Kisah Paceklik dan Wabah yang Menimpa Wilayah Muslim Tahun 574 H

Kisah Paceklik dan Wabah yang Menimpa Wilayah Muslim Tahun 574 H
Pada tahun ini hujan tidak turun di segenap penjuru negeri. Ilustrasi: Ist
Peristiwa paceklik dan wabah yang menimpa rakyat terjadi pada tahun 574 H dikisahan Ibnu al-Atsir dalam bukunya berjudul "Al-Mukhtar Min al-Kamil fi al-Tarikh; Qishshah Shalahuddin al-Ayyubi" yang diterjemahkan Abu Haytsam menjadi "Shalahuddin Al-Ayyubi Sang Pembebas Tanah Para Nabi".

Pada tahun ini hujan tidak turun di segenap penjuru negeri Syam , al-Jazirah, Irak, negeri-negeri al-Bakariyyah, Moshul, negeri-negeri pegunungan, Khalath, dan lain-lain. Paceklik dan musim panas menghebat.

Peristiwa ini berlangsung merata di seluruh pelosok negeri. Di Damaskus karungan gandum dijual. Empat belas cangkir Moshul dihargai 20 Dinar Suriah. Sementara di Moshul setiap tiga cangkir gandum dihargai satu Dinar Amiri.

Di negeri-negeri lain, harganya disesuaikan. Orang-orang melakukan salat Istisqa ’ di seluruh pelosok bumi. Akan tetapi hujan masih tidak turun juga. Makanan pokok habis. Orang-orang mulai memakan bangkai dan semua yang bisa dimakan.

Hal ini berlangsung sampai akhir tahun 575 H. Setelah peristiwa paceklik ini, datang wabah melanda. Wabah penyakit ini melanda seluruh negeri sehingga banyak korban jiwa berjatuhan.

Penyakit yang mewabah dan menimpa orang ketika itu satu jenis, yaitu kolera. Orang tidak henti menguburkan mayat. Hanya saja sebagian wilayah lebih parah ketimbang lainnya.

Lalu Allah SWT menurunkan rahmat-Nya atas hamba-hamba-Nya, atas negeri, dan seluruh ternak. Dia menurunkan hujan yang kemudian menjadikan harga-harga bahan pangan turun.

Ibnu al-Atsir bercerita:

"Salah satu keajaiban yang pernah saya saksikan adalah ketika saya berkunjung ke salah seorang ulama shalih di al-Jazirah untuk belajar hadis Nabi SAW darinya pada bulan Ramadan tahun 575 H. Saat itu adalah puncak paceklik dan musim panas. Orang-orang sangat mengharapkan hujan karena musim semi sudah lewat separuh musim, tetapi tidak ada satu tetes pun air hujan yang turun.

Ketika saya sedang duduk bersama jama`ah lainnya menunggu kedatangan Syeikh, tiba-tiba datanglah seseorang yang berasal dari Turkiman. Tampak sekali ia kelaparan seakan-akan baru bangkit dari kubur. Ia menangis dan mengeluh lapar.

Saya pun segera mengutus seseorang membeli roti untuknya. Mendadak langit dipayungi mendung, dan turunlah tetesan-tetesan air. Seketika orang-orang menjadi ribut. Ketika roti yang dibeli datang, orang Turkiman itu memakan sebagian dan mengambil sebagian lagi, kemudian ia berlalu. Hujan pun menjadi deras, dan berlangsung semalaman."
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: