Di Balik Kedengkian Sebelas Saudara Nabi Yusuf

Nabi Yaqub menyadari saudara-saudara Nabi Yusuf selalu dengki kepadanya. Jejak Nabi Yusuf AS (ilustrasi)
Foto: republika
Jejak Nabi Yusuf AS (ilustrasi)

Nabi Yaqub Alahissalam mengetahui bahwa saudara Nabi Yusuf Alahissalam berpotensi besar akan dengki dan berkhianat kepada Nabi Yusuf yang usianya masih anak-anak. Hal ini digambarkan dalam Surat Yusuf Ayat 5 dan tafsirnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْدًا ۗاِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Qāla yā bunayya lā taqṣuṣ ru'yāka ‘alā ikhwatika fa yakīdū laka kaidā(n), innasy-syaiṭāna lil-insāni ‘aduwwum mubīn(un).

Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku, janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu karena mereka akan membuat tipu daya yang terhadapmu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS Yusuf Ayat 5)

Prof KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan tafsir Surat Yusuf Ayat 5. Dijelaskan bahwa Nabi Yaqub Alahissalam sebagai seorang Nabi, memahami dan merasakan bahwa ada suatu anugerah besar yang akan diperoleh anaknya. Itulah pemahaman beliau tentang mimpi tersebut.

Nabi Yaqub juga menyadari bahwa sebelas saudara Nabi Yusuf yang tidak sekandung selama ini selalu cemburu kepadanya. Memang sang ayah mencintainya dan memberi perhatian lebih kepadanya, karena dia anak yang masih kecil, lagi amat tampan dan sangat membutuhkan kasih sayang, karena ibunya meninggal ketika melahirkan adiknya, Benyamin.

Belum lagi pembawaan anak ini (Nabi Yusuf saat masih kecil) yang sungguh mengesankan. Mimpi itu jika diketahui oleh saudara-saudaranya pasti akan lebih menyuburkan kecemburuan mereka. Karena itu, sang ayah memintanya agar merahasiakan mimpinya.

Larangan ini menjadi lebih penting lagi karena mimpi hendaknya tidak disampaikan kecuali kepada yang mengerti, dan yang dapat memberi bimbingan tentang maknanya.

Dengan penuh kasih, Nabi Yaqub yakni sang ayah berkata, "Wahai anakku sayang, janganlah engkau ceritakan mimpimu ini kepada saudara-saudaramu, karena jika mereka mengetahuinya mereka akan membuat tipu daya, yakni gangguan terhadapmu, tipu daya besar yang tidak dapat engkau elakkan.”

Demikian Nabi Yaqub sangat yakin dengan kecemburuan kakak-kakak Nabi Yusuf. Perhatikanlah bagaimana beliau tidak berkata, “Aku khawatir mereka membuat tipu daya,” tetapi langsung menyatakan, "Mereka akan membuat tipu daya.”

Itu pun dengan menekankan sekali lagi tipu daya besar. Di sisi lain, rupanya Nabi Yaqub yakin sepenuhnya tentang kebaikan hati, ketulusan dan kelapangan dada anaknya, yakni Nabi Yusuf. Karena itu, beliau menyampaikan hal tersebut dan yakin bahwa ini tidak akan memperkeruh hubungan persaudaraan mereka.

Selanjutnya sang ayah berkata kepada anaknya, “Anakku, jangan heran bila mereka mengganggumu, walau mereka saudara-saudaramu. Kalaupun sekarang mereka tidak mendengkimu, maka bisa saja kedengkian itu muncul, karena mimpimu memang sangat berarti. Apalagi mereka dapat tergoda oleh setan dan sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia sehingga ia tidak segan-segan menanamkan permusuhan, walau antara saudara terhadap saudaranya sendiri." Demikian, sang ayah menyebut alasan sehingga Yusuf dapat memahami sikap kakak-kakaknya bila terasa olehnya kesenjangan hubungan.

Kata bunayya adalah bentuk tashghir atau perkecilan dari kata ibni atau anakku. Bentuk itu antara lain digunakan untuk menggambarkan kasih sayang, karena kasih sayang biasanya tercurah kepada anak, apalagi yang masih kecil.

Kesalahan-kesalahannya pun ditoleransi, paling tidak atas dasar ia dinilai masih kecil. Perkecilan itu juga digunakan untuk menggambarkan kemesraan seperti antara lain ketika Nabi Muhammad SAW menggelar salah seorang sahabat beliau dengan nama Abu Hurairah. Kata hurairah adalah bentuk perkecilan dari kata hirrah, yakni kucing, karena ketika itu yang bersangkutan sedang bermain dengan seekor kucing.Rol

No comments: