Maharaja Sriwijaya Minta Umar bin Abdul Aziz Kirim Ulama ke Nusantara Bunyi Suratnya

Raja Sriwijaya atau Sribuza menyebut dirinya sebagai Malik al-Amlak atau Maharaja. Red: A.Syalaby Ichsan Pengunjung berwisata di Kawasan Candi Bahal, Portibi, Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara, Kamis (13/10/2022). Candi Bahal yang dibangun sekitar abad ke-11 Masehi tersebut menjadi salah satu cagar budaya di Sumatera Utara dan merupakan peninggalan zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya.
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio
Pengunjung berwisata di Kawasan Candi Bahal, Portibi, Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara, Kamis (13/10/2022). Candi Bahal yang dibangun sekitar abad ke-11 Masehi tersebut menjadi salah satu cagar budaya di Sumatera Utara dan merupakan peninggalan zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya.
Setelah mengirim surat pertama kepada khalifah Muawiyah, surat kedua dikirim oleh Maharaja Sriwijaya pada 718 M kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Isinya merupakan permohonan kepada khalifah untuk mengutus ulama yang dapat menjelaskan ajaran dan hukum Islam kepadanya.

Raja Sriwijaya atau Sribuza menyebut dirinya sebagai Malik al-Amlak atau Maharaja. Sementara, kedua khalifah tersebut disebut sebagai raja Arab.

Kasori Mujahid dalam Buku Di Bawah Panji Estergon menjelaskan, surat Maharaja Sriwijaya kepada Umar bin Abdul Aziz terdapat dalam Kitab An-Nujum az-Zahirah fi Muluk Misri wa al-Qahirah (Bintang-Bintang Terang Raja Mesir dan Kairo) karya Ibnu Tagribirdi (1470 M). Dalam kitab ini, Maharaja menyatakan masuk Islam dan meminta Khalifah Umar bin Abdul Aziz menganggap dirinya sebagai saudara dalam Islam.

Berkata Ibnu Asakir: “Dari Raja sekalian raja yang juga adalah keturunan ribuan raja, yang istrinya pun adalah cucu dari ribuan raja, yang wilayah kekuasaannya terdiri dari dua sungai yang mengaliri tanaman lidah buaya, rempah wangi, pala, dan jeruk nipis, yang aroma harumnya menyebar hingga dua belas mil, yang kebun binatangnya dipenuhi ribuan gajah kepada Raja Arab, ‘Amma ba’d.

Sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku kepada Islam. Kuharap engkau sudi mengutus seseorang untuk mengajarkan kepadaku ajaran Islam, Alquran dan segala hukum-hukumnya (syariat-syariat Islam). Aku telah mengirimkan kepadamu hadiah jabat (misk), batu mutiara, dupa wewangian dan barus. Terimalah sebagai tanda persahabat. Saya adalah saudaramu dalam Islam. Wassalam

Jawaban khalifah..

Menanggapi surat seorang raja dari Kerajaan Buddha yang sangat bersahabat, Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera mengirim salah seorang ulama terbaik untuk mengajarkan Islam kepada Raja Sriwijaya. Hal tersebut termuat dalam surat versi Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Abd Rabbih dalam al-‘iqd al-Farid, Juz III. Dia adalah seorang sastrawan yang tinggal di Kordoba Spanyol (860-940).

Meski demikian, terdapat dua versi surat yang mengisahkan tentang korespondensi Raja Sriwijaya tersebut. Dalam surat versi Ibnu Taghribirdi,disebut jika sang maharaja sudah saudara seagama, sama-sama beragama Islam. Namun demikian, keislaman Raja Sriwijaya tersebut masih menyisakan perbedaan pendapat. Dari surat versi Ibnu Rabbih (940 M) hanya menerangkan jika raja hanya ingin mendapatkan pengajaran tentang Islam.

Maharaja Sriwijaya sudah dikenal para penulis Arab dan Persia abad ke 8-9 M. Maharaja merujuk kepada penguasa Sriwijaya. Orang Arab menyebut Sriwijaya sebagai Surbuza, Sribuza atau Sarirah. Sementara itu, sebutan al-Hind merujuk kepada Kepulauan Hindia, termasuk Sriwijaya.

Kasori Mujahid menjelaskan, berita-berita dari Dinasti Tang (618-907 M) dan Dinasti Song (960-1279M) menyebut jika Sriwijaya telah berhubungan baik dengan para pedagang Arab dan Persia. Pemukiman Arab pun sudah menyebar disana. Saat itu, agama Islam bahkan sangat diperhitungkan oleh penguasa kerajaan.

Pada saat yang hampir bersamaan, di negeri Perlak, Aceh Timur, muncul Kesultanan Perlak yang berdiri pada 840-972 M. Sultan pertamanya adalah Marhum Alauddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.

Tidak heran jika banyak dugaan sejak abad ke-8, sejumlah masyarakat Sriwijaya telah memeluk Islam meski masih dalam jumlah yang kecil. Selain para pedagang Arab dan Persia, di pesisir utara, timur dan bagian barat Sumatra.

Zainal Abidin Ahmad dalam Buku Ilmu Politik V, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang menjelaskan, Maharaja yang berkuasa pada tahun 718 M menyatakan memeluk Islam dan kerajaannya dikenal sebagai Keraejaan Sribuza yang Islam adalah Sri Indrawarman (702-728 M).

Saat baginda wafat, tak ditemukan keterangan apakah keturunannya memeluk Islam atau tidak. Seorang keturunan Sri Indrawarman dari Wangsa Sailendra, Samaratungga (792-840 M) menjadi raja Buddha Jawa Tengah dan membangun candi Borobudur. Adanya relief gajah dan kapal Sriwijaya menandakan jika pembuat candi itu adalah keturunan Sriwijaya yang maritim.

Selain Majapahit, Sriwijaya dikenal sebagai satu dari dua kerajaan terbesar di nusantara. Kerajaan yang menjadi pusat penyebaran agama Buddha tersebut berdiri dari abad ke-7 hingga 12 Masehi. Daerah kekuasaannya meliput wilayah Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra dan sebagian jawa.

Kasori Mujahid mengutip Yaqut Shihab al-Din ibn-Abdullah al Rumial-Hamawi dalam Mu’jam al Buldan. Kitab tersebut menerangkan jika Sribuza, Zabaj atau Sriwijaya adalah kerajaan terkenal saat itu. Para pedagang Arab dan Persia pun sering datang ke kerajaan yang berpusat di tepi Sungai Musi.

Interaksi antara pedagang Arab dan Persia dengan Sriwijaya merupakan faktor penting yang mendorong Maharaja Sriwijaya mengirim surat kepada Khalifah Bani Umayyah.

Sayyid Qudratullah Fatimi (S.Q Fatimi) dalam Two Letters from Maharaja to The Khalifah mengidentifikasi addenda (lampiran) surat Raja Sriwijaya kepada Khalifah Bani Umayyah, yakni surat kepada Muawiyah dari kitab Al-Hayawan, karya Abu Usman Amr Ibn Bahr atau dikenal dengan Al-Jahiz (776-869 M/150-255 H).

Fatimi mencatat, surat itu ditemukan di sebuah diwan (sekretariat) Khalifah Mu’awiyah oleh Abdul Malik bin Umair dalam lemari arsip Bani Umayyah yang disampaikan kepada Abu Yusuf ats-Tsaqofi. Surat ini terdapat pada sub bab Kitab Malik as-Sin. Fatimi menerjemahkan as-Sin dengan al-Hind dengan salah satu alasan bahwa surat ini memiliki gaya tipikal surat resmi penguasa Kepulauan Hindia (Malik al-Hindi).

“Al Haytsam bin Adi telah menceritakan dari Abu Ya’qub al-Tsaqafi, dari Abdul Malik bin Umair berkata bahwa ia melihat dalam sekretariat Khalifah Mu’awiyah (setelah ia meninggal) sebuah surat dari Raja al-Shin bertuliskan: dari Raja-al-Shin yang di kandangnya terdapat ribuan gajah, yang istananya terbuat dari bata emas dan perak, yang dilayani oleh ribuan anak perempuan raja-raja dan yang memiliki dua sungai yang mengairi Gaharu, kepada Muawiyah.“

Surat yang terdapat dalam kitab al-Jahidz ini sebatas pembuka surat saja, belum merupakan intinya. Fatimi menyatangkan terpotongnya kutipan al-Jahidz mengingat surat dikirim dari negeri yang jauh untuk khalifah pertama setelah Khulafa ar-Rasyidin.Rol

No comments: