Kisah Shalahuddin Al Ayyubi Menyeberang Sungai Efrat, Kuasai Wilayah Jazirah

Kisah Shalahuddin Al Ayyubi Menyeberang Sungai Efrat, Kuasai Wilayah Jazirah
Shalahuddin Al Ayyubi menyeberangi sungai Eufrat dan menundukkan sejumlah wilayah Jazirah. Ilustrasi: Ist
Shalahuddin Al Ayyubi menyeberangi Sungai Furat atau Eufrat menuju negeri-negeri di wilayah al-Jazirah pada tahun 578 H. Demikian dikisahkan Ibnu al-Atsir dalam bukunya berjudul "Al-Mukhtar Min al-Kamil fi al-Tarikh; Qishshah Shalahuddin al-Ayyubi" yang diterjemahkan Abu Haytsam menjadi "Shalahuddin Al-Ayyubi Sang Pembebas Tanah Para Nabi".

Menurut Ibnu Atsir, penyebabnya adalah bahwa Muzhaffaruddin Kawkabry Ibn Zainuddin `Ali Ibn Bektakin, yang merupakan walikota Harran -kota itu dikuasakan kepadanya oleh `Izzuddin Atabik- mengirim surat kepada Shalahuddin yang ketika itu mengepung kota Beirut.

Dalam suratnya itu ia memberitahu Shalahuddin bahwa dirinya mendukung Shalahuddin, dan mencintai negaranya. Ia menjanjikan pertolongan kepada Shalahuddin jika mau menyeberangi Sungai Furat.

Ia juga menjanjikan Shalahuddin negerinya, dan memintanya untuk segera datang. Selain itu, ia juga mengutus langsung Muzhaffaruddin Tatari, untuk meminta Shalahuddin datang.

Shalahuddin pun semakin semangat untuk memenuhi permintaan tersebut, seraya menampakkan bahwa dirinya ingin melakukan pengepungan atas kota Halab untuk menyembunyikan situasi sebenarnya.

Berangkatlah Shalahuddin dari Beirut. Ketika ia sudah mendekati sungai Furat, Muzhaffaruddin pergi menemuinya. Ia juga ikut menyeberangi sungai Furat, dan bergabung dengan Shalahuddin menuju benteng al-Beyrah.

Benteng ini sangat tangguh. Terbentang di atas sungai Furat, dari arah wilayah al-Jazirah. Penguasa benteng itu sendiri telah bergabung dengan Shalahuddin dan tunduk kepadanya.

Ia bersama pasukannya telah menyeberangi sungai Furat melalui jembatan yang ada di sisi benteng al-Beyrah. Sementara itu `Izzuddin -penguasa Moshul- dan Mujahiduddin ketika mendengar berita tentang tibanya Shalahuddin di Syam, segera mengumpulkan bala tentara mereka.

Mereka lalu bergerak dalam dua kelompok agar terlihat hebat dan kompak dengan tujuan untuk mengalihkan Shalahuddin dari Halab. Sampailah mereka ke satu tempat.

Mereka mengalami sesuatu yang berada di luar perhitungan mereka. Ketika mendengar bahwa Shalahuddin telah menyeberangi sungai Furat, mereka berdua segera kembali ke Moshul. Mereka mengutus tentara ke kota al-Reha untuk melindungi dan mempertahankannya.

Tatkala Shalahuddin mendengar hal tersebut, semakin kuatlah keinginannya untuk menguasai negeri itu. Setelah menyeberangi sungai Furat, ia menulis surat kepada raja-raja penguasa wilayah-wilayah di negeri itu. Ia berjanji akan memberikan imbalan jika mereka mau membantunya. Yang pertama kali merespon permintaan Shalahuddin adalah Nuruddin Muhammad Ibn Qara Arsalan -penguasa al-Mihtsan- karena adanya perjanjian yang mengikat mereka berdua ketika ia berada di Syam bersama Shalahuddin.

Perjanjian itu adalah jika Shalahuddin mengepung kota Amid dan menguasainya, maka kota itu akan diserahkan kepada Nuruddin. Shalahuddin kemudian bergerak menuju kota al-Reha.

Ia mengepungnya pada bulan Jumadil Awwal. Ia menyerang kota itu dengan gempuran yang dahsyat.

Ibnu Atsir mengaku ada beberapa orang tentara yang pernah berbicara kepadanya bahwa ia pernah mendapati empat belas lubang pada satu sarung anak panah. Sarung itu telah tertembak oleh anak-anak panah.

Shalahuddin melanjutkan serangan ke kota tersebut. Ketika itu, di al-Reha ada gubernurnya, yaitu Emir Fakhruddin Mas`ud al-Za`farani. Demi melihat dahsyatnya pertempuran, ia memutuskan menyerah kepada Shalahuddin. Ia meminta jaminan keamanan, dan menyerahkan negeri itu kepada Shalahuddin. Ia lalu menjadi abdi yang berkhidmat kepada Shalahuddin.

Ketika Shalahuddin sudah berhasil menguasai kota, ia segera bergerak menuju benteng pertahanan. Lalu benteng itu diserahkan kepadanya oleh al-Dazdar yang berada di sana dengan harta yang dirampoknya. Ketika berhasil merebutnya, Shalahuddin menyerahkan benteng itu kepada Muzhaffaruddin bersama dengan Harran.

Kemudian Shalahuddin melanjutkan perjalanannya menuju al-Reqa melalui Harran.

Ketika tiba di sana, kota itu masih dikuasai oleh Quthbuddin Yanal Ibn Hassan al-Manbaji. Quthbuddin pun segera pergi bergabung dengan `Izzuddin Atabik. Kota ini selanjutnya dikuasai oleh Shalahuddin.

Kemudian Shalahuddin bergerak menuju al-Khabur, Qarqisia, Maksin dan `Araban, dan ia berhasil menguasai seluruh wilayah tersebut. Ketika menguasai al-Khabur, Shalahuddin bergerak menuju Nashibayn. Ia menduduki kota itu, dan hanya tertinggal bentengnya saja.

Shalahuddin lalu mengepung benteng kota itu selama beberapa hari hingga berhasil merebutnya juga. Shalahuddin lalu tinggal di sana untuk memperbaiki keadaannya. Kemudian benteng itu dikuasakan kepada pengikut Shalahuddin yang bernama Abu al-Hayja’ al-Samin. Shalahuddin lalu berangkat pergi dari benteng tersebut bersama Nuruddin.

Kemudian ia mendapatkan kabar berita bahwa Eropa menyerang Damaskus. Mereka telah menjarah desa-desa, dan telah sampai ke daerah Daria untuk membumi-hanguskan masjidnya. Wakil kota Damaskus lalu mengutus beberapa orang Kristen untuk menemui mereka. Ia berpesan kepada mereka:

“Jika kalian menghancurkan masjid, maka kami akan bangun lagi, dan kami juga akan membatalkan semua sumpah setia kami kepada kalian di negeri kami. Kami juga tidak akan memastikan kepada seorangpun untuk memperbaiki sumpah itu”.

Mereka lalu meninggalkannya. Ketika berita itu sampai ke telinga Shalahuddin, ia segera memerintahkan agar mereka yang masih fanatik kepada `Izzuddin untuk segera kembali. Ia berkata: “Mereka telah menghancurkan desa-desa, dan mendapatkan satu negeri sebagai gantinya. Kita akan kembali dan memperbaikinya. Kita perkuat tujuan kita untuk menyerbu negeri mereka”. Ia tidak mencabut ucapannya, dan terjadilah apa yang diucapkannya
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: