mula dari Asiria. Padang sahara yang terbentang luas di antara kedua daerah itu ialah pedalaman Syam. Sejak dahulu kala keduanya tak pernah saling bertemu atau saling melintasi.
Perbatasan ini tidak memanjang dalam garis lurus, tetapi mengikuti bukit barisan yang memisahkan Sahara Nufud1 dengan pedalaman Syam . "Dumat al-Jandal ini terletak di perut Mada'in bagian hulu yang berbatasan dengan garis lurus itu, yakni sebelum kurun waktu Syam dan Irak tergabung ke dalam kedaulatan Arab," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Abu Bakr As-Siddiq" (PT Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Penduduk asli Syam ialah orang-orang Funisia, dan penduduk Irak yang mula-mula dari Asiria. Padang sahara yang terbentang luas di antara kedua daerah itu ialah pedalaman Syam. Sejak dahulu kala keduanya tak pernah saling bertemu atau saling melintasi.
ng>
Penduduk daerah-daerah pemukiman tidak begitu tertarik melintasi gurun sahara ini. Untuk apa melintasi kawasan dengan risiko bahaya yang begitu besar di samping memang tak ada hal-hal yang akan menarik perhatian orang ke sana. Sampai sekarang banyak orang yang mengelak melintasi daerah pedalaman itu dengan mobil. Orang lebih suka menggunakan transportasi Syam-Irak itu lewat udara.
Tetapi padang sahara yang tidak disukai orang-orang Funisia penduduk Syam dan orang-orang Asiria penduduk Irak di zaman silam itu, rupanya menarik orang-orang Arab pedalaman.
Bagi mereka sahara yang lepas itu merupakan daya tarik tersendiri, sesuatu yang memberi ilham, suatu kebebasan dan keindahan. Sebaliknya kota, bagi mereka adalah belenggu, malah penjara, meskipun dipoles dengan segala yang indah.
Para sejarawan menyebutkan bahwa migrasi orang-orang Arab ke utara itu karena runtuhnya bendungan Ma'rib, sedang kabilah-kabilah Azd yang merantau ke Hijaz dan Syam karena hanyut terbawa banjir, atau karena pihak Romawi menggunakan laut sebagai jalur perdagangannya, bukan melalui daerah pedalaman sahara.
Mereka menyebutkan bahwa migrasi ini terjadi pada abad kedua Masehi. "Kalau sumber ini kita terima, tentu berarti kabilah-kabilah Arab itu tinggal di pedalaman Syam sudah sejak berabad-abad lamanya sebelum itu, yang jauh tertinggal dari kafilah-kafilah yang datang ke Irak atau Syam untuk menyerang atau berdagang," tutur Haekal.
Orang-orang Arab yang merantau ke Syam dan ke Irak sudah menetap di perbatasan daerah-daerah pemukiman kedua wilayah itu. Dan bukanlah politik negara yang memaksa mereka tinggal di perbatasan ini, melainkan kehidupan pedalaman itu sendiri yang menarik mereka, mereka tergiur melihat keindahannya. Tetapi daerah pemukiman juga memikat mereka.
Mereka ingin berada tidak terlalu jauh dari daerah itu supaya dapat memperoleh rezeki tanpa harus terlalu berat. Memang demikian itulah keadaan penduduk pedalaman sepanjang sejarah.
Kalau sekarang ini kita perhatikan tempat-tempat tinggal mereka di Mesir, di Syam, di Irak atau dimana saja yang perkebunannya berbatasan dengan padang pasir, akan kita lihat mereka berada di pinggiran sahara antara daerah pemukiman dengan daerah pedalaman, dan akan kita lihat perhatian penduduknya lebih banyak dicurahkan ke pedalaman dan memperhatikannya dari waktu ke waktu dengan kafilah-kafilah mereka.
Cara hidup baduinya yang seolah sudah mendarah daging pada mereka itu membuat mereka tak mau lagi hidup menetap atau tinggal seperti penduduk kota dengan sistem kemasyarakatannya itu.
Watak mereka mengharuskan hidup serba sulit, yang sebenarnya tak perlu mereka lakukan kalau tidak karena daerah pedalaman yang memang begitu bebas serta hubungannya dengan alam yang tak terbatas, sebagai ganti melepaskan mereka dari segala kesulitan dan menganggap enteng segala kesukaran itu.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment