Kisah Syuhada Uhud: Jasad Utuh dan Tersenyum

Puluhan sahabat Nabi SAW menjadi syuhada dalam Perang Uhud.

Red: Hasanul Rizqa
Peziarah mengunjungi Bukit Rumat di Kompleks Syuhada Uhud, Madinah, Senin (10/9). Di bukit itu bertempat para pemanah Madinah yang meninggalkan posisi saat sedang unggul dalam Perang Uhud.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Peziarah mengunjungi Bukit Rumat di Kompleks Syuhada Uhud, Madinah, Senin (10/9). Di bukit itu bertempat para pemanah Madinah yang meninggalkan posisi saat sedang unggul dalam Perang Uhud. Perang Uhud terjadi pada 15 Syawal tahun ketiga Hijriah, atau sekitar bulan Maret 625 Masehi. Pertempuran ini dipicu keinginan balas dendam dari orang-orang kafir Quraisy usai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Dedengkot musyrikin itu tak kuat menanggung malu karena kemenangan Muslimin dalam palagan yang pecah pada Ramadhan tahun kedua Hijriyah tersebut.

Dalam Perang Uhud, kubu Quraisy dipimpn Abu Sufyan, membagi pasukannya menjadi tiga bagian. Sayap kanan dikomandoi Khalid bin Walid, dan inilah yang pada akhirnya berhadapan dengan sayap kiri pasukan Islam--yang terdiri atas para pemanah.

Sesungguhnya, kaum Muslimin sudah unggul dalam tahap awal Perang Uhud. Bahkan, banyak pasukan kafir Quraisy yang lari tunggang langgang dan meninggalkan harta benda mereka begitu saja. Maka, para sahabat Nabi Muhammad SAW mengejar mereka, sedangkan yang lain mengamankan harta rampasan perang.

Rupanya, pasukan Muslim dari golongan pemanah mengira, kemenangan sudah benar-benar diraih. Mereka yang bertempat di sayap kiri ini ingin segera mendapatkan ghanimah sehingga meninggalkan posnya. Padahal, Rasulullah SAW sebelumnya sudah memperingatkan mereka, jangan tinggalkan pos sebelum perang benar-benar berakhir.

Celah ini digunakan oleh pasukan kafir Quraisy yang berada di sayap kanan. Di bawah komando Khalid bin Walid, mereka maju untuk menyerang balik.

Kemenangan umat Islam, yang sudah berada di depan mata, akhirnya sirna. Barisan kaum Muslimin jadi kacau balau karena tak menyangka adanya serangan balik dari pihak musyrikin.

Dalam peristiwa ini, Rasulullah SAW mengalami luka-luka. Gigi geraham Rasul SAW tanggal (copot) terkena lemparan batu. Wajah Nabi SAW juga berdarah akibat sabetna pedang. Sementara, sejumlah sahabat menjadi tameng hidup agar beliau tidak terus diserang orang-oranng musyrikin.

Pasukan Quraisy kemudian mengabarkan berita bohong bahwa mereka telah membunuh Rasulullah SAW. Akibatnya, kaum Muslimin menjadi lemah. Orang-orang munafik yang ada di antara pasukan umat Islam berusaha mencari perlindungan kepada Abu Sufyan. Sebagian lagi tetap bertahan dan sekuat tenaga mempertahankan panji-panji Islam.

Dalam peperangan ini, sekitar 70 orang pasukan kaum Muslim menjadi syuhada. Termasuk di antaranya adalah Amr bin al-Jamuh. 

Keadaan para syuhada di liang kubur ....

Dia merupakan seorang sahabat Nabi yang menyandang disabilitas. Kakinya lumpuh, tetapi itu tidak menjadi penghalang baginya untuk terjun ke medan pertempuran. Semangatnya membara demi membela Rasulullah SAW dari agresor-musyrikin.

Hari-hari sebelum Pertempuran Uhud dimulai, Amr bin al-Jamuh telah berdoa, "Ya Allah, karuniakanlah kepadaku kesyahidan. Janganlah Engkau kembalikan aku kepada keluargaku dalam keadaan hidup."

Allah menakdirkan bahwa doanya dikabulkan. Sosok dari golongan Anshar itu gugur di Lembah Uhud sebagai syahid.

Rasulullah SAW memerintahkan agar jasadnya dikebumikan dalam liang yang sama dengan jenazah Abdullah bin Amr bin Haram. Sebab, beliau bersaksi, keduanya semasa hidup merupakan sahabat yang saling menyayangi karena Allah.

Bertahun-tahun pascawafatnya Nabi Muhammad SAW, kaum Muslimin dipimpin Kekhalifahan Bani Umayyah. Suatu ketika, kompleks permakaman para syuhada Uhud dilanda banjir. Genangan air memerlukan tindakan selekasnya.

Maka khalifah Muawiyah memerintahkan para bawahannya agar merelokasi kuburan para pahlawan Uhud itu. Kerangka-kerangka mereka pun dipindahkan.

Dalam proses penggalian, orang-orang menyaksikan betapa jasad para syuhada tak ubahnya ketika mereka masih bernyawa. Jenazahnya masih terasa lembut. Ujung-ujung anggota tubuhnya juga tidak kaku walau jelas sudah tak bernyawa.

Dalam persaksian Jabir (putra Abdullah bin Amr bin Haram), jasad bapaknya dan Amr bin al-Jamuh tampak seakan-akan keduanya sedang tidur nyenyak. Kedua jenazah itu tak kelihatan rusak. Bahkan, dari bibir masing-masing tampak segaris senyuman, petanda kerelaan dan sukacita memperoleh status syahid.Rol

No comments: