Kisah Paus Urbanus II Mengincar Yerusalem: Islam Jadi Musuh Bersama

Kisah Paus Urbanus II Mengincar Yerusalem: Islam Jadi Musuh Bersama
Paus Urbanus II sangat berkeinginan mengembalikan Yerusalem ke pangkuan kekuasaan Kristen. Inilah yang mendorong Paus Urbanus II mendeklarasikan Perang Salib. Ilustrasi: National Geographic
Kaisar Byzantium Alexios I yang risau karena kian kuatnya imperium Islam Turki Seljuk meminta bantuan Paus Urbanus II untuk merebut kembali wilayahnya yang hilang. Di sisi lain, Paus Urbanus II sangat berkeinginan mengembalikan Yerusalem ke pangkuan kekuasaan Kristen . Inilah yang mendorong Paus Urbanus II mendeklarasikan Perang Salib .

Jati Pamungkas, S.Hum, M.A. dalam bukunya berjudul "Perang Salib Timur dan Barat, Misi Merebut Yerusalem dan Mengalahkan Pasukan Islam di Eropa" menyebut jika dilihat dari kronologi sejarah, Perang Salib tidak akan terjadi jika saja pasukan Salib yang dibentuk Paus Urbanus II tidak ingin menyelamatkan Byzantium dari agresivitas Turki Seljuk pada awal abad 11.

Momen Perang Salib I juga dimanfaatkan Paus Urbanus untuk mengurangi buruknya hubungan politik Roma dan Konstantinopel atau, antara (Kristen) Katolik dengan Kristen Ortodoks .

Musuh bersama bagi Eropa adalah Islam. Jalur darat paling cepat untuk memukul Islam adalah lewat Byzantium melalui Konstantinopel.

Mengalahkan Turki Seljuk lewat darat adalah cara efektif untuk merebut Yerusalem.

Deklarasi Perang Salib mustahil diputuskan Paus Urbanus II dengan gegabah. Selain ingin mencontoh Reconquista di Semenanjung Iberia, informasi mengenai Yerusalem adalah faktor terpenting dalam proses pengiriman pasukan.

Perang Salib akan sia-sia jika pengiriman pasukan tidak berada dalam situasi yang tepat. Dekatnya jarak Byzantium dengan Turki Seljuk adalah modal awal bagi pasukan gabungan Kristen untuk mengalahkan Islam.

Ketersediaan serdadu dari Byzantium, akomodasi peralatan perang, dan distribusi makanan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan mengingat Yerusalem jauh dari Eropa dan dekat dengan pusat pemerintahan Islam baik di Baghdad dan Kairo.

Informasi mengenai Yerusalem didapatkan orang Eropa atau lebih khusus lagi Kepausan di Roma dengan dua cara. Kedua cara tersebut adalah perdagangan dan ritual Kekristenan di Yerusalem.

Perdagangan pada masa itu memakai dua jalur. Jalur pertama adalah jalur darat. Jalur darat digunakan orang-orang Eropa ketika melakukan perdagangan ke Timur Tengah dengan melewati daerah Balkan di Eropa Timur, kemudian singgah di Konstantinopel.

Setelah di Konstantinopel, para pedagang melewati Selat Bosporus, kemudian melanjutkan perjalanan menyusuri Anatolia. Jika sudah sampai Aleppo maka tanda-tanda kehidupan Timur Tengah dengan komoditas dagang dari Afrika, Arab, India, bahkan Cina telah tersedia.

Dari Aleppo para pedagang akan meneruskan perjalanan ke kota utama yaitu Damaskus, atau juga berkunjung di tempat bersejarah bagi dunia Kristen seperti Nazaret, Betlehem, Yerikho, dan Yerusalem.

Pada waktu itu para pedagang dibedakan dengan pegawai pemerintah atau tentara, jadi selama mereka membayar pajak, maka aman bagi mereka untuk masuk ke wilayah mana pun walau kerajaan sedang bersitegang dengan daerah tujuan atau daerah yang dilewati.

Sedangkan lewat jalur laut, para pedagang Eropa berangkat dari Venesia menuju Acre untuk menuju Yerusalem, kemudian melanjutkan ke Damaskus atau ke kota-kota sekitarnya.

Diana Webb dalam bukunya berjudul "Medieval European Pilgrimage C. 700-C. 1500" menjelaskan selain Acre, orang-orang Eropa juga berdagang ke Alexandria di Mesir yang merupakan pelabuhan yang ramai pada waktu itu.

Dari aktivitas perdagangan tersebut, keadaaan Yerusalem dapat diketahui dengan baik. Pertama dari segi keamanan karena di Yerusalem terdapat tiga agama yang hidup berdampingan dengan jumlah pengikut yang sama besar dan sama kuat.

Pemerintahan Islam Yerusalem di bawah Khalifah Rasyidin , Kekhalifahan Umayah , Kekhalifahan Abbasiyah , hingga dikuasai Kekhalifahan Fatimiyah dan di bawah bayang-bayang militer
Turki Seljuk, tetap dalam kondisi aman dan damai.

Tahun 1009 merupakan tahun kelam bagi umat Kristen dan Yahudi di Yerusalem karena Khalifah Fatimiyah al-Hakim melakukan tindak kekerasan bahkan menghancurkan gereja tempat penyaliban Yesus.

Sejak itulah kehidupan beragama di Yerusalem terganggu dan dapat diatasi pasca meninggalnya Khalifah alHakim. Dinamika tersebut dapat diketahui orang-orang Eropa dari proses perdagangan, karena dalam perdagangan tidak mengenal waktu libur kecuali bagi pedagang lewat jalur laut yang harus menunggu angin jika kapal tersebut tidak dilengkapi alat kayuh yang biasanya dikerjakan oleh para budak.

Cara kedua yang dilakukan Eropa untuk mendapatkan informasi mengenai Yerusalem adalah melalui ritual keagamaan yang dilakukan umat Katolik dan juga Kristen Ortodoks di Yerusalem dan sekitarnya. Para jemaat tidak hanya melakukan ritual dengan waktu yang singkat, namun memerlukan waktu berbulan-bulan karena Yerusalem bukanlah tujuan satu-satunya.

Melakukan perjalanan suci ke Yerusalem dilakukan untuk menebus dosa yang telah diperbuat di dunia. Tempat tujuan utama adalah Gereja Suci Sepulchre di Bukit Golgota, tempat Yesus wafat karena disalib oleh Byzantium yang pada waktu itu menolak ajaran Yesus.

Berdiam dengan waktu yang lama di Yerusalem, membuat cukup bagi jemaat dari Eropa untuk memberikan informasi kepada jemaat di daerah asal masing-masing yang ingin mengunjungi kota suci Yerusalem di tahun berikutnya.

Biasanya para jemaat melakukan perjalanan suci ke Yerusalem sambil berdagang. Cara-cara itulah yang digunakan Paus Urbanus untuk mengetahui keadaan Yerusalem untuk menyusun serangan yang efektif menaklukkan Yerusalem.

Oleh sebab itu Paus Urbanus II mendeklarasikan Perang Salib I karena mempunyai modal yang sangat besar untuk datang dan merebut Yerusalem dari tangan Islam yang pada waktu itu dikuasai Kekhalifahan Fatimiyah.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: