Mulanya Imam Ghazali Bertemu Guru Spiritual

Imam Ghazali mulanya merasa heran, mengapa sang adik selalu hindari dirinya. Red: Hasanul Rizqa Ilustrasi wajah Imam Al-Ghazali.
Foto: ristu-hasriandi.blogspot.com
Ilustrasi wajah Imam Al-Ghazali.

Kisah berikut ini terjadi ketika Imam Ghazali (1058-1111) belum menekuni dunia tasawuf. Ceritanya terekam dalam kitab Muid an-Ni'ami, dengan mengutip penuturan Imam Tajuddin as-Subki.

Pada suatu ketika, Imam al-Ghazali memimpin shalat berjamaah di masjid. Kaum Muslimin setempat memang biasa menjadikannya pemimpin dalam ibadah bersama itu. Terlebih lagi, rumah sang rektor Universitas Nizhamiyah Baghdad ini berlokasi tak jauh dari tempat ibadah itu.

Namun, adik Imam Ghazali yang bernama Ahmad mulai menyisihkan diri, begitu melihat kakaknya itu menjadi imam shalat. Ia lebih suka meneruskan shalat secara sendirian (munfarid) di rumah daripada harus ikut menjadi makmum di belakang sang kakak.

Ini terjadi bukan hanya sekali atau dua kali, melainkan berkali-kali. Maka, orang-orang mulai membicarakan peristiwa tersebut di mana-mana.

Muncul rumor tak sedap ihwal hubungannya dengan sang adik, Imam Ghazali pun merasa terganggu. Ia menduga, sang adik telah menganggap shalat yang dipimpinnya adalah tidak sah.

Padahal, dirinya merasa yakin, sudah menjalankan setiap syarat dan rukun shalat secara sempurna. Akhirnya, ia menceritakan kegundahan hatinya itu kepada ibunya.

Sang ibunda lantas berjanji akan menyuruh Ahmad untuk turut menjadi makmum manakala Imam Ghazali tampil memimpin shalat di masjid. Mendengar itu, ia pun bersuka cita. Berharap, desas-desus yang bukan-bukan tentang dirinya dan sang adik akan sirna.

Akhirnya, Ahmad bersedia untuk ikut shalat berjamaah di masjid yang diimami Ghazali. Orang-orang yang menyaksikannya sempat terkejut, tetapi kemudian tidak berkata apa-apa.

Namun, di tengah shalat Ahmad justru membatalkan dirinya. Ia pun keluar dari shaf dan meneruskan shalat secara sendirian.

Sesudah salam dan shalat selesai, beberapa jamaah mulai berbisik-bisik satu sama lain. Hati Imam Ghazali kian gusar.

Sesampainya di rumah, ia segera meminta penjelasan langsung dari adiknya itu.

“Mengapa kamu membatalkan makmum kepadaku!? Apakah kamu menganggap shalat yang aku imami tidak sah?” tanya dia dengan nada tinggi.

“Aku melihat pakaianmu berlumuran darah,” jawab Ahmad.

Ghazali tidak mengerti maksud perkataan adiknya itu. Ia melihat dengan jelas, gamis yang dikenakannya bersih, tak ada noda sedikitpun.

Ia pun beranjak ke kamarnya dan kemudian berupaya menenangkan perasaannya.

Beberapa jam kemudian, ia tersadar. Benar bahwa belakangan ini, persis sebelum shalat, dirinya sering membuka-buka buku tentang hukum fikih.

Kebetulan, sesaat sebelum berangkat ke masjid tadi dirinya sempat membuka bab tentang bersuci (thaharah). Malahan, saat sedang mengimami shalat tadi pun pikirannya tebersit pada soal hukum tentang darah haid perempuan.

Ghazali segera keluar dari kamarnya dan menjumpai adiknya itu untuk meminta maaf. “Bagaimana mungkin engkau bisa mengatahui apa yang aku pikirkan tadi saat menjadi imam shalat?” tanya dia.

Ahmad menjawab, "Aku berguru kepada seorang ulama yang tidak terkenal di pinggiran kota. Namanya, Syekh Al Utaqy. Dia alim, tetapi sehari-hari bekerja sebagai tukang sol sepatu di toko dekat pasar.”

Karena penasaran, Ghazali pun pergi menemui orang alim tersebut keesokan harinya. Sesampainya di pasar yang dimaksud, ia pun berhasil menemukan Syekh Al Utaqy.

“Izinkanlah aku untuk menjadi muridmu,” pintanya.

“Aku kira, kamu tidak akan sanggup,” jawab Al Utaqy.

“Insya Alllah aku bisa melakukannya,” kata Ghazali lagi.

Guru adiknya itu akhirnya menerimanya. Ghazali lantas diperintahkan untuk membersihkan kotoran yang ada di lantai dengan tangannya.

Meskipun sempat merasa aneh, ia tetap mematuhi perintah sang ulama yang juga sufi itu. Saat Ghazali akan mengambil kotoran di lantai itu, Syekh Al Utaqy tiba-tiba mencegahnya. Akademisi Nizhamiyah Baghdad ini lalu disuruh pulang.

Setibanya di rumah, Imam Ghazali semakin heran terhadap pelajaran pertama yang diajarkan syekh tersebut. Akan tetapi, ia akhirnya mendapatkan ilham tentang tindakan sang guru.

Sang sufi hendak mengisyaratkan agar dirinya membersihkan hati terlebih dahulu sebelum mengurus apa-apa yang tampak dalam pandangan mata.

Mulai saat itu, Imam Ghazali rutin berguru kepada Syekh Al Utaqy. Ia merasa terpanggil untuk menyelami lebih dalam ilmu tasawuf.Rol

No comments: