Reconquista dan Kisah Runtuhnya Kekhalifahan Islam di Eropa

Reconquista dan Kisah Runtuhnya Kekhalifahan Islam di Eropa
Reconquista adalah perlawanan melalui jalur perang oleh kerajaan-kerajaan Kristen yang ada di Semenanjung Iberia utara terhadap kekuasaan dan pendudukan Islam. Ilustrasi: Ist
Reconquista adalah perlawanan melalui jalur perang oleh kerajaan-kerajaan Kristen yang ada di Semenanjung Iberia utara terhadap kekuasaan dan pendudukan Islam di wilayah Semenanjung Iberia selatan.

"Tujuannya adalah merebut kembali daerah tersebut dan juga mengusir Islam," tulis Daniel Callahan dalam bukunya berjudul "Jerusalem and the Cross in the Life and Writings of Adhemar of Chabannes".

Pada tahun 1031, Kekhalifahan Umayah Cordoba telah runtuh. Tidak ada kesepakatan emirat atau provinsi-provinsi Kekhalifahan Cordoba untuk mengangkat khalifah baru menggantikan Hisyam III.

Akhirnya provinsi-provinsi mendeklarasikan diri menjadi kerajaan-kerajaan kecil atau dinasti-dinasti kecil di daerah masing-masing.

Roger Collins dalam bukunya berjudul "A History of Spain - Caliphs and Kings" menyebut pendirian tersebut terkenal dengan sebutan pemerintahan Muluk al-Thawaif, atau pemerintahan dengan banyaknya berdiri thaifah-thaifah (sistem pemerintahan) kecil.

Thaifah merupakan pemerintahan Islam di wilayah-wilayah pecahan dari Kekhalifahan Cordoba yang memerdekakan diri. Thaifah-thaifah tersebut berdiri sendiri dan mengelola pemerintahannya sendiri.

Oleh sebab itu, mereka lebih mudah dikalahkan oleh Kerajaan Kristen di Semenanjung Iberia dengan Reconquista. Selain itu, mereka juga saling bermusuhan antara satu dengan yang lainnya. Jumlahnya sebanyak 30 thaifah pasca pembubaran Kekhalifahan Cordoba.

Realita tersebut membuat kekuatan Islam semakin lemah sehingga kerajaan-kerajaan Kristen mulai berani menyerang Islam seperti Kerajaan Castilla, Aragon, Navarre, Leon, dan Portugal.

Pada tahun 1031 hingga 1090, dapat dikatakan bahwa Islam di bawah supremasi kekuatan kerajaan Kristen. Banyak faktor selain pembubaran Kekhalifahan Cordoba yang membuat Islam lemah.

Jati Pamungkas, S.Hum, M.A. dalam bukunya berjudul "Perang Salib Timur dan Barat, Misi Merebut Yerusalem dan Mengalahkan Pasukan Islam di Eropa" menyebut faktor tersebut antara lain:

1. Persaingan antarthaifah pascapembubaran Kekhalifahan Cordoba. Persaingan tersebut banyak melahirkan peperangan antar-thaifah untuk membuktikan thaifah terkuat di Spanyol.

Dalam sejarahnya, terdapat penaklukkan lewat peperangan antarthaifah, seperti Thaifah Algeciras pada tahun 1058 ditaklukkan Thaifah Sevilla, Thaifah Tortosa pada tahun 1060 ditaklukkan Thaifah Zaragoza dan sebagainya.

2. Melupakan semangat Arabisasi dan Islamisasi yang dilakukan dengan gencar pada masa kekuasaan Kekhalifahan Umayah di Damaskus.

Penaklukkan tanpa Arabisasi dan Islamisasi akan sia-sia. Arabisasi bertujuan menguatkan simbol persatuan yang terdapat dalam bahasa dan budaya, sedangkan Islamisasi adalah tujuan suci dan mulia yang ditekankan pada masa Rasulullah dengan jalur damai tanpa paksaan.

3. Pemerintahan feodal dan diskriminatif. Pemerintahan Islam pascakeruntuhan kekhalifahan semakin menegaskan lagi bahwa raja adalah pemilik segalanya, dan terdapat perbedaan warga negara antara Arab, campuran, dan pribumi.



Selain itu diskriminatif antara penduduk Islam dengan Katolik semakin meruncing. Pemerintahan hanya mementingkan pungutan pajak yang realisasinya kurang dirasakan rakyat terutama rakyat non-Arab dan non-Islam.

Keadaan Islam yang kacau di Semenanjung Iberia membuat kerajaan terdekat, Castilla, dapat merebut Thaifah Toledo pada tahun 1085.

Kemenangan Castilla merebut Toledo, dan perpecahan Islam di Spanyol, telah menyebar luas di Eropa sehingga menimbulkan semangat bahwa Islam dapat dikalahkan.

Perlu diketahui bahwa mayoritas wilayah Semenanjung Iberia di bawah kekuasaan Islam sejak tahun 711. Pada tahun 1080, Islam mulai terdesak karena kerajaan Kristen telah bersatu, yaitu Leon-Castilla dan Aragon, mulai menaklukkan daerah-daerah kekuasaan Thaifah Sevilla, Badajoz, Granada, Alemria, dan Malaga.

Idris El Hareir dan Ravane M’baye dalam bukunya berjudul "The Different Aspects of Islamic Culture" (Paris: Unesco Publishing, 2011) menyatakan lemahnya Islam di Spanyol membuat thaifah-thaifah tersebut meminta bantuan dari Maghrib yang pada waktu itu muncul sebagai kekuatan baru,

Dinasti Murabithun dengan Muhammad bin Tasyfin sebagai pemimpinnya. Tanpa bantuan Muhammad bin Tasyfin pada Perang Zalaqah tahun 1086, kemungkinan Islam sudah berakhir di Spanyol pada tahun 1090.

Persatuan kerajaan Kristen di Semenanjung Iberia, bahkan dua kerajaan besar yaitu Leon dan Castilla, bersatu menginspirasi Paus Urbanus dalam membentuk sebuah armada perang dengan menggalang kekuatan dari Prancis, Inggris, Roma, dan Bizantium.

Tanpa persatuan, Islam tidak mungkin dapat dikalahkan. Tidak berhasil mengalahkan Islam mempunyai arti Yerusalem tidak dapat dibebaskan. Jadi semangat Reconquista dan persatuan kerajaan Kristen di Semenanjung Iberia merupakan semangat yang sangat penting dalam Perang Salib I.
(mhy)
Miftah H. Yusufpati

No comments: