Biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah seorang ulama besar dari Kalimantan Selatan. Red: Hasanul Rizqa (ilustrasi) Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Foto: tangkapan layar google
(ilustrasi) Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812) merupakan seorang ulama besar Nusantara. Seperti tampak pada gelarnya, ia berasal dari Kesultanan Banjar--kini mencakup Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.

Zaid Ahmad dalam The Biographical Encyclopedia of Islamic Philosophy (2015) menuturkan, Muhammad Arsyad lahir dari keluarga yang alim. Saat usianya belum genap tujuh tahun, ia sudah menyita perhatian elite istana Banjar. Sebab, karya-karya kaligrafinya memesona mereka.

Pihak istana Banjar pun membiayai Muhammad Arsyad muda untuk belajar ilmu-ilmu agama. Cita-citanya saat itu adalah menimba ilmu hingga ke Tanah Suci.

Kala berusia 30 tahun, Arsyad menikah dengan Bajut, seorang perempuan lokal. Pasangan muda ini dikaruniai seorang anak perempuan.

Pada 1739, pihak istana Kesultanan Banjar membiayai keberangkatan Arsyad ke Haramain. Ia pun memanfaatkan kesempatan ini bukan hanya untuk berhaji, tetapi juga belajar ilmu-ilmu agama. Selama tiga dekade, putra daerah Banjar ini berguru pada banyak syekh di Makkah dan Madinah.

Di Masjid al-Haram, guru-gurunya antara lain adalah Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad-Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az-Zabidi, dan Syekh Hasan bin Ahmad al-Yamani. Dari Syekh Athaillah bin Ahmad al-Mishri dan Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, ia belajar fikih mazhab Syafii. Adapun dari Syekh Muhammad Abdul Karim Samman al-Qadiri al-Khalwati al-Madani, yang juga pendiri tarekat Sammanityah, ia menyerap pengetahuan tasawuf.

Jalin kekerabatan

Di Arab, Muhammad Arsyad juga bersahabat dengan sesama penuntut ilmu dari Nusantara. Beberapa dari mereka adalah Abdul Shomad al-Palimbani, Abdul Wahab al-Makassari, dan Abdul Rahman al-Batawi. Mereka semua belakangan disebut sebagai "Empat Serangkai Ulama Jawi."

Pada akhirnya, Abdul Wahab bahkan menjadi menantu Muhammad Arsyad. Ceritanya bermula jelang kepulangan mereka ke Tanah Air.

Setelah bertolak dari Mesir, Empat Serangkai itu hendak menunaikan ibadah haji perpisahan. Tak disangka, mereka berjumpa dengan adik Arsyad, Zainal Abidin, di Makkah.

Ia mengabarkan bahwa anak kandung Arsyad, Fatimah (sumber lain menyatakan: Syarifah), telah beranjak dewasa dan menitipkan cincin kepadanya sebagai tanda sudah siap berumah tangga.

Arsyad ingin seorang di antara sahabat-sahabatnya bersedia menyambut keinginan ini. Kemudian, diajukanlah lamaran untuk Fatimah.

Agar adil, Arysad mengundi nama-nama ketiga teman karibnya itu. Hasil undian memunculkan Abdul Wahab al-Makassari. Dengan demikian, berlangsunglah pernikahan antara Fatimah yang diwakili ayahnya, Muhammad Arsyad, dan Abdul Wahab. Adapun saksi-saksi adalah Zainal Abidin, Abdul Shomad al-Palimbani, dan Abdul Rahman al-Batawi.

Kembali ke Tanah Air

Pada 1772, Syekh Muhammad Arsyad tiba di Banjar. Perayaan pun digelar di ibu kota Kesultanan Banjar demi menyambut kedatangannya dari Tanah Suci.

Sultan Tahlilullah II memberikan kedudukan kepadanya sebagai kadi negeri. Jabatan ini setara dengan penasihat raja. Syekh Arsyad al-Banjar juga mendirikan Pesantren Dalam Pagar di atas tanah milik sultan.

Syekh Muhammad Arsyad juga giat menulis. Karya-karyanya yang masyhur antara lain adalah Sabi al-Muhtadin li at-Tafaqquh fi Amriddin, Kitab Kanz al-Makrifah, Kitab Ushuluddin, Kitab Nuqtatul Ajlan, Tuhfat al-Raghibin, Luqtat al-’Ijlan fi Bayan al-Haid wa Istihada wa Nifas al-Niswan, al-Qawl al-Mukhtasar, dan Kitab Fara’id.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari wafat dalam usia yang melampaui satu abad, 108 tahun, pada 1812.Rol

No comments: