Mengenal Ulama Masyhur dari Albania, Syekh al-Albani

Berasal dari Albania, Syekh al-Albani merupakan peneliti hadis pada abad ke-20. Syekh al-Albani
Foto: tangkapan layar wikipedia
Syekh al-Albani
Albania merupakan sebuah negara di Benua Eropa dengan jumlah penduduk Muslim yang signifikan. Bukan hanya tentang perkara demografis, negara yang beribu kota di Tirana itu juga melahirkan sejumlah ulama kelas dunia.

Di antara para cendekiawan Muslim dari Albania adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh. Peneliti hadis itu lebih masyhur dengan sebutan Syekh al-Albani. Ia lahir pada 16 Agustus 1914 atau 1333 Hijriyah di Ashqodar, ibu kota Albania pada masa lampau.

Ayah al-Albani, Haji Nuh, adalah alumnus lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariat di Istanbul. Ketika Ahmad Zagho berkuasa di Albania, Haji Nuh menjadi cemas. Sebab, penguasa tersebut mengubah sistem pemerintahan menjadi sekuler. Maka, Nuh memboyong keluarganya untuk berhijrah dari Albania ke Syam (Suriah), tepatnya Damaskus.

Muhammad Nashiruddin alias al-Albani pun mengenyam pendidikan dasar di kota tersebut. Mula-mula, ia mendalami penguasaan bahasa Arab pada madrasah yang dikelola Jum'iyah al-Is'af al-Khairiyah. Di sanalah ia terus menempuh studi sampai level ibtidaiyah.

Selanjutnya, al-Albani belajar langsung kepada para syekh terkenal di seputar Damaskus. Disiplin fikih yang dipelajarinya terutama bermazhab Hanafi.

Sebagai mata pencaharian, ayahnya bekerja membetulkan arloji. Di sela-sela kesibukannya belajar, al-Albani pun mempelajari keterampilan tersebut hingga mahir. Kelak, itulah yang menjadi pekerjaannya di masa dewasa.    

Saat berusia 20 tahun, al-Albani muda mulai berfokus pada ilmu hadis lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah Al-Manar. Media ini diterbitkan oleh seorang tokoh modernisme Islam, Syekh Muhammad Rasyid Ridha.

Pada tahap-tahap awal studi, al-Albani menyalin sebuah kitab berjudul Al-Mughni'an Hamli al-Asfar fi Takhrij maa fi al-Ishabah min al-Akhbar. Itu karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadis-hadis yang termuat dalam Ihya` Ulumuddin al-Ghazali.

Pada mulanya, Haji Nuh kurang suka dengan pilihan al-Albani menekuni ilmu hadis. Bahkan, sang ayah pernah berkata kepadanya, “Sesungguhnya mengkaji ilmu ini adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).”

Namun, perkataan itu tidak mengubah kecintaan al-Albani terhadap dunia hadis. Pada perkembangan berikutnya, ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab-kitab. Karena itu, ia pun memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah Damaskus. Di samping itu, kerap pula dirinya mengunjungi perpustakaan-perpustakaan lain.

Dalam sehari, ia bisa menghabiskan waktu hingga 12 jam di sana. Sering hanya membawa sedikit bekal makanan. Tidak pernah istirahat menelaah kitab-kitab hadis kecuali jika waktu shalat tiba.    

Akhirnya, kepala kantor perpustakaan tersebut memberikan sebuah ruangan khusus di adh-Dhahiriyah untuknya. Bahkan, kemudiaan al-Albani diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan.

Dengan demikian, pengkaji hadis ini menjadi lebih leluasa. Dirinya terbiasa datang sebelum kebanyakan pengunjung lain tiba. Begitu pula, pulangnya lebih belakangan daripada mereka. Rutinitas demikian dijalaninya sampai bertahun-tahun.Rol

No comments: