Kisah Juraij dan Bayi 'Ajaib'

Kisah juraij dan bayi baru-lahir yang bisa berbicara ini disebut dalam sebuah hadis.

Red: Hasanul Rizqa
Bayi yang baru lahir (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Bayi yang baru lahir (ilustrasi)
Juraij merupakan seorang yang Muslim yang saleh pada era sebelum Nabi Muhammad SAW. Kisahnya dituturkan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW.

"Pada suatu hari, ketika dia (Juraij) sedang shalat, ibunya datang menghampiri dan memanggilnya. Mendengar panggilan dari ibunya itu, Juraij sempat bingung, apakah tetap melanjutkan shalat atau menyahut (menjawab) panggilan ibunya.

Maka Juraij memilih tetap melanjutkan shalatnya. Ibunya lantas merasa jengkel, sehingga berdoa, 'Ya Allah, janganlah Engkau mewafatkan anakku ini sebelum Engkau mempertemukannya dengan seorang perempuan tunasusila.'

Doa tersebut ternyata makbul. Pada suatu hari (berikutnya), Juraij sedang khusyuk beribadah di tempat peribadatannya. Tiba-tiba, datanglah seorang perempuan yang cantik muncul lalu menghampiri Juraij.

Berbagai cara dilakukan perempuan itu supaya Juraij mendekatinya untuk berzina. Namun, Juraij tetap tidak tergoda dan menampik ajakan perempuan itu.

Jengkel dengan tanggapan dari Juraij itu, perempuan tadi kemudian pergi dan mendatangi seorang laki-laki penggembala ternak. Perempuan ini lantas melampiaskan nafsunya dengan laki-laki penggembala ini.

Seiring waktu, perempuan itu pun hamil dan melahirkan seorang bayi. Ternyata, perempuan ini menyiarkan kepada khalayak, bahwa yang menghamilinya adalah Juraij.

Orang-orang lantas berkerumun mendatangi Juraij di rumah peribadatan. Massa lantas meruntuhkan rumah ibadah itu. Juraij kemudian dipaksa untuk pergi dari (perkampungan) itu.

Hampir saja Juraij terusir, sehingga tampil seorang saleh di antara mereka. Dia meminta mereka agar bersabar, dengan membiarkan Juraij shalat terlebih dahulu. Mereka pun mereda (amarahnya), sehingga membiarkan Juraij shalat.

Seusai shalat, Juraij lantas menghampiri bayi dalam buaian itu dan berkata, 'Wahai bayi, siapakah ayahmu?'

'Seorang penggembala,' jawab si bayi. Orang-orang yang menyaksikan pun terkejut, sebab belum waktunya seorang bayi (dalam usia itu) mampu berbicara.

Maka orang-orang yang telah merobohkan rumah peribadatan Juraij dan mau mengusirnya meminta maaf. 'Maafkanlah kami, wahai Juraij. Kami akan membangun kembali rumah peribadatanmu, kali ini dari emas.'

'Jangan, cukuplah kalian membangunnya dari tanah liat,' jawab Juraij (memaafkan perbuatan mereka)."

Demikianlah. Sekalipun seseorang beriman dan rajin beribadah, hendaknya tidak melukai perasaan orang tua, wabilkhusus ibu. Alquran pun telah memberi peringatan. Lihat, misalnya, surah al-Isra' ayat 23. Bahkan, dua huruf saja--semisal "Ah!"--sudah berpotensi menciderai hati mereka.

Ayat itu sendiri berarti, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."Rol

No comments: